TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MELAWI - Ayah mendiang Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage mengaku sempat diberikan kesempatan untuk dipertemukan dengan pelaku yang menyebabkan anaknya tewas mengenaskan dengan luka tembak di leher.
Y. Pandi mengungkapkan, kesempatan itu disampaikan penyidik Densus 88 Antiteror saat mengurus jenazah putranya di Mabes Polri, Jakarta.
"Saat itu, penyidik Densus 88 mengatakan, 'Pak kalau mau melihat pelaku, kami antarkan sekarang, atau mau ketemu kapolres Bogor kami siap antar. Kami fasilitas'," kata Yandi menirukan ucapan penyidik.
Saat itu, Y. Pandi dan istri tak langsung menyetujui kesempatan untuk menemui oknum polisi yang menewaskan anaknya tersebut.
Yang ada dipikirannya kala itu, dia hanya ingin segera membawa jenazah Bripda Ignatius pulang ke kampung halaman di Desa Pall, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi.
• BREAKING NEWS : Mabes Polri Tetapkan IM dan IG Sebagai Tersangka Kasus Kematian Bripda Ignatius
"Tapi setelah kami pikir, dari mabes Polri ke TKP (Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat) kan jauh. Sementara kita ngejar ke rumah sakit, karena berhalangan dengan waktu saya, saya harus cepat bawa anak saya ke Melawi. Jadi kami ndak bisa melihat pelaku dan ke TKP itu," kata Pandi.
Meski tak sempat bertemu pelaku yang menewaskan anaknya, Pandi berharap pelaku dapat mendapatkan hukuman berat.
"Harapan saya kami keluarga besar termasuk warga dayak, berharap kasus diungkap terang benderang supaya tidak timbul kasus baru. Kita tidak tahu setelah anak saya ini siapa lagi supaya kasus ini mereka bisa berbenah diri. Pelaku Dihukum Berat sesuai hukum yang berlaku," harap Pandi.
Dapat Kabar Anak Sakit Keras, Bukan Meninggal
Ayah mendiang Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage mengaku sempat diberikan kesempatan untuk dipertemukan dengan pelaku yang menyebabkan anaknya tewas mengenaskan dengan luka tembak di leher.
Y. Pandi mengungkapkan, kesempatan itu disampaikan penyidik Densus 88 Antiteror saat mengurus jenazah putranya di Mabes Polri, Jakarta.
"Saat itu, penyidik Densus 88 mengatakan, 'Pak kalau mau melihat pelaku, kami antarkan sekarang, atau mau ketemu kapolres Bogor kami siap antar. Kami fasilitas'," kata Yandi menirukan ucapan penyidik.
Saat itu, Y. Pandi dan istri tak langsung menyetujui kesempatan untuk menemui oknum polisi yang menewaskan anaknya tersebut.
Yang ada dipikirannya kala itu, dia hanya ingin segera membawa jenazah Bripda Ignatius pulang ke kampung halaman di Desa Pall, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi.
"Tapi setelah kami pikir, dari mabes Polri ke TKP (Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat) kan jauh. Sementara kita ngejar ke rumah sakit, karena berhalangan dengan waktu saya, saya harus cepat bawa anak saya ke Melawi. Jadi kami ndak bisa melihat pelaku dan ke TKP itu," kata Pandi.
Meski tak sempat bertemu pelaku yang menewaskan anaknya, Pandi berharap pelaku dapat mendapatkan hukuman berat.
"Harapan saya kami keluarga besar termasuk warga dayak, berharap kasus diungkap terang benderang supaya tidak timbul kasus baru. Kita tidak tahu setelah anak saya ini siapa lagi supaya kasus ini mereka bisa berbenah diri. Pelaku Dihukum Berat sesuai hukum yang berlaku," harap Pandi.
Dapat Kabar Anak Sakit Keras, Bukan Meninggal
Pandi, orangtua Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage, anggota Polri yang tewas diduga tertembak oleh rekannya sesama Polisi di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, bercerita panjang lebar soal kematian anak bungsunya.
Meski tampak sabar dan bercerita runut kronologi kematian anaknya, raut kesedihan Sekretaris Inspektorat Kabupaten Melawi ini tak dapat ditutupi.
Semula, orangtua Bripda Ignatius tidak tahu jika anaknya sudah meninggal dunia di RS Polri Keramat Jati di Jakarta.
Kabar yang diterima dari Mabes Polri maupun Polda Kalbar dan jajaranya, Y. Pandi hanya diberikan kabar jika anaknya sakit keras.
"Awalnya dapat kabar anak saya sakit keras. Kami merasa was-was dengan kabar itu karena keterangan yang diberikan tidak jelas anak saya sakit apa. Kecelakaan atau apa. Kalau kecelakaan mungkin kita ndak begitu khawatir," ungkap Pandi ditemui di rumah duka, Kamis 27 Juli 2023.
Pandi menerima telpon dari Mabes Polri jika anaknya sakit keras pada Minggu, 23 Juli 2023 siang. Semula, dia tak percaya dengan kabar tersebut.
Namun, setelah mendapatkan kabar serupa dari Polda Kalbar dan Polres Melawi, Pandi akhirnya bergegas menuju ke Pontianak menggunakan mobil menempuh waktu 8 jam perjalanan. Kemudian dilanjutkan menggunakan pesawat menuju Jakarta.
Sesampainya di Jakarta, Pandi dan istrinya bertemu dengan pejabat utama Densus 88 Satuan tempat anaknya bertugas selama kurang dari 2 tahun.
Pada Senin, 24 Juli 2023, Pandi barulah mengetahui bahwa anaknya sudah meninggal dunia akibat tertembak dari senpi seniornya di rusun Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu, pagi.
"Baru itulah kami tau bahwa anak kami sudah meninggal. Berarti minggu itu sudah meninggal saat kejadian itu," ungkapnya.
Dari keterangan penyidik, kata Pandi, awalnya anaknya kedatangan seniornya berkunjung ke rusun. Namun, entah apa yang terjadi, satu di antara seniornya mengeluarkan pistol dari tas lalu meletus.
"Mungkin ada pertengkaran atau ada mungkin kesalahpahaman dengan 3 seniornya ini tadi, tidak sengaja mengambil pistol yang ada ditas. Kemudian tidak disengaja senpi meledak dan mengenai anak saya," ungkap Pandi.
Peluru dari senjata api senior Bripda Ignatius mengenai batang leher sebelah kiri dan tembus sampai ke bawa telinga sebelah kanan.
"Kemudian, anak saya seketika jatuh dan meninggal di tempat. Tembakan yang membuat dia kehilangan nyawa," jelasnya.
Jenazah Bripda ignatius diautopsi di RS Polri Kemarat Jati di Jakarta. Sebelum dilakukan tindakan autopsi, keluarga diberi kesempatan untuk melihat jasad Ignatius.
"Sebelum diotopsi kami disilahkan melihat kondisi jenazah. Begitu saya masuk ke ruangan jenazah, saya bongkar saya lihat memang tidak (bekas) ada penganiayaan. Lebam ndak ada. Dari ujung kaki sampai rambut saya periksa tidak ada. Yang terlihat yang mematikan luka tembak di leher," ujar Pandi. (*)
Ikuti Terus Berita Lainnya di Sini