Direktur PPSW: Korelasi Kemiskinan dengan Stunting Sangat Erat

Masalah pengetahuan yang masih terbatas misalnya untuk pengolahan makanan bergizi itu juga menjadi sumbangsih penyebab stunting.

Penulis: Nina Soraya | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ NINA SORAYA
Direktur PPSW Reny Hidjazi (kiri) saat memberian pemaparan terkait isu Stunting dalam Forum Diskusi Jurnalis, Selasa (28/11/2017). 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Nina Soraya

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Borneo, Reny Hidjazi, menyebutkan masih banyak pemahaman yang salah tentang isu stunting.

"Pengetahuan tentang stunting yang masih sangat sedikit diterima perempuan terutama di desa," kata Reny saat menjadi pembicara dalam Forum Diskusi Jurnalis yang digelar IMA World Health bersama Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, di Balai Bahasa, Selasa (28/11/2017).

Bicara stunting, kata Reny, maka ini juga sangat terkait dengan 1.000 hari pertama kehidupan.

(Baca: Himapol Fisip Untan Gelar Pelatihan Sekolah Legislatif )

"Titik rawan stunting itu satu diantaranya saat masa awal kehamilan. Ada masa ngidam, nah ini sangat rawan, biasanya perempuan malas makan. Makan alakadarnya sehingga gizi tidak terpenuhi," jelasnya.

Masalah pengetahuan yang masih terbatas misalnya untuk pengolahan makanan bergizi itu juga menjadi sumbangsih penyebab stunting.

(Baca: Banjir Landa Kapuas Hulu, Ini Imbauan Bupati Nasir Agar Warga Waspada )

Dia menuturkan kemiskinan perempuan sangat berkorelasi pula dengan stunting.

Satu di antaranya kemiskinan perempuan bisa dilihat jika sehari dia tidak bisa memenuhi makan tiga kali sehari, maka si perempuan dianggap miskin. Kondisi miskin juga bisa dilihat dari kesulitan terhadap semua akses, termasuk akses informasi.

"Hubungan kemiskinan dengan stunting sangat dekat. Ketika kondisi miskin di perempuan dia tidak bisa menyiapkan makanan yang bergizi. Kondisi ini mempercepat stunting," papar Reny.

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak setelah anak berusia dua tahun.

Direktur PPSW Borneo ini juga turut menggugat peran pria dalam hal mencegah stunting.

"Biasanya bapak bapak ini sebagai pemberi nafkah jadi tidak mau terlalu tahu soal pencegahan stunting. Padahal keterlibatan para suami inijuga penting dengan membantu sang istri terutama soal pemberian asupan makanan bergizi. Kita juga berharap para suami mau mengantar istri saat pemeriksaan dan mau mencari info dan mendengarkan informasi tentang stunting ini," sampainya. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved