Kriminalitas Libatkan Kekerasan di Pontianak, Ini Analisis Pengamat
Sehingga, secara umum jika ketidakmerataan itu terjadi di suatu masalah maka memicu kriminalitas.
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Pengamat Sosial FISIP Untan, Viza Julian memberikan analisis terkait peristiwa kriminal melibatkan kekerasan yang terjadi dalam empat hari terakhir di Kota Pontianak. Kasus terbaru perampokan menggunakan senjata api yang terjadi di Kompleks Bali Mas 2, Jalan Parit Haji Husin II Pontianak, Rabu (21/3/2018) pukul 13.00 WIB. Simak tanggapanya dalam tulisan berikut ini :
“Sebagai Sosiolog, saya akan melihat dari sesuatu yang sifatnya general dulu. Secara umum hampir dipastikan pada saat kita bicara soal meningkatnya tingkat kriminalitas terutama dengan kekekerasan, lazimnya dikarenakan ada gap atau jarak terlalu jauh antara kelompok miskin dan kelompok yang kaya.
Jadi biasanya disparasi itu yang miskin terlalu banyak, sedangkan yang terlalu kaya jumlahnya sedikit. Sehingga, secara umum jika ketidakmerataan itu terjadi di suatu masalah maka memicu kriminalitas.
Namun, jika kita masuk ke wilayah lebih spesifik, hampir benar-benar tidak ada satupun negara yang bisa dalam waktu singkat menyelesaikan masalah ketimpangan atau lain-lainnya.
(Baca: Pj Gubernur Kalbar Kunker ke Sekadau )
Misalnya dalam konteks Indonesia, kalau kita menunggu terjadi pemerataan dari segi kesejahteraan maka tidak akan beres-beres masalahnya.
Lantaran itu, setiap negara akan memulai dengan melakukan langkah-langkah bersifat kuratif yakni penerapan sanksi. Diakui atau tidak, sanksi punya peran penting dalam mencegah dan mengurangi tingkat kriminalitas.
Umpamanya, melalui penerapan hukum yang berat atau kepastian terhadap hukum. Ketika melakukan tindakan kriminalitas seperti pembunuhan, maka sanksi yang berat tetap akan berpengaruh terhadap kekhawatiran orang untuk berbuat ulang melakukan kekerasan.
Penegakan hukum jika memang diterapkan maka itu menjadi penting. Kalau misalnya dulu seringkali memberikan hukuman mati kepada seseorang, tapi kemudian sampai berpuluh-puluh tahun tidak dieksekusi. Itu juga tidak menimbulkan dampak kepada masyarakat secara umum.
Dalam konteks kriminalitas ini, saya berpikir bahwa mau tidak mau sanksi lah yang penting untuk diberikan ke pelaku itu. Tujuannya memberikan sebagai bahan pemikiran bagi calon pelaku ke depan.
Penerapan hukum sekarang masih kurang, misalnya kalau kita lihat kasus di luar Kota Pontianak dan seringkali disorot media. Pada saat kita melakukan pembunuhan, terkadang ancamannya adalah penjara seumur hidup dan itu belum benar-benar ada bahwa pelaku pembunuhan di hukum mati.
Atau kita lihat kriminalitas non kriminalitas seperti korupsi, jarang sekali koruptor yang dihukum sampai dimiskinkan benar-benar sehingga menimbulkan dampak psikologis yang besar bagi sang pelaku dan calon pelaku berikutnya. Menurut Saya dalam konteks Indonesia masih belum diterapkan.
(Baca: Rustammy Harap Polisi Segera Menangkap Dua Terduga Perampok )
Ini mulai ada semacam harapan ketika kita menerapkan eksekusi terhadap para gembong narkoba. Sekarang orang takut sekali tertangkap dalam kasus narkoba, Memang kita tidak bisa melihat misalnya menghukum mati dua atau tiga orang lalu kemudian menyebabkan langsung selesai permasalahannya.
Namun, itu harus dilakukan kontinyu dalam waktu cukup panjang, sehingga jadi bagian budaya kita. Pada akhirnya, budaya itu baik atau buruk adalah bagian dari penerapan sanksi berulang-ulang.
Saya harap aparat kepolisian cepat mengusut ini, bangkitkan kepercayaan masyarakat akan penegakan hukum. Karena tindakan main hukum sendiri oleh masyarakat diawali ketidakpercayaan publik terhadap hukuman yang tidak berat atau pelaku kejahatan yang tidak tertangkap.
Pada dasarnya kejahatan dalam bentuk kriminal ini mencari orang yang mudah untuk dijadikan calon korban. Saya imbau masyarakat jangan melakukan sesuatu yang menimbulkan kesan bahwa anda akan mudah menjadi korban kejahatan.
