Saksi Ahli LKPP: Ada Persekongkolan Horizontal Dalam Proyek Pengadaan Alkes RSUD SSMA Tahun 2012

Ia mengaku dihadirkan dalam perkara ini lantaran dimintai pendapatnya terkait dugaan kerugian negara senilai Rp 13.419.616.000

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Sultan Mohammad Alkadrie Pontianak, di Pengadilan Tipikor Pontianak, Jalan Uray Bawadi, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (24/4/2018) siang. Sidang lanjutan kali ini mendengarkan keterangan saksi ahli, yaitu Fachrurrozi yang merupakan pegawai dan menjabat sebagai trainer di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Satu orang saksi ahli bernama Fahrurrazi dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kesepuluh perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) ‎Pengadaan Alat Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (Alkes RSUD) Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak Tahun Anggaran 2012 digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Jalan Urai Bawadi, Kota Pontianak, Selasa (24/4/2018) pukul 11:10 WIB.

Ketiga terdakwa juga dihadirkan yakni pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yekti Kusumawati, Pemilik PT Bina Karya Sarana sekaligus Direktur PT Mitra Bina Medika Suhadi dan Direktur Utama PT Bina Karya Sarana Sugito.

Fahrurrazi merupakan pegawai Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP)  Pusat. Ia mengemban jabatan sebagai trainer, assesor, advisor dan pemberi keterangan keahlian.

Baca: Siap-siap Operasi Patuh Kapuas 2018 akan Digelar

Ia mengaku dihadirkan dalam perkara ini lantaran dimintai pendapatnya terkait dugaan kerugian negara senilai Rp 13.419.616.000 berdasarkan audit BPK RI dari pagu anggaran sebesar Rp 35 Miliar.

Dalam kesaksiannya, Fahrurrazi menegaskan proses pengadaan dalam proyek ini tidak berjalan sebagaimanamestinya seperti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah dan perubahannya.

 Proses pelaksanaan barang dan jasa tidak dilaksanakan dalam persiapan yang matang.

“Ada kondisi bahwa proses pengadaan harus segera dilaksanakan. Prosesnya dipercepat sehingga dalam pengadaan tidak rapi. Akhirnya, ada kebingungan pada saat melaksanakan pengadaan, seperti dalam penyusunan spesifikasi, penyusunan Harga Perkiraan Sementara (HPS) dan rancangan kontrak,” terangnya saat persidangan.

Perencanaan yang tidak matang berdampak ada celah yang memungkinkan pihak-pihak tertentu mengambil manfaat. Ia mengakui berdasarkan informasi yang diterima dari penyidik kepolisian bahwa terdapat indikasi-indikasi penyelewengan dalam perkara ini.

Baca: Wah! Hanya DP Rp 500 Bisa Indent Lexi 125 cc

“Satu diantaranya adanya pengalihan pekerjaan dari pemenang lelang ke pihak lain. Sebenarnya, tidak boleh mengalihkan pekerjaan dan sudah diatur dalam Pasal 87,” terangnya.

Jika ternyata pengalihan pekerjaan terpaksa dilakukan karena sesuatu hal mendasar dan urgen, maka pemenang lelang harus lapor ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“Lalu, PPK akan melakukan penilaian untuk mengantisipasi barang baru yang ditawarkan berbeda dengan dokumen penawaran sebenarnya. Pengalihan harus dilaporkan ke PPK dan mendapat persetujuan ke PPK. Hal yang tidak boleh adalah dilakukan pengalihan sembunyi-sembunyi,” jelasnya.

Selain indikasi pengalihan pekerjaan, ada indikasi lain yakni terjadi persekongkolan horizontal yang dilakukan para penyedia yang ikut pelelangan. Misalnya, dalam proses lelang ada tiga penyedia yang memasukkan penawaran, namun sebenarnya tiga penyedia itu adalah pemilik yang sama dan saling mengatur.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved