Pengamat Pendidikan: Provinsi Tidak Siap Kelola SMA
Kalau kita boleh jujur, orang provinsi itu tidak siap mengelola SMA, namun karena amanah UU mau tidak mau mereka tetap mengelola
Penulis: Syahroni | Editor: Rizky Zulham
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Syahroni
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Pendidikan Universitas Tanjungpura, Dr Aswandi menilai, kagetnya orangtua di Pontianak ketika harus membayar kembali uang sekolah di tingkat SMA, setelah adanya peralihan kewenangan dari kota ke provinsi adalah hal wajar.
Karena selama ini, mainset masyarakat selalu dibuat dengan sekolah gratis dan tidak mengeluarkan biaya.
Namun ia katakan sebelum kewenangan itu jatuh benar-benar pada provinsi telah dilakukan rapat dan musyawarah di DPRD Provinsi bersama gubernur dan kepala daerah lainnya untuk membahas hal tersebut.
"Sebenarnya masalah pembiayaan anak sekolah tingkat SMA setelah diambil alih oleh Provinsi telah dibicarakan. Kasus yang sama dengan Pontianak dan Kayong Utara,"ucapnya, Minggu (6/8/2017)
Namun ia katakan Kayong utara seingatnya sudah ada penyelesaian dan akhirnya tidak bayar juga seperti ketika dikelola oleh Pemdanya.
"Karena begitu dialihkan kewenangan inikan dibicarakan berkali-kali di DPRD Kalbar bersama gubernur, mengenai ini. Saat itu penyelesaiannya kalau tidak salah tetap tidak bayar," jelasnya.
Baca: Peralihan Pengelolaan SMA Bikin Dunia Pendidikan Mundur
Ia menjelaskan kalau provinsi memang berhak ketika mereka mau menggratiskan Pontianak dan Kayong Utara, karena dari awal memang dua daerah ini menggratiskan pendidikannya dan hingga 12 tahun.
Namin ia memberikan pertanyaan besar apakah provisni mampu, kalau kabupaten-kota lainnya juga minta digratiskan. Sementara provinsi tidak mampu.
"Kalau kita boleh jujur, orang provinsi itu tidak siap mengelola SMA, namun karena amanah UU mau tidak mau mereka tetap mengelola," katanya.
Bahkan akibat ketidaksiapan provinsi dalam mengelola SMA ini, Aswandi katakan akan berdampak oada mutu dan kualitas pendidikan Kalbar nantinya.
"Bisa kita lihat bersama nanti dengan ketidaksiapan provinsi ini, maka ini akan mengganggu mutu pendidikan itu sendri," tambahnya.
Selain itu ia juga memberikan tanggapannya mengenai orangtua khususnya di Pontianak yang kaget sekolah menjadi bayar, ia menilai ini kesalahan sejak awal. Selalu ia mengatakan kalau pendidikan ini tanggungjawab sama-sama, kalau orangtua di Pontianak kaget dan mengeluh setelah sekolah diambil alih provinsi sangat wajar, karena selama ini mereka tidak bayar dan itu menjadi program kota untuk membebas pendidikan 12 tahun.
"Dampak dari sekolah gratis selama ini bisa kita rasakan saat ini ketika sekolah bayar orangtua jadi salah pandang, karena memang tidak pernah bayar. Sekolah tidak bayar itu memang tidak mengedukasi juga, karena ketika seperti saat ini sekolah menjadi bayar menimbulkan keresahan pada orangtua. Sekolah tidak bayar itu apakah pencitraan dari pemimpin atau memang mau mengejar pembangunan manusia itu mereka yang tau," jelasnya panjang.