Selain penghormatan bagi yang gugur, acara tersebut juga menjadi perayaan kepulangan unit tentara Korea Utara yang selamat.
Mereka disebut Kim sebagai “tentara heroik” dan disambut dengan penuh pujian.
Foto-foto yang dirilis KCNA memperlihatkan suasana haru: keluarga tentara menangis, Kim merangkul mereka, dan para prajurit berdiri tegak dengan seragam penuh tanda jasa.
Bagi Korea Utara, ini adalah upaya membangun narasi heroisme sekaligus memperkuat legitimasi kepemimpinan Kim.
Namun di balik narasi itu, fakta berbicara lain.
Menurut perkiraan intelijen Ukraina dan Amerika Serikat, dari sekitar 12.000 tentara Korea Utara yang dikerahkan, hampir 4.000 orang tewas atau terluka.
Angka itu menunjukkan betapa beratnya kerugian yang harus ditanggung Pyongyang.
Korea Utara dan Rusia: Aliansi yang Kontroversial
Pengiriman pasukan Korea Utara ke Rusia bukanlah sesuatu yang diumumkan secara terbuka sejak awal.
Pyongyang sempat menolak mengonfirmasi keterlibatan mereka.
Namun, sejak pertemuan tingkat tinggi antara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada tahun lalu, kolaborasi militer keduanya semakin terbuka.
Bagi Rusia, dukungan Korea Utara berarti tambahan tenaga manusia dan peralatan militer dalam invasi yang berlarut-larut.
Bagi Korea Utara, partisipasi ini dipandang sebagai strategi memperkuat hubungan dengan sekutu lama sekaligus mencari keuntungan ekonomi dan politik di panggung global.
Dampak Geopolitik
Bagi Rusia, pasukan tambahan memberi napas baru di tengah perang yang menguras sumber daya.