TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Setiap1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Di sektor perkebunan sawit, masih banyak persoalan yang mendera para buruh perkebunan sawit tersebut.
Seperti adanya kepastian akan status yang dimana selama bertahun-tahun masih memiliki status sebagai buruh harian lepas, bahkan kehadiran Undang-undang (UU) Cipta Kerja turut merugikan para buruh di perkebunan sawit.
Karena dianggap melegalkan praktek hubungan kerja rentan di perkebunan sawit, menghilangkan kepastian kerja, upah hingga kepastian perlindungan sosial serta kesehatan.
Direktur Eksekutif Teraju Indonesia, Agus Sutomo menjelaskan untuk luas perkebunan sawit di Kalbar sendiri sudah sebanyak 2jutaan hektare lebih untuk yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan terluas nomor dua di Indonesia setelah Riau.
"Secara Izin Usaha Perkebunan (IUP) itu sekitar 4jutaan hektare, itu artinya masih ada yang tersisa, yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan ini belum lagi masuk kedalam pajak dan lain sebagainya," katanya dalam acara triponcast edisi Rabu, 3 Mei 2023.
Ia juga mengungkapkan untuk jumlah pekerja buruh perkebunan sawit yang ada di Kalbar sendiri sebanyak kurang lebih 500an ribu, menurut data yang diambil sejak tahun 2018 hingga 2020.
• Hari Buruh, Serikat Pekerja Perkebunan Dukung Penuh Transformasi Perkebunan Nusantara
Dengan adanya jumlah tersebut, masih banyak buruh perkebunan sawit masih tidak memiliki kepastian akan kontrak kerja.
"Banyak sekali, tanpa adanya perjanjian kerjasama tertulis, dan didalam Undang-undang sendiri itu ada perjanjian tertulis dan tidak tertulis, namun masih banyak juga yang melakukan perjanjian secara tidak tertulis dan itu yang berbahaya," katanya.
Dengan adanya hal tersebut ia juga berharap perusahaan harus jujur dan pemerintah juga harus turun kelapangan untuk melakukan pengecekan data,
"Jika adanya alasan kekurangan orang ya tinggal ditambah orangnya juga budget yang kurang ya tinggal ditambah saja budgetnya," tegasnya.
Agus juga mengatakan, jika adanya perusahaan yang baik dan jujur, pemerintah juga berhak memberikan reward kepada perusahaan tersebut karena sudah baik juga kepada karyawannya.
"Jangan pajaknya diambil rewardnya gak dikasi," katanya.
Ia menambahkan buruh harian lepas yang sering ditemui didalam buruh perkebunan sawit yakni masyarakat lokal dan didominasi oleh kaum perempuan.
"Jika dilihat dari 500ribu itu sebanyak 30-40 persen itu buruh perempuan, dan mereka-mereka ini rata-rata bersentuhan dengan zat-zat kimia, seperti pupuk dan sebagainya," jelasnya.
Agus juga memaparkan beberapa tahun lalu juga sempat terdapat salah seorang buruh yang harus meninggal karena terpapar dari efek samping zat kimia tersebut.