Sultan Hamid II, Perancang Garuda Pancasila yang Dilupakan

Dia dilupakan, karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu)

Editor: Arief
BBC INDONESIA
Sultan Hamid II (kanan) bersama Presiden Soekarno dalam sebuah acara menjelang Konferensi Meja Bundar 1949. 

Sejarah seringkali milik para pemenang, dan di sisi lain pihak yang kalah acapkali dilupakan.

Dalam sejarah kontemporer Indonesia, sosok Sultan Hamid II -yang pernah menjabat menteri negara dalam Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) pertama- barangkali termasuk kategori yang kalah.

Jasanya dalam merancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila, seperti dilupakan begitu saja setelah dia diadili dan dihukum 10 tahun penjara terkait rencana kudeta oleh kelompok eks KNIL pimpinan Kapten Westerling pada 1950.

"Dia dilupakan, karena dituduh terlibat peristiwa Westerling, termasuk ingin membunuh Sultan Hamengkubowo (Menteri Pertahanan saat itu)," kata sejarahwan Taufik Abdullah kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Selasa (2/6/2015).

Setelah upaya kudeta kelompok Westerling digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid "telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya."

Pada 22 Januari 1950, sekitar 800 orang pasukan KNIL pimpinan Westerling menduduki sejumlah tempat penting di Bandung, setelah menghabisi 60 orang tentara RIS. Mereka kemudian berhasil diusir dari Bandung.

Di Jakarta, empat hari kemudian, pasukan Westerling hendak melanjutkan kudeta, tetapi berhasil digagalkan karena lebih dulu bocor. Disebutkan, pasukannya berencana membunuh beberapa tokoh Republik, termasuk Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX.

Walaupun Sultan Hamid II membantah terlibat dalam upaya kudeta Westerling, pengadilan MA menyatakan dirinya bersalah. Kemudian dia dihukum penjara sepuluh tahun.

Dalam buku Nationalism dan Revolution in Indonesia (1952), George Mc Turnan Kahin, menulis setelah upaya kudeta itu digagalkan, temuan pemerintah RIS menyimpulkan Sultan Hamid "telah mendalangi seluruh kejadian tersebut, dengan Westerling bertindak sebagai senjata militernya."

Walaupun membantah terlibat dalam kasus itu, pengadilan menyatakan dirinya bersalah. Kemudian dia dihukum penjara sepuluh tahun. "Di situlah namanya habis. Dia dianggap pengkhianat," kata Taufik Abdullah.

Perancang lambang negara

Sejarah resmi Indonesia kemudian melupakannya. Ketika pria kelahiran 1913 ini meninggal dunia lebih dari 35 tahun silam, jasadnya bahkan tidak dikubur di makam pahlawan.

Sosok penyokong konsep negara Federal ini seperti dihilangkan, walaupun dia adalah perancang lambang negara Indonesia, burung Garuda Pancasila.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved