Ia menambahkan bahwa pengunduran diri di menit-menit terakhir sering kali menunjukkan “kurangnya niat, kedewasaan, dan akuntabilitas,” dan menekankan pentingnya komunikasi terbuka.
"Jika ada yang terasa tidak benar: Anda bisa bicara. Anda bisa meminta kejelasan atau bantuan.
Anda bisa pergi dengan sadar, bukan dengan cara yang mudah," tambahnya.
Ia melanjutkan bahwa menurutnya tidak ada pekerjaan yang tanpa tantangan, dan pertumbuhan profesional sejati membutuhkan lebih dari sekadar menerima gaji.
"Tidak ada pekerjaan yang 'mudah'. Setiap peran membutuhkan komitmen, kesabaran, dan usaha. Pertumbuhan tidak datang dengan gaji pertama Anda — melainkan dengan ketekunan," tulisnya.
Sebagai penutup, ia mendesak para profesional untuk bertanggung jawab atas keputusan karier mereka.
"Jadi, sebelum menyalahkan 'budaya' atau 'ketidaksesuaian peran,' berhentilah sejenak. Renungkan. Berkomunikasilah.
Karena pada akhirnya, profesionalisme Anda tidak ditentukan oleh jabatan Anda — tetapi oleh tindakan Anda," demikian isi postingan tersebut.
Respons warganet
Postingan tersebut langsung menarik perhatian, dan banyak pengguna LinkedIn membagikan pendapat mereka.
"Orang itu tidak salah. Tapi sebagai HR, Anda seharusnya tidak mengunggah hal-hal seperti itu di media sosial. Itu jelas menunjukkan ketidakdewasaan Anda," tulis seorang pengguna.
Pengguna lain berpihak pada karyawan tersebut, dengan mengatakan, "Etika? Mari kita perjelas: gaji dibayarkan untuk pekerjaan yang sudah dilakukan – bukan untuk amal, bukan di muka.
Jika seseorang mengundurkan diri setelah menerima gaji, itu berarti mereka telah memenuhi kewajibannya untuk bulan itu.
Dan jangan lupa: biasanya masih ada masa pemberitahuan yang harus dijalani.
Jadi, perusahaan tidak ditipu atau dirugikan.