Mantan Petinju Divonis Hukuman Mati, Penantian Eksekusi Hingga 50 Tahun

Editor: Jamadin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Iwao Hakamada (82) sudah setengah abad menanti pelaksanaan eksekusi hukuman mati

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, TOKYO  - Pelaksanaan eksekusi bisa jauh lebih menyiksa ketimbang hukuman matinya. Inilah yang dirasakan seorang mantan petinju yang divonis hukuman manti lantaran terlibat tindak kriminal.

Untuk menanti pelaksanaan eksekusi, seorang terpidana mati biasanya ditempatkan di sel isolasi hampir selama 24 jam setiap hari.

Dengan bayang-bayang kematian menjemput setiap saat, seorang terpidana mati bisa menunggu pelaksanaan eksekusi hingga puluhan tahun.

Baca: Masa Jabatan Pj Gubernur Kalbar Berakhir, Ini Kesan Dodi Riyadmadji Selama Menjabat

Salah satu yang merasakan hal itu adalah Iwao Hakamada (82) yang selama 50 tahun menanti pelaksanaan eksekusi.

Hakamada kemungkinan adalah orang paling lama menunggu eksekusi. Hingga akhirnya pengadilan mengeluarkannya dari sel isolasi meski tidak menghapuskan hukumannya.

Hakamada, yang dulu adalah petinju profesional, kini bisa berjalan-jalan dengan bebas di kota Hamamatsu, sebelah barat daya Tokyo meski ancaman eksekusi tetap membayang.

"Sekali Anda berpikir tidak bisa menang, maka tak ada jalan menuju kemenangan," kata Hakamada.

Dia bukan berbicara soal pertandingan tinju, tetapi perjuangan panjangnya menanti eksekusi hukuman mati.

Nobuhiro Terazawa, seorang pendukung Hakamada mengatakan, membangun sebuah dunia fantasi adalah cara sang petinju mengubur rasa takutnya.

"Tak seperti dulu, dia kini bisa berjalan bebas meski secara mental dia belum bisa lari dari ketakutan datangnya eksekusi," kata Terazawa. Kisah Hakamada dimulai pada 1966 ketika dia ditangkap karena dicurigai merampok dan membunuh bosnya bersama sang istri dan dua anaknya.

Tak hanya dituduh membunuh, Hakamada juga dituduh membakar kediaman bosnya itu untuk mengilangkan jejak.

Awalnya, Hakamada membantah semua tuduhan tetapi akhirya dia mengaku akibat apa yang dia sebut sebagai interogasi brutal yang dilakukan polisi. Dia mencoba menarik kembali pengakuannya tetapi justru hukuman mati yang diperolehnya pada 1968. Hukuman itu dikuatkan Mahkamah Agung pada 1980.

Berita Terkini