Dedy: Yang Membunuh Bahasa Daerah Bukan Karena Kebijakan Pemerintah Tapi Kita Sendiri
Beberapa faktor di antaranya ada yang malu menggunakan bahasa daerah hingga ada juga faktor berupa pengaruh penggunaan media sosial.
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Madrosid
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINGKAWANG - Penyuluh bahasa dari Balai Bahasa Kalimantan Barat, Dedy Ari Asfar mengatakan, menurunnya penggunanaan bahasa daerah atau bahasa ibu di lingkungan masyarakat, bukan disebabkan oleh kebijakan pemerintah.
Namun lebih kepada beberapa faktor di antaranya ada yang malu menggunakan bahasa daerah hingga ada juga faktor berupa pengaruh penggunaan media sosial.
"Yang membunuh bahasa daerah bukanlah kebijakan negara, tetapi kita sendiri, tidak pernah negara mengeliminasi bahasa daerah melalui bahasa Indonesia, Salah satu faktor yang berpengaruh adalah saat warga dari desa datang ke kota kemudian dia malu menggunakan bahasa daerahnya meskipun di lingkungan keluarga," katanya, Jumat (13/4/2018).
Baca: Menteri Sosial Akan Kunjungi Sambas
Cara yang baik dalam mempertahankan eksistensi bahasa daerah adalah melalui penggunanaannya di lingkungan keluarga, sehingga kelestarian bahasa ini tetap terjaga.
"Seharusnya peran kita di rumah menggunakan bahasa daerah atau bahasa ibu, agar kelestarian bahasa daerah tetap terjaga," tuturnya.
Disisi lain kata Dedy, untuk penggunaan Bahasa Indonesia dapat dilakukan dalam konteks formal, sehingga kemudian baik bahasa daerah maupun bahasa Indonesia dapat menjadi sarana berkomunikasi yang baik.
"Untuk konteks tidak formal bisa digunakan bahasa ibu atau bahasa daerah, namun akan berbeda jika dalam konteks formal maka bahasa Indonesia harus dipergunakan," ujarnya.
Secara garis besar ada tiga bahasa yang terdapat di Indonesia, pertama adalah bahasa daerah kemudian bahasa Indonesia dan terakhir bahasa asing. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang menjadi perekat persatuan bangsa.