TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kabupaten Sintang menghadapi situasi darurat stunting setelah data terbaru menunjukkan angka prevalensi yang melonjak drastis.
Berdasarkan Survei Demografi Indonesia (SDI), angka stunting di Sintang kini mencapai 31 persen pada tahun 2024, menjadikannya yang tertinggi di Kalimantan Barat.
Angka ini terus meningkat tajam dari 18,7 persen pada 2022 dan 24,8 persen pada 2023.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah lima tahun (balita) yang ditandai dengan tinggi badan anak lebih pendek dari standar usianya.
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, Edi Harmaeni, menyampaikan kondisi memprihatinkan ini dalam acara Peresmian Proyek Tahun Anggaran 2024–2025 di Sekretariat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Sintang, Rabu, 20 Agustus 2025.
"Stunting bukan hanya soal tinggi badan, tapi juga menyangkut pertumbuhan otak dan masa depan anak. Jika kita tidak bertindak cepat, dampaknya akan terasa sepanjang hidup mereka," tegas Edi.
Baca juga: WADUH! Angka Stunting Naik Tajam, 31 Persen Anak di Sintang Stunting Pemda Perkuat Intervensi Gizi
Strategi Menekan Stunting dengan Intervensi Terpadu
Menanggapi lonjakan angka stunting ini, Dinas Kesehatan Sintang menyiapkan strategi melalui intervensi spesifik dan sensitif.
Intervensi spesifik berfokus pada pelayanan langsung kepada kelompok prioritas, yaitu ibu hamil, ibu menyusui, dan anak usia 0-23 bulan.
Baca juga: Pilu Gizi Buruk Bayi di Mamuju 2025, Potret Masalah Stunting yang Mendesak
Upaya yang dilakukan antara lain:
Deteksi dini masalah tumbuh kembang.
Edukasi dan konseling bagi orang tua.
Pemberian stimulasi perkembangan anak.
Menurut Edi, penanganan stunting tidak bisa dilakukan sendiri oleh Dinas Kesehatan.