Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Hamdan
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Anggota DPD RI dapil Kalbar Rubaeti Erlita Prabasa mengatakan terdapat materi pokok yang terkandung dalam RUU Hak Ulayat Masyarakat adat yakni terkait pada pengaturan hak yang di dalamnya terdapat empat hal yang harus ada yaitu siapa yang hendak memiliki hak (subyek), apa yang dapat dilekatkan hak (obyek), hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban, serta perlindungan hukumnya.
Pernyataan tersebut disampaikanya sesaat setelah menghadiri FGD Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI soal RUU Hak Ulayat Masyarakat Adat di Fakultas Hukum Untan bersama dengan para akademisi dan praktisi Hukum di Kalbar. Jumat (6/7/2018)
"Kami bersama tim telah merangkum dan mencatat apa saja masukan yang konstruktif pada FGD tadi, sehingga jika nanti disahkan RUU ini akan dapat membantu masyatakat adat khususnya di Kalbar," ujarnya.
(Baca: Tonton Videonya! Pukulan Menpora Imam Nahrawi Nyaris Mengenai Wakapolda Sulawesi Utara )
Dirinya mengatakan derasnya arus investasi di Kalbar memberikan kontribusi langsung terhadap percepatan pembangunan. Namun disisi lain, daru lajunya proses investasi akan mengancam kawasan-kawasan hutan di wilayah dan akan menimbulkan polemik antara masyarakat adat dan koorporasi.
"Kami menganggap penting untuk melakukan tahapan uji sahih RUU tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat ke daerah guna menguji sampai sejauh mana substansi dan materi ruu dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah, instansi terkait dan para pemangku kepentingan di daerah," ujarnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan keberadaan RUU Hak Ulayat Masyarakat Hukum adat jika disahkan menjadi undang-undang akan menjadi dasar pijakan lahirnya prodak hukum di daerah berupa perda untuk penetapan kawasan hutan adat di Kalbar dan melindungi masyarakat adat terhadap pengolahan hutan adat.
Sejauh ini belum ada satupun prodak hukum yang disahkan sebagai upaya untuk melindungi kawasan hutan adat di Kalbar.
Perda Ulayat sangat penting bagi masyarakat adat sebagai warning pemerintah untuk mengeluarkan ijin perusahaan perkebunan, pertambangan atau kegiatan investasi lainya yang terus masuk ke kalbar agar tak bertabrakan dengan kawasan ulayat milik masyarakat adat.
Jika hak masyarakat adat tidak dilindungi dengan prodak hukum yang kuat berupa Perda Ulayat celah konflik investasi dengan masyarakat akan berpeluang terjadi.
Contoh kasusnya seperti di Kabupaten Sintang, pemerintah daerah disintang pernah berusaha menyusun perda tentang hak ulayat namun gagal disahkan.
Gagal disahkan perda ulayat itu disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya bahwa perda tersebut harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari kementerian kehutanan. (dan)
--
You received this message because you are subscribe