Apakah Gunung Rumput Sambas yang Viral Punya Jalur Pendakian Resmi? Ini Jawaban Kades Sanatab

Penulis: Imam Maksum
Editor: Faiz Iqbal Maulid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GUNUNG RUMPUT SAMBAS - Foto kolase pegiat alam, Riki dan 13 pendaki lainnya ketika berada di puncak Gunung Rumput, Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalbar, Minggu 17 Agustus 2025 (kiri). Lokasi Gunung Rumput Sambas yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SAMBAS - Gunung Rumput di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar) telah menjadi salah satu jalur pendakian gunung terpopuler di Kalbar.

Gunung Rumput ini memiliki ketinggian mencapai 159 mdpl sekaligus jadi puncak tertinggi Kabupaten Sambas.

Menariknya gunung ini berada tepat di perbatasan Indonesia dan Malaysia, menjadikannya benteng alam sekaligus destinasi yang menantang bagi para pendaki.

Lantas yang jadi pertanyaan apakah ada jalur pendakian resmi di gunung ini?

Pertanyaan itu mulai bermunculan imbas insiden Gunung Bawang di Kabupaten Bengkayang yang menewaskan satu pendaki akibat tersambar petir.

Insiden itu sempat mencuri perhatian para pendaki gunung se-Indonesia sebagai pengingat akan keselamatan selama mendaki.

Jalur Pendakian Gunung Rumput Sambas, Kades Sanatab Ungkap Belum Resmi

Gunung Rumput Belum Punya Jalur Pendakian Resmi

Ternyata, Gunung Rumput Sambas belum memiliki jalur pendakian resmi yang dikelola desa setempat.

Hal itu diungkap Kepala Desa Sanatab, Sajingan Besar, Rino.

Rino mengaku meski Gunung Rumput belum memiliki jalur pendakian resmi akan tetapi pihak desa tetap terbuka bagi pendaki yang hendak melakukan pendakian.

"Desa belum membuka secara resmi jalur pendakian. Bila ada penggiat alam atau pendaki yang memang ingin mendaki silahkan," ujar Rino, kepada TribunPontianak.co.id, Kamis 21 Agustus 2025.

Rino menyebutkan, karena hal tersebut apabila ada penggiat alam maupun pendakian yang hendak melakukan pendakian pihaknya tak melarang.

Namun segala resiko selama pendakian tersebut ditanggung oleh pendaki sendiri.

"Akan tetapi desa belum bisa menanggung resiko dan keamanan apabila sesuatu buruk terjadi. Alam itu milik semuanya jadi siapa saja silahkan mendaki, silahkan mengeksplorasi alam di Gunung Rumput," katanya.

Dia menjelaskan, jalur pendakian Gunung Rumput melewati jalur bekas warga terdahulu terutama para nenek moyang.

Nenek moyang, kata dia, memang sering berkebun, berburu, hingga mendampingi tentara ke jalur-jalur perbatasan.

"Jalur itu memang ada bekas-bekas orang dahulu, nenek moyang kami, mereka berladang berpindah, berkebun mencari makanan ke hutan, dulu juga pernah ikut mendampingi tentara ke atas," katanya.

Fasilitas Pendakian Belum Memadai

Rino turut mengingatkan kalau fasilitas pendakian Gunung Rumput belum memadai karena belum dikelola resmi.

Jalur pendakian Gunung Rumput kata Rino, belum memiliki pos registrasi, basecamp, dan fasilitas penunjang keamanan dalam pendakian.

Lebih jauh, Rino menilai potensi geliat wisata alam ini cukup besar, terutama bagi pencinta alam dan penggiat alam. 

"Namun bagi orang yang awam mungkin wisata ini masih kurang diminati atau terlalu berisiko," ujarnya.

Dia menegaskan, pihak desa terbuka bagi pendaki berpengalaman bila ingin muncak ke atas Gunung Rumput. 

"Silahkan datang dan meminta pendampingan ke masyarakat lokal, sesuai kesepakatan," katanya.

Rayakan Kemerdekaan di Jalur Sunyi, Riki Taklukkan Puncak Gunung Rumput, Atap Tertinggi Sambas

Cerita Lengkap 7 Pendaki Tersambar Petir di Gunung Bawang Bengkayang

Cerita ini berawal dari tujuh pendaki yang gembira karena wacana mereka untuk mendaki Gunung Bawang Bengkayang akhirnya terwujud pada 31 Juli 2025 berujung malapetaka.

Berikut cerita lengkapnya:

1 Agustus 2025 pukul 06.00 WIB - Tiba di Bengkayang

Mereka berangkat dari Kota Pontianak pada malam 31 Juli, sekitar pukul 24.00 WIB malam lalu tiba di Bengkayang pukul 06.00 WIB pagi keesokan harinya pada 1 Agustus.

Setibanya di Bengkayang, mereka singgah di minimarket terdekat sambil menunggu Ali, teman yang sudah lebih dulu tiba.

Di sana, mereka juga membeli perlengkapan seperti air minum, mie instan, dan alat makan.

Setelah semua berkumpul, mereka melanjutkan perjalanan menuju basecamp di desa terakhir, yaitu Desa Suka Bangun atau dikenal juga sebagai Lembah.

Awalnya, hanya empat orang yang merencanakan pendakian.

Namun, Alponso kemudian menghubungi Fadil karena ingin ikut mendaki, meski belum memiliki tim.

"Dia bilang, 'Boleh gak saya gabung? Saya gak ada tim'," kenang Ega saat ditemui, Senin 4 Agustus 2025.

Ajakan Alponso itu pun disambut hangat. 

Mereka berlima, termasuk Alponso, berkumpul di rumah Fadil di kawasan KS Tubun, Pontianak.

Sementara Ali dan Yolen bergabung di Alfamart Bengkayang.

Yolen adalah teman Alponso yang juga tertarik ikut mendaki.

1 Agustus 2025 pukul 08.00 WIB - Mulai Pendakian dan Menuju Basecamp

Pukul 08.00 WIB pagi, mereka langsung menuju basecamp dan memulai pendakian melalui jalur Lembah.

Menurut Ega, perjalanan awal terasa ringan dan penuh tawa, terutama karena kehadiran Alponso yang dikenal ceria.

Sebelum mendaki, mereka sempat bertanya kepada warga setempat soal kondisi cuaca.

"Kata warga, udah empat bulan kemarau, gak ada hujan," jelas Ega.

Warga juga menyarankan agar mereka membawa air dari Pos 1 karena kemungkinan besar Pos 2 dan Pos 3 kekeringan.

Namun, saat tiba di Pos 2, mereka justru mendengar suara aliran air yang cukup deras.

Pendakian menuju puncak memakan waktu sekitar 12 jam.

1 Agustus 2025 pukul 20.00 WIB - Tiba di Puncak Gunung Bawang

Jerih payah mereka mendaki Gunung berketinggian 1471 mdpl itu terbayarkan.

Mereka berhasil mencapai puncak sekitar pukul 20.00 WIB malam.

"Sampai puncak tuh cuacanya cerah banget, bintang terang," kenang Ega.

Selama perjalanan, tidak ada kejadian mistis atau aneh yang mereka alami.

Jalur pendakian awalnya kering, namun setelah melewati bebatuan dan hutan lumut, kondisi mulai lembap dan basah karena malam telah tiba.

Setibanya di puncak, mereka langsung mendirikan tenda dan makan.

Hingga pukul 23.00 WIB, mereka masih bercerita-cerita di bawah langit yang cerah dan berbintang sebelum akhirnya tidur.

Musibah datang menjelang subuh.

4 Gunung dengan Jalur Pendakian Ekstrem di Ketapang, Siap Uji Mental dan Fisik Pendaki!

2 Agustus 2025 pukul 04.00 WIB - Hujan Mulai Turun

Hujan mulai mengguyur sekitar pukul 04.00 WIB pagi.

Mereka menempati tiga tenda. 

Tenda bagian tengah bocor, sehingga penghuninya terbangun.

Mereka menyuruh teman-teman yang tendanya bocor untuk pindah ke tenda di sebelah.

Setelah itu, mereka tidur lagi.

2 Agustus 2025 pukul 06.00-06.30 WIB - Sambaran Petir Pertama

Insiden ini dimulai ketika tenda Ega mulai terasa berembus dan ia terbangun sekitar pukul 05.30 WIB atau 06.00 pagi WIB. 

Seluruh penghuni tendanya yang berjumlah tiga orang juga terbangun. 

Mereka duduk-duduk sambil bersandar dan bercerita.

Kondisi saat itu hanya hujan biasa, tidak terlalu lebat, dengan angin dan gemuruh guntur yang samar di kejauhan. 

"Nggak ada nyambar-nyambar dulu," kata Ega.

Tiba-tiba, saat mereka sedang bersandar, petir langsung menyambar tenda mereka.

Itu merupakan sambaran pertama. 

"Langsung tenda hancur, berasap," ujarnya. 

Kejadian itu berlangsung sekitar pukul 06.00 WIB atau 06.30 WIB pagi.

Ega mengingat, saat sambaran petir pertama, ia langsung terpental.

Ia dan dua temannya di tenda itu terjatuh. 

Ega merasa pandangannya keruh dan hanya bisa sadar, tetapi tidak bisa bergerak.

Ia yakin tidak akan selamat.

Sementara itu, teman-temannya kesakitan dan berteriak.

2 Agustus 2025 pukul 06.35 WIB - Sambaran Petir Kedua

Sekitar 3 sampai 5 menit kemudian, petir kembali menyambar. 

Kali ini, sambaran kedua mengarah ke tenda sebelah, namun tenda Ega hanya merasakan tegangan listrik, meskipun kembali terguncang. 

"Itu saya tercampak ke depan," ungkap Ega.

Setelah dua kali sambaran petir di puncak, mereka memutuskan untuk keluar dari tenda meskipun hujan masih turun. 

"Apa yang terjadi kita merangkak aja," kata Ega. 

Mereka merangkak dan berguling karena sakit.

2 Agustus 2025 pukul 08.00 WIB - Kondisi Alponso Memburuk

Saat mereka sudah berada di bawah, Ali mengabarkan bahwa Alponso pingsan. 

Dengan kondisi yang tidak bisa bergerak dan pakaian basah kuyup karena kedinginan, mereka memutuskan untuk menunggu teman-teman yang lebih kuat.

Sekitar pukul 08.00 WIB pagi, hujan mulai sedikit reda. 

Agil, Ali, dan Fadil, yang kondisinya agak lebih baik meski belum sepenuhnya fit, memutuskan untuk naik kembali ke puncak. 

Tujuan mereka adalah memastikan kondisi Alponso yang pingsan dan mengambil barang-barang penting seperti ponsel, dompet, kompor, dan gas untuk menghangatkan badan.

3 Gunung dengan Jalur Pendakian Menantang di Sanggau, Tertinggi di Kalimantan Barat hingga Hutan Tua

2 Agustus 2025 pukul 08.30-09.00 WIB - Alponso Meninggal

Kondisi Alponso makin parah dengan ditandai sudah pucat dan bibirnya kering. 

Ali sempat memberikan napas buatan, dan terdengar suara napas samar seperti ada air. 

Fadil melihat bahwa lidah Alponso tergigit dan sudah membiru.

Di sekitar pukul 09.00 WIB, mereka pun yakin Alponso sudah meninggal dunia.

Mereka merapikan tubuh dan jaket Alponso.

Ketika Agil sedang membereskan peralatan, ia melihat rambut Ali dan Fadil berdiri, menandakan adanya tegangan listrik. 

Khawatir akan sambaran petir ketiga, Agil langsung berteriak "Turun aja kita, berkejar! Turun, turun!"

Mereka langsung berlari menuruni puncak.

Menurut mereka, kemungkinan ada sambaran petir lagi yang mengenai Alponso di momen itu.

3 Agustus 2025 pukul 03.41 WIB - Ditemukan Tim SAR setelah Tersesat 16 Jam di Tengah Hutan

Setelah yakin Alponso sudah meninggal dunia, tiga orang Agil, Ali, dan Fadil turun dari puncak dan bergabung kembali dengan rombongan yang sedang menunggu di bawah.

Sementara itu, Ega dan dua rekannya yang menunggu di hutan mulai merasa cemas karena Agil dan tim belum juga kembali. 

“Kami udah mikir tuh, kayaknya mereka tersesat,” ujar Ega. 

Beruntung, mereka akhirnya dijemput tim penyelamat yang dipandu oleh warga berhasil ditemukan, setelah berjam-jam tersesat. 

Kapolres Bengkayang AKBP Syahirul Awab mengungkapkan proses evakuasi berjalan selama lebih dari 12 jam.

"Pada pukul 03.41 WIB (3 Agustus 2025), jenazah korban berhasil diturunkan dan langsung dibawa ke RSUD Bengkayang. Korban luka juga segera mendapat perawatan medis," ujarnya.

Ia menerangkan, tiga pendaki yang sempat tersesat karena mencari bantuan berhasil ditemukan dalam keadaan selamat oleh warga Dusun Madi, Kecamatan Lumar, pada Minggu pagi, 3 Agustus 2025.

"Langsung dievakuasi untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut," tambahnya.

Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkini