Kapolda Kalbar Pastikan TNI Polri Kerja Netral dan Profesional Sukseskan Pemilu
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Sebanyak 1.300 personel TNI-Polri melaksanakan apel gabungan yang bertujuan untuk meningkatan sinergitas TNI-Polri dengan komponen lainnya guna mewujudkan keamanan dalam negeri yang kondusif menghadapi Pemilu 2019.
Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura, Mayor Jenderal TNI Achmad Supriyadi bersama Kapolda Kalbar, Irjen Pol Didi Haryono bersama-sama menjadi inspektur dalam upacara yang digelar di Halaman Alun-alun Kapuas Pontianak, Jumat (22/3/2019).
Hadir langsung dari Pemerintahan Provinsi Kalbar, Pj Sekda, Syarif Kamaruzaman, Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono dan unsur penyelenggara Pemilu, KPU maupun Bawaslu.
Didi Haryono menyampaikan digelarnya kegiatan ini merupakan pengecekan dan memastikan kesiapsiagaan personel keamanan.
Baca: Warga Perbatasan Serahkan 3 Senjata Api Rakitan ke Kodim 1205/Sintang
Baca: Pengamanan Pemilu 2019, Kodim 1201/Mempawah Siapkan 250 Personel
Selain itu, memastikan kelengkapan sarana prasarana serta keterpaduan unsur lintas sektoral dalam pengamanan guna mensukseskan pesta demokrasi Pemilu Presiden dan Legislatir 2019.
"Sehingga pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan ini dapat terlaksana dengan aman, lancar, kondusif dan elegan," ucap Kapolda Kalbar, Didi Haryono saat diwawancarai.
TNI-Polri dipastikannya akan menjaga netralitas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas demi keamanan dan ketertiban.
Masyarakat tidak perlu khawatir dan ia mengajak seluruh masyarakat untuk mendatangi TPS pada hari H guna menyalurkan hak pilih mereka.
"Sebagai sebuah demokrasi yang sarat dengan berbagai dinamikanya diperlukan jaminan stabilitas agar penyelengaraan Pilpres dan Pileg 2019, dapat berjalan dengan lancar dan aman," tegasnya.
Khusus di Kalbar, Didi menegaskan 14 ribu personel gabungan TNI-Polri disiapkan guna mensukseskan dan mencegah ancaman gangguan saat menjelang, hari h maupun pasca pencoblosan nanti.
Lanjut disampaikannya ada beberapa potensi gantuan yang harus dimetahui secara bersama -sama dan harus cegah dan ditangkal.
"Diantaranya adalah praktek kecurangan pemilihan yang dapat dilakukan oleh siapa saja baik oleh pelaku penyelengara, peserta pemilu serta pihak lain yang dapat memicu penolakan dan protes yang ujung nya dapat menimbulkan gangguan," jelas Didi Haryono.
Selain itu, Didi menjelaskan seperti ancaman fisik dan non fisik terhadap calon, para peserta pemilih dan masyarakat umum.
Demikian juga ancaman terhadap fasilitas umum dan sarana prasarana penunjang pemilihan suara seperti kantor kantor, TPS , kotak suara, alat-alat komunikasi dan sebagainya.