Sukiman Tersangka

Sukiman Bakal Susul Akil Mochtar? Kisah Akil Mochtar Derita Penyakit Jantung & Diabetes di Penjara

Penulis: Marlen Sitinjak
Editor: Marlen Sitinjak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sukiman dan Akil Mochtar (Sukiman Bakal Susul Akil Mochtar? Kisah Akil Mochtar Derita Penyakit Jantung & Diabetes di Penjara)....

Sukiman Bakal Susul Akil Mochtar? Kisah Akil Mochtar Derita Penyakit Jantung & Diabetes di Penjara

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN, Sukiman sebagai tersangka suap menyuap.

Sukiman merupakan legislator asal Kalbar. 

Jauh sebelum Sukiman, tokoh Kalbar lainnya M Akil Mochtar juga terjerat kasus tindak pidana korupsi. 

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kini menjalani hukuman atas vonis seumur hidup karena terbukti korupsi.

Setelah beberapa tahun hidup di penjara, bagaimana kabar terbaru Akil Mochtar?. 

Baca: Sukiman Tersangka Dugaan Suap, Inilah Fakta Penetapan Hingga Perjalanan Politik Anggota DPR RI Ini

Baca: Kalbar 24 Jam - Sukiman Tersangka, Dua Siswi Terlindas Truk, Hingga Kebakaran Pabrik Tahu di Sintang

Pertengahan 2018 silam, tim acara televisi Mata Najwa menyambangi kamar Akil Mochtar bersamaan dengan sidak yang digelar Kementerian Hukum dan HAM. 

Tampak di pintu kamarnya tertempel tulisan 'Perawatan Medis'. 

Najwa Shihab, presenter acara Mata Najwa pun mencari tahu kondisi Akil. 

Ternyata di dalam kamarnya ada kotak yang berisi penuh obat-obatan. 

"Sakit apa pak?," tanya Najwa. 

Akil mengaku memiliki banyak penyakit seperti jantung dan diabetes. 

Diakuinya, seharusnya dia menjalani operasi agar bisa menyembuhkan penyakitnya.  

Namun, niatan itu diurungkan dahulu. 

Akibat penyakitnya ini dia juga harus bolak balik ke kamar mandi buang air kecil. 

Dalam semalam dia bisa sampai tujuh kali kencing. 

Karena itu dia merenovasi kloset kamar mandinya menjadi duduk. 

"Toliet ini kan saya gunakan buat (wudhu) sholat. jadi harus begini. Ini juga masih ngerembes," katanya menunjuk lantai kamarnya. 

Terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa pilkada di MK Akil Mochtar menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2014). (antara)

Diakui, dalam usia 60 an penyakit itu normal datang. 

Meski begitu dia coba menjalani hukumannya. 

Karena itu, di penjara ini dia juga gunakan untuk bermusik. 

Bahkan, dia bersama narapidana lain membentuk sebuah grup band. 

Sayangnya, saat ini hanya tersisa dia dan satu anggota band yang masih tinggal di Lapas Sukamiskin. 

"Yang lainnya udah pada keluar," akunya sambil menunjuk foto grup band nya.   

Akil Mochtar (Youtube Mata Najwa)

Akil yang tampak pucat yang menemui Najwa Shihab pun ditanyai masalah dugaan jual beli kamar sel yang nilainya mencapai Rp 200 juta hingga Rp 500 juta. 

Diakuinya, jual beli kamar itu memang ada. 

Umumnya dilakukan penghuni baru yang akan menempati kamar yang sudah direnovasi. 

Dia mengumpamakan seperti asrama. 

Meski begitu, Akil tidak yakin jika nilainya sampai Rp 500 juta. 

"Kalau sebesar itu gak mungkin juga. Masak sampai kayak gini Rp 500 juta kan gak mungkin mbak," katanya. 

Lalu berapa? Akil mengaku tidak pernah mendengar angka pasti, namun situasi seperti itu memang ada. 

Menurut Akil yang pernah menjadi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, adanya kasus jual beli kamar yang diungkap KPK itu tidak bisa menjeneralisir situasi keseluruhan di Lapas Sukamiskin. 

Menurutnya, ada juga kondisi narapidana yang bikin trenyuh. 

"Ada yang umur 75, yang sakit, diamputasi kaki. Gak punya biaya. Kita juga urun untuk membantu. banyak yang begitu. Kasus tidak jelas, tapi tipikor semua," akunya.

Dia menyebut narapidana korupsi yang seperti ini adalah napi tipikor dhuafa yang menurutnya jumlahnya sekitar 80 persen dari seluruh napi tipikor di Lapas Sukamiskin.

Seperti diketahui, nama Akil Mochtar sempat menjadi trending topik tahun 2014 silam setelah dibekuk KPK karena dugaan penyuapan.  

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis seumur hidup baginya. 

"Menjatuhkan pidana kepada Akil Mochtar berupa pidana seumur hidup," ujar Ketua Majelis Hakim Suwidya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/6/2014) malam.

Hakim menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Untuk Pilkada Kota Palembang, hakim menyatakan bahwa orang dekat Akil, Muhtar Ependy, terbukti menerima Rp 19,8 miliar dari Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito.

Namun, majelis hakim tidak memperoleh kepastian mengenai total uang yang diterima Akil terkait Pilkada Kota Palembang itu.

Fakta persidangan hanya menunjukkan adanya uang Rp 3 miliar yang disetorkan ke rekening perusahaan istri Akil, CV Ratu Samagat.

Sementara itu, hakim menyatakan bahwa Akil tidak terbukti menerima suap sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi terkait sengketa Pilkada Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta.

Menurut hakim, berdasarkan fakta persidangan, uang yang diterima Akil tersebut tidak bertujuan untuk memengaruhi putusan sengketa Pilkada Lampung Selatan.

Ketua Majelis Hakim Suwidya menyatakan, perbuatan Akil menerima Rp 500 juta merupakan gratifikasi. "Perbuatan menerima, menurut majelis, lebih pada gratifikasi daripada suap," ujar Suwidya.

Hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua, yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton (Rp 1 miliar), Kabupaten Pulau Morotai (Rp 2,989 miliar), Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp 1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp 10 miliar).

Akil juga terbukti dalam dakwaan ketiga, yaitu menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem.

Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

Hakim juga menyatakan bahwa Akil terbukti menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana, sebesar Rp 7,5 miliar, sebagaimana dakwaan keempat.

"Terungkap, terdakwa menerima uang Rp 7,5 miliar ke rekening CV Ratu Samagat yang berhubungan dengan jabatannya," kata hakim.

Sukiman Terima Rp 2,65 Miliar

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memastikan menetapkan status tersangka pada Sukiman selaku penerima suap dan Pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Natan Pasomba, sebagai tersangka pemberi suap.

Saut memaparkan, pihak Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) mengajukan dana alokasi khusus ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada saat APBN Perubahan Tahun 2017 dan APBN 2018.

Saat proses pengajuan, Natan bersama sama pihak rekanan (pengusaha) melakukan pertemuan dengan pegawai Kemenkeu untuk meminta bantuan.

Selanjutnya, pihak pegawai Kemenkeu tersebut meminta bantuan kepada Sukiman selaku angogota anggota Komisi Keuangan di DPR.

Natan Pasomba diduga memberi uang dengan tujuan mendapatkan alokasi dana perimbangan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Dia diduga memberikan uang untuk pihak tertentu sebanyak Rp 4,41 miliar, terdiri dari mata uang rupiah sebesar Rp 3,96 dan valas sebanyak 33.500 Dollar Amerika Serikat.

Jumlah tersebut merupakan commitment fee sebesar 9 persen dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.

"Dari sejumlah uang tersebut, SKM diduga menerima sejumlah Rp 2,65 miliar dan 22.000 Dollar Amerika Serikat," jelas Saut saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/2/2019).

Sukiman diduga menerima uang tersebut antara bulan Juli 2017 sampai April 2018 melalui beberapa perantara.

"Saya sedang diperjalanan dari Sintang menuju Sanggau. Saya belum tahu ini apa, apa masalahnya. Doakan saja mudah-mudahan saya kuat, diberikan Allah SWT kemudahan. Itu saja. Saya mohon doanya, Insya Allah bisa tenang, dengan tegar, tabah. Maaf omong, tidak pernah didalam penyidikan dan sebagainya ditanya angka dan sebagainya," ujar Sukiman, kepada Tribun dihubungi melalui telepon, Kamis (7/2/2019) malam.

Baca: LIDA 2019 Indosiar - Serli dari NTT Grup 7 Gagal Melaju di Panggung Liga Dangdut Indonesia

Baca: Reva Alexa, TERUNGKAP Nama Asli dan Waktu Berganti Jenis Kelamin di Kota Amoy Singkawang

Sukiman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sementara Natan disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Saut menjelaskan, kasus suap dalam pengaturan anggaran ini terungkap dari pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 4 Mei 2018.

Saat itu, empat orang termasuk anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat praktik suap terkait alokasi anggaran pada APBN 2018 untuk Kabupaten Lampung Tengah dan Sumedang.

Amin bersama seorang konsultan, Eka Kamaludin dan pegawai Kementerian Keuangan Yaya Purnomo menerima suap dengan total Rp 3,3 miliar.

Uang tersebut berasal dari Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast.

Dari Rp 3,3 miliar, Amin menerima Rp 2,6 miliar, sementara Yaya menerima Rp 300 juta dan Eka Rp 475 juta.

Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta telah memvonis Amin Santono dengan hukuman 8 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 1,6 miliar dan mencabut hak politiknya selama tiga tahun.

Politikus Partai Demokrat itu dinyatakan terbukti bersalah menerima suap.

Suap Rp 2,65 M

* KPK menetapkan anggota Komisi XI DPR adal Kalbar Sukiman sebagai tersangka.

* KPK juga menjerat PLT Kadis PU Kabupaten Pegunungan Arfak, Natan Pasomba.

* Keduanya diduga terkait kasus suap dana perimbangan pada APBN-P 2017 dan APBN 2018 untuk Kabupaten Pegunungan Arfak.

* Sukiman diduga menerima duit Rp 2,65 miliar dan USD 22 ribu.

* Suap diduga diterima Sukiman antara Juli 2017 dan April 2018.

* Suap merupakan commitment fee sebesar 9 persen dari dana perimbangan.

* Penerimaan suap, dilakukan dengan beberapa pihak sebagai perantara.

* Sukiman dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

* Sukiman membantah semua tuduhan yang disampiakan KPK. (*)

Berita Terkini