Pilpres 2019

Saksi Kubu 02 Asal Kalbar Blak-blakan di Sidang Sengketa Pilpres, Sebut Kotak Suara Dibawa ke Gereja

Editor: Marlen Sitinjak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Empat saksi langsung dihadirkan kubu pasangan calon presiden (capres) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam lanjutan sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019). Keempat saksi tersebut di antaranya adalah Listiani, Nur Latifah, Beti Kristiana dan Tri Hartanto.

Saksi Kubu 02 Asal Kalbar Blak-blakan di Sidang Sengketa Pilpres, Sebut Kotak Suara Dibawa ke Gereja

PILPRES - Ketua Sekber Satgas Kalimantan Barat, Risda Mardarina, berbicara soal dugaan kecurangan yang terjadi terkait Pilpres 2019.

Kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Risda bercerita mengenai peristiwa kotak suara dari TPS yang dibawa ke gereja di sebuah kompleks perumahan.

"Pada malam itu (17 April), ditemukan di Pondok Indah Lestari, Desa Parit Baru, Kubu Raya. Jadi kotak suara dari TPS itu dibawa dulu ke gereja. Ada satu gereja, dibuka," kata Risda di ruang sidang MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Saksi pasangan Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini mengatakan sebelum kotak suara dibuka, anggotanya sempat datang.

Dia mengatakan semestinya kotak suara tersebut dibawa ke kecamatan.

Karena penasaran, anggotanya berupaya masuk ke dalam. Begitu masuk ke dalam, anggotanya mengaku melihat ada kotak suara yang sudah terbuka.

Namun Risda mengaku tidak tahu jumlah kotak suara yang terbuka. "(Kotak suara sudah terbuka) Banyak, sudah banyak itu. Saya tidak tahu persis (jumlahnya),” tuturnya.

Baca: Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Uno Kurang Puas Jawaban Soal Situng, Arief Budiman Ibaratkan Dengan Ini

Anggota Risda lalu membuat dokumentasi berupa video dan foto. Setelah itu, mereka melapor ke Direktorat Satgas Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.

Saat ditanyai hakim MK I Dewa Gede Palguna, Risa mengaku tak melapor ke Bawaslu.

"Tidak karena sudah tengah malam, saya tunda dulu waktu itu. Karena tugas kami itu harus lapor ke atasan saya, Direktorat Satgas," tuturnya.

Selain itu, Risda cerita kepada hakim MK soal peristiwa penemuan surat suara yang tercoblos. Dia mengaku menemukan peristiwa tersebut terjadi di dua lokasi.

Di lokasi pertama, dia mengaku menemukan sekitar 80 surat suara yang sudah tercoblos untuk paslon Jokowi-Ma'ruf Amin.

Di lokasi kedua dia mengaku menemukan empat surat suara tercoblos untuk paslon 01 tersebut.

Sementara itu Kordiv Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Kalbar, Faisal Riza, mengungkapkan jika pihaknya tidak menerima laporan dari Ketua Sekber Satgas Kalimantan Barat tersebut.

Padahal yang bersangkutan sempat ke Bawaslu dan melaporkan hal lainnya.

"Yang katanya di Pondok Indah Lestari gak ada laporan yang masuk padahal Ibu Risda sempat datang ke Bawaslu Kubu Raya melaporkan soal kekurangan surat suara. Cuman memang di Pondok Indah Lestari ada gereja, ini saya sedang minta telusuri lagi sama Bawaslu Kubu Raya," terangnya.

Dihubungi terpisah Ketua Bawaslu Kubu Raya, U Juliansyah, mengungkapkan pihaknya menginvestigasi terkait hal yang disampaikan saksi kubu Prabowo di MK.

Baca: Penjelasan Bawaslu Kalbar Terhadap Tudingan Saksi Kubu Prabowo di MK

Namun ia mengungkapkan selama ini Ketua Sekber Satgas Kalimantan Barat, Risda Mardarina, tidak membuat laporan maupun temuan.

"Terkait yang di Pondok Indah Lestari atau PIL yang disampaikan saksi Risda kami belum menemukan temuan dan tidak ada laporan ke Bawaslu Kubu Raya. Kami baru mendapatkan informasi saat melihat sidang MK, maka kami segera melakukan investigasi dan penelusuran serta juga menanyakan ke KPU," katanya.

Dikatakannya, terkait sidang MK yang dimana Kubu Raya disengketakan dan disebut adalah terkait PSL.

Risda, kata dia, menyampaikan laporan ke Bawaslu, tetapi pihaknya sudah dulu melakukan penanganan dengan pengawasan dan menjadi temuan.

"Terkait laporan itu adalah untuk mendukung bukti-bukti pendukung dalam temuan kami dan kami sudah menanganinya dengan sidang administrasi cepat dan putusannya Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) di beberapa TPS yaitu Sungai Ambawang TPS 9, Sungai Raya TPS di Pulau Jambu dan Kuala Dua," terangnya.

"Mengenai PSL yang kami putuskan dalam sidang administrasi cepat, bahwa berdasarkan hasil temuan dan kajian kami memang ada kekurangan surat suara pada Pilpres di TPS Sungai Ambawang sebanyak 42 orang berdasarkan data yang kami kumpulkan, yaitu pemilih masuk dalam DPTb," timpal Juliansyah.

Ia mengatakan, hal ini langsung ditindaklanjuti KPU, KPU mengajukan koreksi hasil putusan Bawalu Kubu Raya ke Bawaslu RI.

Namun, Bawaslu RI tidak dapat meregister karena berkas pengajuan koreksi mereka sudah kedaluwarsa atau melewati waktu yang ditentukan.

Hanya Saksi Ahli

Agenda sidang keempat sengketa Pilpres 2019 adalah mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak Termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum.

Tim kuasa hukum KPU hanya mengajukan ahli ke persidangan ini. KPU tidak mengajukan saksi.

"Dari pihak Termohon mencermati, melihat perkembangan persidangan, saksi yang diajukan Pemohon, kami berkesimpulan tidak mengajukan saksi," kata Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin di Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/6/2019).

Tim kuasa hukum KPU mengajukan ahli untuk bersaksi di persidangan. Ahli pertama, yaitu Marsudi.

Marsudi merupakan ahli di bidang informasi teknologi (IT). "Kami mengajukan satu orang ahli, yaitu Bapak Profesor Ir Marsudi, ahli dalam bidang IT. Profesor pertama di Indonesia dan arsitek IT di KPU," kata Ali Nurdin.

Selain mengajukan Marsudi, tim hukum KPU turut mengajukan Saksi Ahli Administrasi Tata Negara Riawan Tjandra, namun, Riawan tidak dihadirkan ke persidangan.

"Riawan Candra kami ajukan dalam bentuk tulisan. Sudah kami ajukan di bawah (gedung MK, -red)" tambahnya.

Ali Nurdin mengatakan keputusan KPU tak menghadirkan saksi fakta adalah kembali kepada ketentuan peradilan, di mana dalam dalilnya saksi harus dapat membuktikan kesaksiannya.

Dalam pemberian keterangan saksi pihak Prabowo-Sandi sebagai Pemohon pada Rabu (19/6/2019) lalu menurut Ali tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada KPU sudah ditindaklanjuti secara baik oleh KPU.

Dalam kesaksiannya, Marsudi menjelaskan soal Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara)yang sering dipermasalahkan oleh kubu 02 selaku Pemohon.

Baca: Saksi BPN Prabowo - Sandiaga Uno Mengaku Diancam Bunuh, Hakim MK: Siapa yang Mengancam?

Situng, kata Marsudi, dirancang sebagai sarana transparansi penghitungan suara ke masyarakat, bukan sebagai sistem penghitungan suara. Selain itu, Situng juga bisa sebagai fungsi kontrol yang ditampilkan dalam laman.

"Saat dirancang, Situng memang tidak untuk sistem penghitungan suara. Dia dirancang tahun 2003 untuk sarana transparansi pada masyarakat supaya bisa melakukan fungsi kontrol," ucap Marsudi.

Marsudi menegaskan sangat sulit untuk merekayasa Situng yang dimiliki KPU. Marsudi memaparkan input C1 Situng bersifat langsung dari masing-masing TPS.

"Suara berjenjang itu selain dilakukan secara terbuka itu melalui jenjang mulai dari DA, DB, dan seterusnya," kata Marsudi.

Dia menjawab pertanyaan dari Ali Nurdin mengenai apakah kalau ada kesalahan selama proses Situng itu merupakan rekayasa untuk menetapkan pada rekapitulasi berjenjang.

Menurut Marsudi apabila mau merekayasa hasil penghitungan suara, maka seharusnya dilakukan pada tahap rekapitulasi penghitungan suara secara berjenjang mulai dari tempat pemungutan suara (TPS).

Pada sidang tersebut hakim konstitusi Suhartoyo menengahi perdebatan antara Ketua Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Maruf Amin Yusril Ihza Mahendra dengan anggota tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Iwan Satriawan, mengenai audit forensik Komisi Pemilihan Umum pada sidang keempat sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/6/2019).

Suhartoyo meminta masing-masing pihak untuk membuktikan dalil masing-masing pada persidangan.

Perdebatan itu berawal pada saat Yusril berbicara mengenai audit forensik yang hanya dapat dilakukan oleh lembaga resmi.

Dia menyinggung seorang ahli dari kubu Prabowo-Sandi yang mengaku melakukan audit forensik kepada KPU.

"Kalau sesuatu terkait forensik, itu harus dilakukan institusi resmi. Saya agak khawatir karena kuasa hukum mengklaim menghadirkan seorang ahli dan ahli klaim melakukan audit forensik kepada KPU," kata Yusril.

Dia mencontohkan suatu penyidikan kasus pembunuhan. Untuk mencari bukti adanya kasus pembunuhan, maka dilakukan visum et repertum terhadap mayat.

Dalam hal ini, instansi Polri, selaku lembaga penegak hukum, bekerjasama dengan rumah sakit atau laboratorium Mabes Polri melakukan hal itu.

"Ini masalah serius. Kalau ahli ya ahli, tetapi kalau ahli melakukan forensik, siapa yang meminta? Apakah ada satu kasus bahwa KPU melakukan kejahatan sistematis," kata ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.

Anggota tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Iwan Satriawan mengatakan perorangan juga dapat melakukan audit forensik. Upaya itu dilakukan dalam rangka pengawasan dan keseimbangan.

Mendengar perdebatan dua orang itu, Suhartoyo menengahi. Menurut dia, apabila perdebatan tetap dilanjutkan maka akan berkelanjutan.

Untuk itu, dia meminta, agar masing-masing pihak memanfaatkan kesempatan membuktikan dalil masing-masing pihak berperkara.

"Diskusi ini bisa panjang mengingat masing-masing pihak sesungguhnya sudah diberi kesempatan membuktikan dalil-dalil. Terlepas dari sisi pandang masing-masing, pasti akan mengatakan ada kekurangan satu dengan lain. Sesungguhnya itu yang dalam sebuah media persidangan seperti ini karena kita merujuk speedy trial (peradilan cepat, -red)" kata Suhartoyo. (Tribun Network/dho/gle/the)

Berita Terkini