Penerapan Nilai-nilai Juang para Pahlawan dalam Kehidupan
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Cara terbaik untuk menghargai jasa para pahlawan adalah dengan meneladani nilai-nilai perjuangan yang dilakukannya.
Nilai-nilai perjuangan mereka patut kita teladani dengan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, serta bangsa dan negara.
1. Dalam kehidupan di lingkungan keluarga
- Membuka diri untuk menerima masukan dari anggota keluarga yang lain.
- Selalu menonton tayangan televisi yang memberikan kesempatan untuk memperluas cakrawala berpikir seperti menonton berita.
- Terbiasa dialog dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain serta pembantu rumah tangga.
- Menghargai hak anggota keluarga lainnya.
- Menerima pendapat yang dikemukakan oleh adik atau kakak, jika pendapat tersebut banyak mengandung manfaat bagi kehidupan.
- Beribadah tepat pada waktunya.
2. Dalam kehidupan di lingkungan sekolah
- Menghargai hasil karya teman.
- Tidak memaksakan kehendak kepada teman.
- Terbiasa berdialog dengan guru dan warga sekolah lainnya.
- Tidak pandang bulu dalam bergaul.
- Berani menegur teman yang berbuat tidak baik.
- Memberikan kesempatan kepada teman untuk menyampaikan pendapatnya.
3. Dalam kehidupan di lingkungan masyarakat
- Bersedia menerima masukan dari orang lain.
- Ikut serta dalam kegiatan gotong royong.
- Senantiasa terbuka terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya.
- Memanfaatkan teknologi untuk kepentingan masyarakat.
- Mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan setiap persoalan.
- Menolong orang lain yang sedang tertimpa musibah atau kesulitan.
- 4. Dalam kehidupan di lingkungan berbangsa dan bernegara
- Bekerjasama dengan bangsa lain.
- Melakukan kegiatan yang dapat mengharumkan nama bangsa.
- Berbuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Mencintai produk dalam negeri.
- Turut membela tanah air jika ada ancaman.
- Tidak merusak sarana atau fasilitas umum/negara.
C. Meneladani Sikap Kebersamaan dalam Musyawarah
Piagam Jakarta merupakan hasil keputusan bersama para tokoh dalam Panitia Sembilan yang dipimpin oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945. Pada Piagam Jakarta terutama pada alenia keempat tercantum rumusan dasar negara yang telah disusun secara bersama.
Dengan demikian, rumusan dasar negara Republik Indonesia bukan diambil dari pendapat yang dikemukakan oleh Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo atau Ir. Soekarno, akan tetapi merupakan hasil musyawarah para tokoh bangsa yang tergabung dalam Panitia Sembilan.
Pada perkembangan selanjutnya, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibubarkan oleh Jepang dan diteruskan perannya oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dibantu oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua.
Dalam sidang PPKI yang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945 akan menjadikan Piagam Jakarta sebagai bahan untuk menyusun Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi pada sebelum rencana tersebut disahkan, para peserta sidang mendengar informasi dari utusan Bala Tentara Jepang, bahwa sebagian daerah di kawasan Indonesia bagian timur yang tidak beragama Islam akan memisahkan diri, kalau Piagam Jakarta disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk itu dilakukan beberapa perubahan pada Piagam Jakarta terutama pada rumusan dasar negara yang tercantum dalam alenia keempat. Perubahan rumusan dasar negara yang dilakukan dengan merubah isi sila pertama yaitu Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan demikian, setelah dilakukan perubahan rumusan dasar negara menjadi:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.