Tim KLHK Segel Lima Perusahaan Lantaran Karhutla di Kubu Raya, Ini Desakan WALHI Kalbar

Penulis: Jimmi Abraham
Editor: Dhita Mutiasari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kebakaran lahan yang berada tidak jauh dengan perumahan warga di Komplek Purnama Elok, Jalan Purnama 2, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (20/8/2018) malam. Menurut data Lapan Fire Hotsport dari Satellite Terra untuk di wilayah Kalimantan Barat hari ini terdapat 271 hotspot. TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Barat, Anton P Widjaya memberikan apresiasi terhadap Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang telah lakukan penyegelan areal lahan terbakar di lima perusahaan perkebunan di Kabupaten Kubu Raya yakni PT SUM, PT PLD, PT AAN, PT APL dan PT RJP pada Senin (27/8/2018).

“Ini menandakan KLHK sudah memulai proses penyidikan dan lainnya sebagai bagian dari bentuk penegakan hukum,” ungkapnya kepada Tribun Pontianak, Senin (27/8/2018) siang.

Baca: Tim Gakkum KLKH Datangi Kantor AMS Group

Baca: Group AMS Tegaskan Tak Ada Lahan Perusahaan yang Disegel

Kendati diakui bahwa berdasarkan data yang dikumpulkan oleh pihaknya, ada sekitar 201 titik api terdeteksi pada areal konsesi yang tersebar di kawasan perkebunan korporasi, areal pertambangan dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

“Sebenarnya, jumlah perusahaan yang konsesinya terbakar itu jauh lebih banyak dari lima perusahaan yang disegel itu. Tidak mungkin hanya di lima konsesi saja,” terangnya.

Namun, Anton menilai tindakan KLHK itu sebagai permulaan dari gerakan penegakkan hukum lingkungan di wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Ia juga berharap penyidikan harus dilakukan secara transparan dan serius.

Anton sarankan pelibatan Civil Soceity Organization (CSO) atau organisasi masyarakat sipil yang ada di Kalbar untuk mengawasi dan mengawal penegakan hukum berjalan sesuai harapan.

“Sebab, meskipun dilakukan oleh Tim KLHK, tidak ada jaminan untuk tidak “masuk angin” di tengah jalan. Karena sudah terlalu banyak contoh penyelidikan untuk perusahaan yang terindikasi atau terduga melakukan pembakaran menguap begitu saja,” jelasnya.

Ia menambahkan pihaknya akan menguji komitmen dari pemerintah melalui KLHK agar penegakan hukum dijalankan sebenar-benarnya. Bahkan, ia siap menyodorkan data-data baru secara keseluruhan yang terpantau pada 16 Agustus 2018.

“Jadi bukan hanya 201 titik api saja, namun ada sekitar 853 titik api di areal konsesi. Yang kami laporkan kemarin kan hanya 201 saja, sebenarnya lebih. Di satu sisi, kita diminta untuk memasukkan data, tapi di sisi lain ketika kita menyodorkan data di lapangan. Aparat penegak hukum seolah-olah sombong. Saya tidak juga menyebutnya sebagai menolak, tapi kesan yang dimunculkan itu tidak sesuai dengan konten. Maksudnya begini, sok-sokan seolah paling hebat dan segala macam tapi nyatanya tak ada juga yang diperbuat gitu lho,” paparnya.

Kasus sederhana PT MPK di Sungai Putri, Kecamatan Matan Hilir Utara,  Kabupaten Ketapang, misalnya. PT MPK diberikan sanksi administrasi padahal pelanggaran yang dilakukan masuk kategori berat, bukan pelanggaran administrasi.

“Sampai Sekarang, ini tidak ada kejelasan kepada publik apakah sanksinya dicabut atau diperberat. Intinya, jadi bermakna ambigu. Di satu sisi, pemerintah meminta masukan, tapi di sisi lain masukan yang kita berikan seolah-olah tidak dijalankan. Kesannya seolah-olah anti kritik. Dalam konteks penegakan hukum, casing yang dipasang gagah perkasa tapi isinya tidak ada juga,” timpalnya.

Berkaca dari kondisi itu, ia menduga ada permainan yang mengarah pada “masuk angin” tadi. Guna menghindari hal-hal negatif itu, pihaknya mendesak penyidikan lima konsesi yang disegel dilakukan transparan dan melibatkan elemen masyarakat.

“Kita semua mau ini harus transparan. Intinya harus dikawal oleh publik dan KLHK harus mengupdate terkait transparansi penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Bahkan ketika sampai pengadilan dan mendapatkan sanksi tegas,” tukasnya.

Sebelumnya, Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan penyegelan areal lahan terbakar di lima perusahaan perkebunan di Kabupaten Kubu Raya, Senin (27/8/2018).

Lima perusahaan itu yakni PT SUM, PT PLD, PT AAN, PT APL dan PT RJP. Penyegelan dipimpin langsung Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani didampingi Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK Sustyo Iriyono, Direktur Pengawasan dan Sanksi Administrasi KLHK Sugeng Priyanto, para penyidik dan pengawas lingkungan hidup.

Berdasarkan rilis yang diterima, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menegaskan pemerintah sangat serius tangani kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Penyegelan, kata dia, merupakan upaya dukung penegakan hukum karhutla secara tegas agar ada efek jera.

 “Kami turun langsung ke lokasi dan melakukan penyegelan lokasi ini berdasarkan perintah Bu Menteri yang terus memonitor penanganan karhutla,” ungkapnya.

  Pada prinsipnya, KLHK apresiasi dan dukung langkah-langkah yang telah diambil oleh Satuan Tugas (Satgas) Karhutla, TNI, Polda Kalbar, Pemda dan masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi karhutla di Kalbar.

 “Kami apresiasi Polda Kalbar telah tegas menindak pelaku agar tidak ada lagi yang berani membakar. Kami apresiasi penegakan hukum yang sudah dilakukan,” imbuhnya.

 Ia menimpali sejak 2015, KLHK sudah memberikan sanksi administrasi kepada lebih dari seratus korporat akibat karhutla, termasuk ada yang dicabut izinnya. KLHK dan kepolisian telah mengajukan pidana pada puluhan kasus karhutla, termasuk kasus korporasi.

 “KLHK telah mengajukan gugatan perdata pada 11 korporat yang bertanggung jawab atas karhutla, dengan gugatan ganti rugi mencapai trilyunan rupiah. Kami akan menerapkan penegakan hukum berlapis bagi kasus karhutla yang terjadi. Baik sanksi administratif, perdata atau pidana agar ada efek jera,” tandasnya.

Berita Terkini