“Dengan melihat keadaan faktor harga komponen pembangkit listrik EBT yang memiliki tingkat kandungan dalam negeri yang masih rendah dan perjuangan pengembangan dalam hal perizinan dan pembebasan lahan, hendaknya pemerintah memberikan dukungan birokrasi,” katanya.
“Serta, bantuan tambahan investasi sekitar 20%-30% dari biaya keseluruhan dalam pembangunan pembangkit listrik EBT Lampu Alternatif untuk menjaga gairah perkembangan energi listrik terbarukan di Indonesia, terutama Kalimantan Barat,” lanjutnya.
Zuliah menatakan, ia juga telah melakukan interview dengan perwakilan akademisi dan praktisi tambang. Hasilnya, pengembangan inovasi Lampu Alternatif dianggap merupakan langkah strategis dalam penanggulangan air asam tambang yang membawa manfaat bagi kemaslahatan ummat.
Dikatakan Zuliah, inovasinya ini didukung Kaprodi Teknik Pertambangan Untan Budi Purwoko ST MT.
Kaprodi, jelas Zuliah, sangat mendukung kegiatan yang ia lakukan. Terlebih biaya reklamasi untuk lokasi yang terdampak oleh air asam tambang itu sangat tinggi.
“Jika air limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai energi alternatif maka akan jauh mengurangi biaya untuk mereklamasi tambang, sehingga bisa juga untuk membantu masyarakat sekitar," kata Zuliah mencontohkan perkataan Kaprodi Teknik Pertambangan Untan Budi Purwoko ST MT.
Dukungan, lanjut Zuliah, juga doberikan Edi Iskandar, selaku KTT PT Hansindo Mineral Persada.
Edi Iskandar menganggap hasil temuan Zuliah sebagai langkah kecil dari seorang mahasiswi dalam menemukan solusi masalah air asam tambang menjadi tenaga listrik alternatif.
Menurut Edi, lanjut Zuliah, temuan ini menjadi loncatan besar untuk kesejahteraan umat manusia khususnya dalam menangani masalah air asam tambang di lingkungan pertambangan.