Pengamat Sosial: Pemerintah Harus Mampu Memaksa Perusahaan Patuhi Aturan THR

Dalam PP itu perusahaan diwajibkan sudah membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi para pekerjanya paling lambat H-7

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
Tribun Sumsel
THR 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Pengamat Sosial Untan, Viza Julian mengatakan bahwa masih dijumpai kasus-kasus perusahaan yang abai terhadap hak-hak pekerjanya, khususnya terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.

Dalam PP itu perusahaan diwajibkan sudah membayar Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan bagi para pekerjanya paling lambat H-7 atau tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri.

“Seharusnya hal seperti itu tidak boleh terjadi. Aturan terkait ketentuan besaran pembayaran THR dan batas waktunya sudah jelas,” ungkapnya saat diwawancarai Tribun Pontianak, Kamis (7/6/2018) sore.

Baca: Jadi Kebanggaan, Kayong Utara Kedatangan Personel Baru Asli Putra Daerah

Seyogyanya, aturan terkait hal ini harus dipatuhi oleh seluruh perusahaan. Menurut dia, perlu ketegasan pemerintah melalui dinas terkait agar memastikan perusahaan-perusahaan khususnya di Kalbar untuk mentaati kesepakatan yang sudah ada.

“Pemerintah harus mampu memaksa perusahaan memenuhi itu. Karena itu hak setiap pekerja dan perusahaan tidak boleh menggampangkannya,” terangnya.

Tindakan tegas juga harus dibuktikan dengan tindak nyata agar benar-benar membuat efek jera bagi perusahaan-perusahaan bandel untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

“Saya tegaskan kembali pemerintah harus tegas agar hak-hak para pegawai terpenuhi,” katanya.

Jika ada saran terkait adanya pembuatan Peraturan Daerah (Perda) ketenagakerjaaan di Kalbar, Viza menambahkan boleh-boleh saja asalkan tidak bertolak belakang dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

“Itu yang perlu dipastikan karena saya terkadang melihat ada Perda yang dibuat namun kadang-kadang bertentangan dan tidak sejalan dengan Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri dan lainnya,” jelasnya.

 Ia memberi catatan jangan sampai terjadi perbedaan antara Perda dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi.

“Jangan sampai ada perda yang dianulir oleh pemerintah karena jauh dari Undang-Undang atau peraturan lainnya,” harapnya.

THR Keagamaan, kata Viza, memang dibutuhkan oleh para pekerja. Namun, ia berpesan agar para pekerja tidak berlebihan merayakan hari raya lebaran sehingga berperilaku foya-foya.

“Secara sosial akan lebih baik bagi masyarakat untuk berhari raya sesuai budget yang ada. Ketika ada budget lebih silahkan, kalau tidak ada ya sudah. Sesuai kemampuan dan sewajarnya saja. Apalagi menjelang tahun ajaran baru sekolah, saya pikir perlu mengatur pengeluaran dengan baik,” tukasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved