DPRD Sintang Nilai Pemerintah Tak Berikan Solusi dari Larangan Membakar Lahan 

Pola membakar juga sudah diatur, jangan siang hari dan sebelum dibakar harus dibuat parit di sekitarnya

Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID / WAHIDIN
Wakil Ketua DPRD Sintang, Terry Ibrahim 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Wahidin 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Wakil Ketua DPRD Sintang Terry Ibrahim meminta aparat penegak hukum atau kepolisian lebih bijak dalam menangani kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang pada akhirnya menyeret warga menjadi tersangka. 

Menurutnya membakar ladang ini sebenarnya sudah ada sejak zaman nenek moyang. Hanya saja sekarang dengan kondisi yang berkembang, kebiasaan ini kemudian diatur agar jangan sampai pada kapasitas yang luas. 

"Kalau tidak salah diperbolehkan satu kepala keluarga 2 hektar. Pola membakar juga sudah diatur, jangan siang hari dan sebelum dibakar harus dibuat parit di sekitarnya," ujar Terry, Senin (3/9/2018) siang. 

Baca: Sempat Bawa Kabur Mobil Curian, Perjalanan Rio Berakhir di Kaliasin Singkawang

Meskipun demikian, menurutnya kemudian tidak diperbolehkan sama sekali masyarakat membakar inilah yang kemudian menjadi sulit bagi masyarakat. Sebab masyarakat sangat bergantung pada ladang berpindah. 

Oleh sebab itu, Terry meminta agar masyarakat yang ditahan atau yang ditetapkan tersangka sebaiknua diberikan pembinaan dahulu. Dia menilai hal ini juga tidak terlepas dari faktor ketidaktahuan mereka.

"Karena mereka hanya ingin menyambung hidup, saya tidak mendukung mereka menentang aturan tetapi saya tahu benar kehidupan orang-orang di kampung. Karena saya lahir dari sana, dan saya dulu juga ikut berladang," tambahnya. 

Baca: Tangkap Tersangka Pencuri Mobil di Desa Sei Rambah, Kapolsek Beberkan Kronologinya

Terry mengatakan bwmahwa membakar ladang bukan hanya sekedar membakar kayu. Namun  didalamnya juga agar menjadi pupuk sehingga menjadi subur. Sebab jika tidak dibakar, maka kadar asam tanah begitu tinggi. 

Lanjutnya bahwa dulu pemerintah pusat sempat memberikan angin segar dengan program cetak sawah yang dilakukan oleh TNI. Namun program tersebut tampaknya tidak berlanjut, sehingga belum memberi solusi bagi masyarakat. 

"Lalu solusi tidak ada. Ujung-ujungnya orang akan mati dan mengemis kelaparan. Saya sebagai putra daerah tidak rela saudara saya, keluarga saya, mati karena kelaparan karena tidak boleh membakar ladang," jelasnya. 

Oleh karena itu, dia berharap masyarakat dibina dengan baik. Terutama memberikan solusi yang tepat. Sehingga yakin dan percaya, lima tahun yang akan datang masyarakat mampu menjadi petani yang menggarap sawah.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved