TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Memiliki berat tubuh ideal rupanya menjadi dambaan banyak orang.
Umumnya, orang-orang membagi waktu makan menjadi tiga kali yakni sarapan, makan siang, dan makan malam.
Bagi sebagian besar orang yang ingin menurunkan berat badan, mengurangi porsi makan adalah salah satu cara yang dilakukan.
Namun, beberapa ahli menyarankan bahwa makan sedikit tetapi lebih sering mungkin menjadi cara terbaik untuk mencegah penyakit kronis, dan menurunkan berat badan.
Sehingga, saat ini banyak orang yang mengubah pola makan mereka, di mana frekuensinya sering, tetapi porsinya sedikit.
• Langsung Minum Sesudah Makan Siap-siap Alami Gerd / Asam Lambung, Cek Jarak Aman Minum Pasca Makan
Kualitas makanan yang dikonsumsi
Studi menyatakan, orang yang makan lebih sering cenderung memiliki kualitas diet yang lebih baik.
Mereka yang makan setidaknya tiga kali sehari, lebih banyak mengonsumsi sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, buah, biji-bijian, dan susu yang lebih banyak.
Kelompok ini juga lebih sedikit mengonsumsi natrium dan gula tambahan, daripada mereka yang makan dua kali sehari.
Studi tahun 2020 yang dipublikasikan dalam British Journal of Nutrition, mencatat peningkatan frekuensi makan sekitar tiga kali sehari, dikaitkan dengan kualitas diet yang lebih baik.
Meskipun belum ada bukti yang signifikan untuk mendukung pentingnya frekuensi makan, bukti substansial mendukung manfaat kesehatan secara keseluruhan dari mengikuti diet yang seimbang dan kaya nutrisi.
Di sisi lain, menurut Pedoman Diet untuk Orang Amerika 2020-2025, diet sehat harus meliputi konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan susu atau produk susu rendah lemak atau bebas lemak.
• Dampak Buruk Buat Kesehatan Habis Makan Langsung Minum Hati-hati Dapat Picu Gerd Asam Lambung
Kemudian protein seperti makanan laut, daging tanpa lemak dan unggas, telur, kacang-kacangan, biji-bijian, serta produk kedelai.
Lantas, manakah yang terbaik antara makan porsi kecil tapi sering atau sekali makan dalam porsi yang besar?
Faktanya, dilansir dari Medical News Today, beberapa penelitian menunjukkan, makan tiga kali sehari dalam jumlah yang besar kemungkinan lebih menyehatkan.
Studi epidemiologi awal menemukan, peningkatan frekuensi makan dapat meningkatkan kadar lipid (lemak) darah dan mengurangi risiko penyakit jantung.
Secara khusus, studi cross-sectional tahun 2019 membandingkan frekuensi makan kurang dari tiga kali atau lebih dari empat kali sehari.
Hasilnya didapatkan makan lebih dari empat kali sehari, meningkatkan kolesterol HDL (high-density lipoprotein) serta menurunkan trigliserida puasa secara lebih efektif. Tingkat HDL yang lebih tinggi itu, dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit jantung.
Para peneliti menggarisbawahi, hasil tersebut merupakan studi observasional yang berarti hanya dapat membuktikan asosiasi bukan sebab-akibat.
Selain itu, satu ulasan yang diterbitkan dalam jurnal American Heart Association Circulation menyebut, frekuensi makan yang lebih besar dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular.
Baca juga: Cara Mengobati Sakit Perut dan Mules Akibat Makan Pedas Hanya dengan Bahan Alami
Hubungan frekuensi makan dengan penurunan berat badan
Banyak orang menganggap makan lebih sering, dapat memengaruhi penurunan berat badan.
Namun, hasil penelitian tentang terkait hal itu masih beragam. Misalnya, satu studi membandingkan makan tiga kali sehari dengan enam kali makan porsi lebih kecil dan lebih sering.
Kedua kelompok studi mengonsumsi kalori yang cukup untuk mempertahankan berat badan mereka saat ini dengan makronutrien serupa antara lain 30 persen energi dari lemak, 55 persen karbohidrat, dan 15 persen protein.
Pada akhir studi, peneliti mengamati tidak ada perbedaan dalam pengeluaran energi ataupun pengurangan lemak tubuh antara kedua kelompok.
Menariknya, mereka yang makan enam kali dalam porsi lebih kecil sepanjang hari mengalami lonjakan rasa lapar, dan keinginan untuk makan dibandingkan dengan mereka yang makan tiga kali lebih besar per hari.
Para peneliti menduga, mereka yang sering makan akan cenderung mengonsumsi lebih banyak kalori harian daripada yang lebih jarang makan.
Kendati demikian, menurut Laporan Ilmiah Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dari Komite Penasihat Pedoman Diet 2020, karena inkonsistensi dan keterbatasan dalam kumpulan bukti saat ini, tidak ada cukup bukti untuk menentukan hubungan antara frekuensi makan dengan proporsi tubuh. Begitu pula pada risiko kelebihan berat badan dan obesitas.
(*)
Cek berita dan artikel mudah diakses di Google News