Ustadz Abdul Somad

Ustadz Abdul Somad Tak Peduli Disebut Bodoh Karena Ini, UAS: 'Biarlah Bodoh asal Jangan Makan Haram'

Penulis: Nasaruddin
Editor: Nasaruddin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ustadz Abdul Somad Tak Peduli Disebut Bodoh Karena Ini, UAS: 'Biarlah Bodoh asal Jangan Makan Haram'

Ustadz Abdul Somad adalah ustadz asal Riau, Pekanbaru.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Al Azhar, Mesir, Ustadz Abdul Somad melanjutkan pendidikan S2 di Darul Hadits, Maroko.

Ceramah-ceramahnya yang lugas dan jelas, dengan bahasa yang mudah dipahami membuatnya menjadi satu di antara ustadz yang disenangi masyarakat.

Terlebih Ustadz Abdul Somad juga aktif di media sosial Instagram dan Facebook.

Saat ini, tercatat follower Ustadz Abdul Somad mencapai lebih dari satu juta hanya dalam beberapa bulan.

Baca: Doa Agar Bebas dari Utang Menurut Ustadz Abdul Somad dan Ustaz Adi Hidayat, Ada Dua Keutamaannya

Baca: Ustadz Abdul Somad (UAS): Kalau Sakit Hati Nanti Dia Nonton Video Ini, Berarti Betul Perbuatannya

Baca: Berbekal Ijazah S1 Al Azhar S2 Daarul Hadits Maroko, Ustadz Abdul Somad Lemas Saat Lamaran Ditolak

Baca: Ustadz Abdul Somad Mengaku Cemburu dan Dengki Dengan Dua Orang Ini, Orangnya Tak Sesuai Dibayangkan

Baru-baru ini, Ustadz Abdul Somad mendapat kesempatan menyampaikan tausiyah di Pelalawan.

Seperti kajian-kajian sebelumnya, agenda Ustadz Abdul Somad di Masjid Al-Muhajirin itu, diisi dengan tanya jawab di akhir tausiyah.

Satu di antara yang ditanyakan jemaah adalah tentang menjaminkan sertifikat kebun ke bank.

"Untuk persiapan masa depan ketiga anak kami, kami membeli kebun sawit dengan cara berutang di bank," kata UAS membacakan pertanyaan jamaah. 

Setelah mendapatkan sertifikat kebun itu, jemaah yang bertanya mengatakan bahwa dirinya menjaminkan sertifikat itu untuk membeli kebun kedua.

"Maka dari modalnya, riba, riba, riba. memasukkan sertifikat ke bank diambil duit riba. hasilnya riba, betambah riba. Maka sampai anak cucu makan haram," tegas Ustadz Abdul Somad.

Lalu apa yang harus dilakukan selanjutnya? Ustadz Abdul Somad mengatakan, bagi yang sudah melakukan ditebus.

"Ustadzkan PNS juga. Pernah tak ustadz masukkan SK ustadz itu ke bank? Nggak," tegas UAS.

"Makanya banyak orang bilang saya PNS bodoh. Biarlah bodoh asal jangan makan haram," ungkap Ustadz Abdul Somad.

"Biarlah nampak susah asal jangan dari pada kaya tapi sebenarnya kita faqir. Bermental faqir. Kalau dia berzikir, zikirnya tak sampai kepada Allah SWT," kata UAS.

"Kalau dia makan, makannya haram. Naudzubillah," paparnya. 

Oleh karena itu Ustadz Abdul Somad menyarankan kalau bisa dapat ditebus, tebus balik.

"Hindari riba. Tapi yang tak bisa, sudah terlanjur, bayar saja sampai selesai. Habis itu jangan diulang lagi. Banyak-banyak istighfar," katanya.

Ustadz Abdul Somad mengatakan jika ada aser lain yang bisa dijual, maka tebus dengan aset itu.

"Ini aset ada dijual. Nah, jual ini bom ke sini (pinjaman riba)," katanya.

"Tak bisa ustadz. Kalau saya bom ini, meledak semuanya. Kalau itu emergency lah. Oleh sebab itu bayar saja sampai lunas. Tapi jangan ulang balek. 

Gadaikan SK PNS Riba

Pada kesempatan berbeda, Ustadz Abdul Somad menegaskan hukum menggadaikan SK PNS.

Hal itu disampaikan Ustadz Abdul Somad saat mendapat pertanyaan dari seorang jemaah.

"Kredit yang diambil PNS dari bank dengan menggadaikan SK itu Riba," kata Ustadz Abdul Somad. 

"Riba. Sekolahkan (gadaikan) SK pinjam Rp100 juta bayar Rp110 juta. Uang dengan uang adalah riba," tegas UAS.

Riba sendiri dalam hukum islam adalah haram. UAS melanjutkan jika dirinya juga adalah seorang PNS.

"Ustadz ngomong riba karena tidak PNS? Saya PNS. Ada SK Saya di rumah. Sejak lulus sampai sekarang tak pernah saya pakai untuk pinjam," ungkapnya.

"Apakah ustadz banyak duit? Saya tak ada duit. lebih baih hidup bersahaja daripada nampak kaya karena riba," tuturnya.

Dalam ceramah lainnya, Ustadz Abdul Somad memberikan solusi yang bisa dilakukan.

“Lalu ada yang bilang begini, kapan bisa punya mobil, rumah, kalau tidak pinjam bank,” kata pria berusia 40 tahun ini.

UAS menyebut jika Islam membolehkan pembelian dengan jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan harga, dan waktu pembayaran oleh kedua pihak.

Salah satu yang bisa ditempuh adalah dengan jembatan bank syariah.

“Lantas apa bedanya bank konvensional dengan bank syariah. Perbedaannya terletak di akad. Di bank konvensional, kita pinjam uang untuk beli barang. Tapi kalau di bank syariah, tak mau pinjamkan uang."

"Misal kita mau beli mobil, nanti mereka yang beli mobilnya, lalu dijual lagi ke kita dengan harga yang disepakati untuk dibayarkan dalam jangka waktu tertentu,” paparnya.

Dengan sistem akad ini, menurut UAS tidak ada pihak yang dirugikan, baik bank sebagai penjual, maupun nasabah sebagai pembeli.

Berita Terkini