“Misalnya, kalau maulidnya bercampur laki-laki dan perempuan, lompat-lompat, joget-joget dalam masjid itu yang tak boleh,” bebernya.
Hukum Maulid Nabi Muhammad SAW
Ustadz Abdul Somad dalam buku 37 Masalah Populer mengatakan, dalam Fatâwa al-Azhar dinyatakan oleh Syekh ‘Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam al-Suyuthi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid nabi itu baik, meskipun demikian mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai peringatan maulid.
Pendapat mereka ini berdasarkan kepada firman Allah Swt dalam al Quran Surah Ibrahim ayat 5.
Imam an-Nasa’i, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ’id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân dari Ubai bin Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa Rasulullah Saw menafsirkan kalimat Ayyâmillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah Swt.
Dengan demikian maka makna ayat ini: “Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah”.
Dan kelahiran nabi Muhammad Saw adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti diingat dan disyukuri.
Rasulullah Saw memperingati hari kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini terlihat dari jawaban beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.
"Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan hari aku dibangkitkan (atau hari itu diturunkan [al-Qur’an] kepadaku)”. (HR. Muslim).
Masih dalam bukunya, Ustadz Abdul Somad menulis, para ulama menyampaikan pandangan soal Maulid.
Pendapat Ibnu Taimiah:
“Mengagungkan hari kelahiran nabi Muhammad Saw dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah Saw,”
Pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani pernah ditanya tentang peringatan maulid nabi, beliau menjawab: