Harga Gabah di Sambas Turun, Ini Pemicunya Kata Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan
Pemkab Sambas terus berupaya memberikan masukan kepada pemerintah pusat, agar kondisi ini menjadi perhatian.
Penulis: Tito Ramadhani | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Turunnya harga gabah dikarenakan terjadi peningkatan hasil produksi padi di Sambas. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Sambas, Musanif
Musanif berharap hal ini dapat menjadi perhatian pemerintah pusat agar di tahun mendatang tak kembali terulang.
"Tahun ini yang terparah, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Harga gabah turun drastis, satu di antara penyebabnya dikarenakan produksi padi kita ada peningkatkan," ungkapnya, Jumat (22/9/2017).
(Baca: KPK Lelang 22 Paket Barang Rampasan, Ada Mobil Berasal dari Jenderal Bintang Dua )
Namun Musanif menjelaskan, selain dipicu meningkatnya produksi padi, ada pula faktor lain yang mempengaruhi turunnya harga gabah ini, yang di antaranya dipengaruhi oleh mekanisme pasar.
"Ini juga dipengaruhi adanya mekanisme pasar yang sulit kita pahami. Untuk Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dikelola oleh Bulog hanya mencapai Rp 3.700 per kilo, namun persyaratan yang harus dipenuhi oleh petani, salah satunya adalah kadar air harus mencukupi syarat dari Bulog," jelasnya.
(Baca: SMP Satap di Lemukutan Memprihatinkan, Ini Klarifikasi dari UPT Disdikbud Bengkayang )
Pemkab Sambas terus berupaya memberikan masukan kepada pemerintah pusat, agar kondisi ini menjadi perhatian. Dengan harapan, kejadian turunnya harga gabah ini tak lagi terjadi di Sambas.
"Jadi pemerintah pusat jangan hanya mendorong peningkatkan produki saja, namun pemerintah pusat juga harus bisa menjamin harga pasar. Karena akhirnya yang diharapkan petani adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, tentunya berapa harga pasar yang bisa terserap dari hasil jerih payah petani," terangnya.
Musanif menambahkan, petani di Kabupaten Sambas sebenarnya berharap bisa menjual gabah dengan harga di atas harga pemerintah paling tidak Rp 4.000 per kilo.
"Kalau saja pemerintah bisa menetapkan harga Rp 4.500, ini baru bisa cukup mensejahterakan petani," sambungnya.