Teroris Bermula dari Intoleransi, Ustad Sofyan Tsauri Eks Teroris Ajak Masyarakat Hargai Perbedaan

Penulis: Ferryanto
Editor: Hamdan Darsani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ustad Sofyan Tsauri, yang merupakan mantan Narapidana Terorisme Jaringan Al Qaida Asia Tenggara

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Guna mencegah dan menangkal paham radikalisme Separatisme dan Terorisme di Kalimantan Barat, Kodam XII Tanjungpura Menggelar fokus groub discussion komunikasi sosial, Selasa 29 Juni 2021.

Bertempat di aula Sudirman Makodam XII Tanjungpura, Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta perwakilan dari organisasi kepemimpinan dan kemahasiswaan yang ada di Kalimantan Barat.

Selaku pemateri, Kodam XII Tpr menghadirkan Ustad Sofyan Tsauri, yang merupakan mantan Narapidana Terorisme Jaringan Al Qaida Asia Tenggara, rektor Universitas Tanjungpura Pontianak Prof. Garuda Wiko, serta Kepala Kesbangpol Provinsi Kalbar.

Dalam Pemaparannya terkait paham terorisme, Ustad Sofyan Tsauri menjelaskan bahwa paham paham Terorisme bermula dari sikap - sikap Intoleransi, kemudian meningkat menjadi sikap radikal, lalu berkembang menjadi terorisme.

Moderasi Beragama, Ikhtiar Kemenag Mempawah Cegah Konflik SARA

Oleh sebab itu, ia berpesan untuk jangan sampai membiarkan bibit - bibir intoleransi berkembang di masyarakat terlebih menghinggapi diri sendiri.

Karena oknum-okum tak bertanggung jawab dapat dengan mudah mempengaruhi pikiran untuk berbuat radikal dan kemudian menjadikan seseorang berpaham dan menjadi Teroria.

Ustad Sofyan Tsauri yang merupakan mantan polisi mengatakan, banyak yang tidak paham dengan bahaya paham Terorisme, karena banyak yang tidak mengenali keburukan.

(Update Informasi Seputar Kota Pontianak)

"Akhirnya karena yang dibawa ini idiom - idiom agama, dan kita sering kali tidak kuasa untuk menolak. Dan tentunya itu sangat berbahaya ketika mengancam kesatuan dan persatuan dan keamanan negara. Yang dijual ini agama," paparnya.

"Seperti yang dikatakan Ibnu Rusyd, kalau anda ingin menguasai orang - orang bodoh, Maka bungkus lah yang batil dengan agama, karena agama memang menjadi suatu daya tarik,"ujarnya memaparkan.

Oleh sebab itu, ia yang pernah merasakan dinginnya jeruji penjara selama 6 tahun karena kasus terorisme berpesan untuk tidak terpengaruh dengan paham yang banyak memberikan sikap - sikap mengganggu keamanan dan ketertiban Negera dengan idiom keagamaan.

"Maka perlu diberikan imunitas kepada masyarakat untuk dapat memahami keburukan ini, Karena kalau tidak, kita sering kali tergoda,"tuturnya.

Pangdam XII/Tanjungpura Tinjau Langsung Penanganan Covid-19 di Ketapang

Dijelaskannya, banyak faktor yang menyebabkan intoleransi, radikal hingga paham radikalisme berkembang saat ini, mulai dari faktor ekonomi, pendidikan, informasi bohong dan sebagainya.

"Ini merupakan peran kita semua, bukan saja hanya tugas dari TNI Polri, semua harus berkewajiban untuk menjaga keamanan, ketertiban, memberikan informasi yang benar, sehingga tidak banyak beredar yang hoax, karenaa ini sangat berbahaya dan bisa membentuk opini yang kurang baik,"terjangannya.

Kepada pemerintah melalui instansi terkait, ia berharap dapat memberikan pendidikan sejak dini tentang pentingnya toleransi.

Halaman
12

Berita Terkini