Founder Suara Konservasi Kalbar: Gakkum Illegal Logging Perlu Pendalaman yang Terstruktur

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekitar sembilan lokasi sawmill atau lokasi pengolahan kayu diberi police line oleh petugas gabungan dari Polresta Pontianak, di Desa Teluk Bakung, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kamis (19/9/2019) siang. Sekitar 15 orang diamankan untuk dimintai keterangan beserta sejumlah barang bukti.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketua sekaligus Founder Suara Konservasi Kalbar, M Mukhlis Saputra menanggapi berita dugaan sementara mobil patroli KPH Kapuas Hulu Utara dibakar saat Tim sibuk mengamankan kayu- kayu illegal di dalam hutan.

Ia mengatakan kejadian tersebut tentu menjadi pelajaran berharga untuk semua. Selain itu Dalam pengungkapan kasus mungkin perlu adanya pendalaman yang terstruktur, yang mana bisa dimulai dari akarnya.

Sehingga siapa dan pihak mana saja yang terlibat bisa terungkap secara penuh dan kasus bisa meluas.

“Selain itu untuk para ilog perlu kita pikirkan kesejahteraan mereka, sehingga ketika mereka berhenti menebang kayu dihutan, maka mereka harus mendapatkan pekerjaan alternatif, sehingga bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” ujarnya, Minggu 14 Februari 2021.

Dikatakannya bahwa yang paling jelas dalam kasus ini adalah harus ada kerjasama yang kuat antara petugas dan masyarakat yang mana menjadi mitra kerja, dengan dedikasi dan edukasi mendalam.

Baca juga: Kronologi Terbakarnya Mobil Dinas KPH Kapuas Hulu dan Ditemukan Aktivitas Ilegal Logging

Selain itu, pengungkapan kasus juga harus melibatkan banyak pihak, sehingga bisa sampai keakar masalahnya.

“Kami turut mengapreasi penuh kepada semua penegak hukum yang telah bekerja keras dalam kasus ini yakni KPH Utara Kapuas Hulu),” ujarnya.

Dari kasus ini memang tidak bisa menyudutkan satu pihak saja, namun pengungkapan kasusnya harus dari akar masalahnya yaitu pihak-pihak yang terlibat dan bergerak dalam tindakan praktek ilegal logging tersebut.

Masyarakat dalam hal ini bisa saja belum tersentuh secara penuh dan teredukasikan, karena sejauh ini masih banyak masyarakat yang terjebak dengan sebuah pilihan sulit, mereka bekerja untuk bos mereka (pembeli kayu).

Sementara mereka harus memenuhi kebutuhan hidup mereka,selain itu juga mereka belum mendapatkan pekerjaan alternatif lain sebagai pengganti pekerjaan mereka sebagai ilog. (*)

Update Berita Pilihan
Tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > DI SINI

Berita Terkini