DPRD Kalbar Minta Larangan Bakar Lahan Tak Korbankan Masyarakat Petani

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat meminta penerapan hukuman larangan membakar lahan

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Petugas dari BPBD Kota Pontianak berusaha memadamkan kebakaran lahan yang meluas di Gang Masjid, Jalan Parit Haji Husin II, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (6/8/2018) siang. Diperkirakan lebih dari lima hektare lahan gambut terbakar dan terus meluas, karena jauhnya titik api dan luasnya area kebakaran. Petugas bahkan harus mengestafet air dari parit dimasukkan ke dalam tandon, selanjutnya dipompa menuju lokasi kebakaran lahan yang berjarak 700 meter lebih dari sumber air terdekat. 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Barat meminta penerapan hukuman larangan membakar lahan untuk aktivitas berladang tidak korbankan masyarakat petani ladang.

Pasalnya, terkadang dijumpai kasus masyarakat petani harus terjerat hukum hanya karena membakar lahan untuk berladang guna memenuhi kebutuhan pangan.

Anggota DPRD Kalbar Fraksi PKB, Kadri mengatakan tidak dipungkiri aktivitas berladang dengan membakar lahan masih menjadi tradisi turun-temurun petani lokal. Ia tidak sepakat jika masyarakat kecil harus ditangkap hanya karena membakar ladang untuk bercocok tanam.

“Saya pikir pemerintah ndak boleh seperti itu. Walau, bagaimanapun masyarakat kita butuh makan. Mereka berladang untuk mencari kehidupan. Tentunya pemerintah harus berpikir juga,” ungkapnya, Senin (6/8/2018).

Baca: Lepas Kepergian Anaknya Berusia 5 Tahun, Ustaz Solmed dan April Jasmine Berurai Air Mata

Kadri menegaskan sikap itu bukan berarti melawan hukum, namun lebih menekankan pada sisi sosial. Ia mencontohkan jika satu kampung diterapkan seperti itu, maka bagaimana masyarakat di kampung-kampung bisa makan.

“Saya tidak setuju kalau caranya seperti itu. Dari dulu saya tidak pernah setuju. Kabut asap ya kabut asap, kita paham. Tapi, jangan mengorbankan masyarakat petani dan peladang kecil,” terangnya.

Ia menimpali bahwa makna berladang dengan membakar lahan itu berbeda. Menurut dia, orang berladang untuk mencari nafkah untuk melanjutkan kehidupan.

“Ini masalah perut. Masyarakat berladang itu tinggal di tempat mereka sendiri. Saya pikir tidak adil juga kalau main tangkap-tangkap. Saya membela masyarakat dalam hal ini. Saya orang kampung, saya paham betul kondisinya,” tegasnya.

Kadri menambahkan ada aturan yang memperbolehkan penduduk setempat membakar lahan untuk berladang dengan ketentuan tertentu sepanjang melalui izin dan diawasi secara terpadu.

“Saya pikir boleh bakar lahan untuk ladang jika diawasi. Pembukaan lahan itu harus berkoordinasi dengan pemerintah desa, Camat maupun Kapolsek. Itu sudah diatur. Tapi kalau dilarang maka masyarakat bisa mati kelaparan. Jangan main tangkap-tangkap saja,” tukasnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Kalbar Fraksi Demokrat Markus Amid meminta pemerintah dan aparat tidak pukul rata terapkan larangan bakar lahan. Ia mengatakan bagi masyarakat petani ladang, aktivitas itu murni dilakukan untuk penuhi kebutuhan hidup.

“Itu sudah tradisi turun temurun sejak nenek moyang mereka hidup dengan cara berladang. Jangan pukul rata,” terangnya.

Ia menimpali ada aturan yang mengakomodir terkait batas maksimal luasan areal yang dibakar untuk berladang. Ketentuannya adalah seluas dua hektare. Namun, pembakaran lahan itu harus dilaporkan kepada unsur pemerintah desa, kecamatan dan Polsek setempat.

“Saya minta aparat selektif dalam memberikan sanksi terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. Bukan malah warga mau berladang yang ditangkap. Terapkan saja aturan bakar lahan dua hektare dengan pengawasan. Menurut saya, itu langkah bijaksana. Kalau tidak, mereka mau makan apa?,” katanya.

Markus Amid mendesak aparat terapkan penindakan hukum secara tegas jika pembakaran hutan dan lahan dilakukan oleh perusahaan.

“Saya tidak mempermasalahkan jika penindakan tegas dilakukan kepada perusahaan. Yang saya sayangkan adalah jika masyarakat petani dan peladang kecil yang ada di pedalaman dan kampung dikorbankan,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved