Larangan 6 Poin Ujaran Kebencian Bagi PNS, Ini Tanggapan Anggota DPR RI Syarif Abdullah Alkadrie
Agar PNS tidak menjadi pihak-pihak yang ikut memperkeruh suasana bangsa dan negara di media sosial (medsos).
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Kalimantan Barat, Syarif Abdullah Alkadrie mengatakan dikeluarkannya enam poin aktivitas ujaran kebencian yang masuk dalam kategori pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) sebagai upaya agar PNS tidak menjadi pihak-pihak yang ikut memperkeruh suasana bangsa dan negara di media sosial (medsos).
“Saya kira tidak ada salahnya pemerintah melalui BKN mengeluarkan enam poin terkait ujaran kebencian. Sebab, berkaitan dengan sumpah jabatan PNS. Agar tidak terjadi persoalan yang mengakibatkan disharmonisasi,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak, Rabu (23/5/2018).
Baca: Danrem 121/ABW Ajak Masyarakat Jaga Keamanan Bangsa dan Negara
Ami Dullah sapaan akrabnya menegaskan PNS sudah ada kewajiban dan sumpah jabatan yang menjadi dasar dalam bertindak. PNS sebagai abdi negara merupakan orang-orang yang profesional yang memberikan pelayanan publik bagi masyarakat.
“Sebagai insan yang meladeni semua kegiatan masyarakat dalam rangka pelayanan publik. Saya kira lebih baik ada batasan itu, sehingga PNS tahu hak dan kewajibannya,” katanya.
Berkaca dari beberapa kasus PNS yang tersandung kasus ujaran kebencian di beberapa daerah di Indonesia, ia menyatakan tentunya menjadi evaluasi pemerintah ke depan terhadap para PNS.
“Kalau sekarang sudah ada yang terlanjur seperti itu sebelum ada enam poin larangan ini. Pemerintah harus evaluasi. Artinya perlu dipilah, mungkin ada mereka (PNS_red) yang terindikasi dan dianggap ujaran kebencian karena ketidaktahuannya,” jelasnya.
Orang nomor satu di DPW Nasdem Kalbar ini mengimbau PNS agar bisa mengendalikan diri saat menggunakan medsos. Perlu ketelitian apakah informasi yang disebar oleh oknum-oknum tertentu adalah benar atau tidak.
“Jangan langsung diekspos. Pikirkan apakah akibat ekspos akan menimbulkan keresahan. Saya pikir tidak hanya PNS, namun seluruh masyarakat Indonesia selaku pengguna medsos harus mengendalikan diri,” pintanya.
Terutama di tahun-tahun politik saat ini, ia meminta PNS menjaga netralitas dan tidak menjadi bagian dari penyebaran isu-isu politik praktis berbau Suku, Agama, Ras dan Antargolongan yang menyulut kebencian.
“Proses negara kita adalah demokrasi. Setiap lima tahun sekali ada proses pemilihan pemimpin. Kita harus menghormati segala proses dengan elegan sesuai koridor yang ditetapkan. Tidak perlu kita melakukan hal yang nantinya merugikan semua orang,” tandasnya.