Khazanah Islam

Apa Arti Musyahadah? Konsep Penyaksian Manusia pada Allah SWT

Editor: Hamdan Darsani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Secara istilah, Imam al-Qusyairiyah mengatakan bahwa musyahadah adalah merasakan adanya kehadiran Allah SWT.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Musyahadah berasal dari kata syahada, yusahidu, musyahadah berarti melihat, memandang atau menyaksikan.

Secara istilah, Imam al-Qusyairiyah mengatakan bahwa musyāhadah adalah merasakan adanya kehadiran Allah SWT.

Sehingga demikian keadaan batin seorang hamba merasakan berhadapan dengan Allah SWT.

Tetapi bukanlah hakikatnya demikian karena mustahil dan tidak akan terjadi Allah berada dihadapan manusia, Sebab Allah bukan makhluk.

Maksudnya, hanya ia merasakan hadirnya Allah, seolah-olah atau seakan-akan Allah itu berhadap-hadapan dengannya.

Apa Arti Muraqabah dalam Islam? Perilaku Muslim Agar Terjaga dari Godaan

Penggunaan kata “seakan-akan atau seolah-olah” sebagai bentuk kata untuk sebuah kesadaran jiwa dan kedekatan hati hamba kepada Tuhannya.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya:

“Jika kamu tidak melihat-Nya, kamu harus yakin bahwa Dia melihatmu”.

Rasulullah tidak menyabdakan “seakan-akan melihatmu.”(HR.Muslim)

Musyahadah merupakan ajaran tasawuf dimana seorang hamba berkeyakinan bahwa dirinya telah berhadapan langsung dengan Allah SWT saat melakukan ibadah.

Seorang hamba tidak lagi memperhatikan bahwa Allah SWT telah berada di sampingnya, maka dirinya sendiri tidak dihiraukan lagi.

Allah berfirman sebagaimana berikut:

وَلِلَّهِ ٱلْمَشْرِقُ وَٱلْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجْهُ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui. (QS Albaqarah ayat 115)

Hal itu menunjukkan bahwa sebuah pendekatan atau taqarrub sampai seakan-akan melihat-Nya adalah akibat dari kesadaran kuat bahwa Allahlah yang melihat kita.

Kesadaran jiwa bahwa Allah SWT melihat diri kita terus menerus menimbulkan sebuah refleksi pada diri kita.

Arti dan Dalil Tentang Keharusan Muhasabah oleh Manusia Saat Hidup di Dunia

Kesadaran menyaksikan dan memandang Allah ini diekspresikan sufi dalam pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya,

Sesuai dengan kondisi ruhani masing-masing. Ada yang menyadari pada tingkat Asma Allah,

Ada pula sampai kepada sifat Allah, bahkan ada yang sampai ke Dzat Allah.

Lalu kemudian turun kembali melihat Sifat-sifat-Nya,

kemudian asma-asma-Nya, lalu melihat alam semesta dan makhluk-Nya.

Tercapainya musyāḥadah ini adalah dengan adanya mujahadah dalam beramal.

Terjadinya keadaan yang demikian apabila seorang sudah berada dalam maqam fana, yakni penglihatannya hanya ditujukan kepada Allah semata-mata.

Karena pada hakikatnya wujud hakiki yang kekal hanyalah Allah SWT sedang wujud yang lain tiada lagi.

Maka hanya orang-orang yang mau menghiasi diri dengan mujahadah dengan senantiasa berdzikir dan membersihkan hatinya saja yang dapat mencapai musyahadah.

Sebagaimana dijelaskan Imam al-Qusyairiyah: “Barangsiapa menghiasi dirinya dengan mujahadah niscaya Allah memperbaiki hatinya dengan musyahadah.

Namun, bagaimana dengan orang yang tidak dapat mencapai musyahadah ini.

Imam al-Ghazali memberikan satu ibarat terhadap masalah hati dalam mencapai musyahadah.

Sebuah hati diibaratkan dengan sebuah kepingan baja hitam, bagaimanapun hitamnya kepingan baja tersebut, apabila diasah dan senantiasa dibersihkan terus menerus,

maka lempengan baja hitam ini akan berusaha menjadi putih, sekaligus mampu berkilau sehingga dapat menerima cahaya dari arah manapun sekaligus bisa memantulkan terpaan cahaya yang mengenainya.

Dengan demikian kunci utama dalam mencapai musyahadah adalah hati yang suci. (*)

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Disclaimer : Isi redaksi dan pembahasan materi diatas dilansir dari buku siswa Madrasah Aliyah (MA/SMA) Terbitan Kementerian Agama tahun 2020.

Berita Terkini