Fakta Bir Tawil: Wilayah Tak Bertuan, Tak Diinginkan Negara Manapun
Jika Yerusalem jadi wilayah yang diperebutkan, ternyata di Dunia ini ada tempat yang sangat tidak diinginkan negara manapun.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Jika Yerusalem jadi wilayah yang diperebutkan, ternyata di Dunia ini ada tempat yang sangat tidak diinginkan negara manapun.
Terhimpit di antara Mesir dan Sudan, Bir Tawil adalah tanah kecil di Afrika yang sangat unik.
Sampai saat ini tanah tersebut masih kosong dan tidak dimiliki oleh negara manapun.
Tidak ada orang yang menghuni wilayah tersebut dan tidak ada undang-undang yang mengatur.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan jika kamu ingin pergi ke tempat ini.
Yang pertama adalah terbang ke Ibu kota Sudan, Khartoum lalu menyewa sebuah jib dan mengikuti jalan Shendi ratusan mil ke Abu Hamed (sebuah pemukiman bekas kerajaan kuno Kush).
Baca: 4 Fenomena Alam Langka Juni Tahun Ini, Catat Waktunya!
Baca: Kerap Dianggap Remeh, Sering Kesemutan Ternyata Pertanda 8 Penyakit Berbahaya
Baca: 8 Pemain Tertua di Piala Dunia 2018 - Ada yang Sudah Berusia 45 Tahun!
Baca: MotoGP 2018 - Casey Stoner Beri Saran Jorge Lorenzo Arungi Sisa Musim
Pilihan ke dua adalah lewat Mesir, berangkat dari kota paling selatan di Aswan, lalu menempuh perjalanan melalui hamparan padang pasir tandus di antara Danau Nasser dan Laut Merah.
Namun, sebagian wilayah tersebut ada yang dinyatakan sebagai zona terlarang oleh tentara Mesir.
Jadi, jika ingin melewati perbatasan harus mendapat izin dari mereka, seperti dilansir dari laman The Guardian (10/6/2018).
Bir Tawil atau yang dikenal dengan sebutan Segitiga Bir Tawil adalah wilayah paling sepi di daratan Afrika Utara.
Itulah yang menyebabkan tak ada negara yang mau mengakuinya.
Wilayah Bir Tawil terdiri dari pasir dan batu, sangat tandus, tidak ada fasilitas jalan yang memadai dan tidak ada sumber daya alam yang bisa dikelola.

Wilayah ini dianggap tidak akan memberikan keuntungan ekonomi bagi negara manapun.
Akhirnya, PBB memasukkan nama Bir Tawil dalam Terra Nullius.
Terra Nullius secara hukum internasional artinya wilayah yang tidak dimiliki siapapun.
Selain Bir Tawil, ada beberapa tempat yang juga tidak dimiliki siapapun dan negara manapun, di antaranya Marie Byrd Land di Antartika dan wilayah luar angkasa.
Baca: Klasemen Liga 1 2018 & Fakta Pekan ke-13, PSM Makassar di Puncak, Pelatih Persib Terbaik
Baca: Geger Penemuan Mayat Wanita Tergantung di Kamar Mandi, Polisi Ungkap Fakta Mencengangkan
Baca: Kerap Dianggap Remeh, Sering Kesemutan Ternyata Pertanda 8 Penyakit Berbahaya
Baca: 8 Pemain Tertua di Piala Dunia 2018 - Ada yang Sudah Berusia 45 Tahun!
Meski konflik perbatasan sudah sangat umum, namun konflik yang terjadi di wilayah ini sangat unik.
Baik Mesir maupun Sudan sama-sama tidak ingin menegaskan kedaulatan apapun terhadap Bil Tawil.
Di peta Mesir, Bil Tawil ditampilkan sebagai wilayah milik Sudan.
Sedangkan di peta buatan Sudan, Bil tawil masuk sebagai bagian dari Mesir.

Hingga kini Bil Tawil tetap menjadi tanah tak berpenghuni yang bukan menjadi milik siapapun.
Seorang pria India pernah mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin sebidang tanah tak bertuan di Afrika Utara dan mendorong siapa saja untuk menjadi warga "negara" itu.
Suyash Dixit melakukan perjalanan ratusan kilometer menuju Bir Tawil, kawasan tak berpenghuni seluas kira-kira 2.000 kilometer persegi di antara Mesir dan Sudan.
Kekacauan perbatasan ini terjadi sebagai hasil penentuan perbatasan negara yang dibuat Inggris pada 1899.
Dixit harus melalui perjalanan melelahkan untuk mencapai Bir Tawil.
Dia bahkan menghabiskan dua malam untuk merencanakan perjalanan ini dan meyakinkan warga lokal untuk mengantarnya ke tempat itu.
"Rute yang saya ambil berada di bawah pengawasan militer Mesir (perbatasan internasional) dan banyak teroris di area ini sehingga tentara diperintah melakukan tembak di tempat," ujar Dixit.
"Namun, jika daftar keinginanmu tak terlampau menakutkan maka tak ada gunanya dicoba! Anda bahkan perlu izin hanya untuk memasuki rute menuju ke tempat ini," tambah dia.
Setelah melalui banyak hal Dixit akhirnya diizinkan masuk ke wilayah tak bertuan itu dengan beberapa syarat.
"Satu, tidak mengambil foto kawasan militer, kembali dalam satu hari, dan tak membawa barang berharga," ujarnya.
Lalu Dixit berkendara selama enam jam untuk memasang bendera dan sejumlah benih di gurun pasir itu untuk mendirikan "Kerajaan Dixit" dan mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.
"Mengikuti aturan dan etika peradaban awal, jika Anda ingin mengklaim wilayah maka Anda harus menumbuhkan tanaman di sana. Saya sudah menebar benih dan menyiram air, wilayah ini milik saya," kata Dixit menegaskan.
"Negeri ini masih berupa gurun pasir tandus. Namun, dengan bantuan dunia dan ilmu pengetahuan modern, kami akan mengubahnya menjadi negeri yang subur dan sensitif secara ekologis," lanjut Dixit.
"Saya adalah seorang raja! Ini bukan gurauan, saya memiliki negara sendiri sekarang! Saatnya untuk mengirim surat ke PBB," tambah dia.
Dixit bukan orang pertama yang mengklaim sebuah wilayah menjadi miliknya.
Pada 2014, seorang pria asal AS bepergian ke gurun dan menjadikan anak perempuannya sebagai putri "Kerajaan Sudan Utara".
Namun, berdasarkan hukum internasional, hanya sebuah negara yang bisa mengklaim kedaulatan atas sebuah wilayah.