Tragedi Wakapolres Eksekusi Ipar Sendiri! 6 Tembakan Akhiri Hidup Jumingan

Editor: Marlen Sitinjak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kompol Fahrizal mantan Kasatreskrim Polrestabes Medan.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEDAN - Seorang perwira menengah polisi, Komisaris Polisi Fahrizal (41) diduga mengalami depresi hebat sehingga kalap menembak mati adik iparnya sendiri.

Bagian kepala dan perut Jumingan alias Jun (33 tahun) diterjang timah panas senjata api saat tragedi penembakan di Jalan Tirtosari, Gang Keluarga, Medan Tembung, Kota Medan, Rabu (4/4/2018) larut malam.

Baca: 5 Kebiasaan Bercinta yang Bisa Membuat Pernikahan Bahagia!

Baca: Reaksi Tegas Jokowi Atas Isu Negatif yang Menyerang Dirinya! Sebut Tidak Beradab

Terdengar enam kali suara tembakan. Belum terungkap jelas pemicu penembakan.

Komisaris Polisi Fahrizal kini menjabat sebagai Wakil Kepala Kelopilsian Resor (Wakapolres) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ia menduduki jabatan nomor dua di Polres setempat sejak 9 Desember 2017. Sebelumnya, ia sebagai Kasat Reskrim Polresta Medan.

Dari penuturan warga di lokasi kejadian menyebut, ada sebanyak enam suara tembakan senjata api yang berasal dari rumah korban.

"Ada enam kali suara tembakan dari rumah. Bahkan ketika pelaku hendak keluar rumah pun masih terdengar suara tembakan," kata tetangga korban yang menolak namanya dipublikasikan saat berbincang dengan Harian Tribun Medan/daring Tribun-Medan.com, kemarin.

Kompol Fahrizal menggunakan senja api jenis Revolver, yakni sejenis senjata api di mana peluru dimasukkan ke tabung berputar (revolver).

Revolver biasanya berisi 5-10 peluru, bergantung pada besaran kaliber.

Baca: Hasil Everton Vs Liverpool - Derbi Merseyside Berakhir Tanpa Gol

Baca: BREAKING NEWS: Alami Kecelakaan, Pengendara Sepeda Motor Ini Tergeletak Berlumuran Darah

Setelah terdengar suara tembakan, warga melihat Kompol Fahrizal yang masih menenteng senjata api keluar dari rumah bersama ibunya.

Sukartini berusaha menarik Kompol Fahrizal dari rumah dengan tujuan menjauhkannya dari Jun yang sudah bersimbah darah.

"Kami lihat Wak Kartini (Sukartini) keluar dari rumah sama pelaku. Di tangan pelaku sepintas kami lihat memang senjata api. Wak Kartini ini lah yang tarik tangan pelaku hingga keluar dari rumah. Setelah itu kami enggak lihat lagi keduanya pulang ke rumah," ucap warga.

Menurut keterangan seorang wanita paruh baya berbadan gempal, suara letusan itu terdengar pada Rabu, sekitar pukul 20.30 WIB.

Warga itu juga menyatakan mendengar sekitar enam kali suara letusan senjata.

"Sekitar jam setengah sembilan. Ada enam kali suara tembakan. Kami pun kaget," ungkap ibu yang menggunakan baju daster dari teras rumahnya.

Ketika ditanya apakah ada cekcok di dalam rumah. Wanita tersebut mengaku tidak mengetahui. 

"Nggak tahu juga soalnya kami di dalam rumah juga. Tapi setelah tembakan itu, pelaku bawa ibunya mengarah keluar gang sambil nenteng pistol. Ibunya juga lagi sakit," katanya.

Kapolda Sumut, Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan perbuatan Fahrizal bukan merupakan sebuah prestasi, melainkan masalah yang melibatkan personal oknum kepolisian. Ia mencederai institusi kepolisian.

Baca: Mantan Bos Bongkar Lucinta Luna Ikut Kontes Waria dan 7 Kali Ganti Nama

Baca: Cara Melatih Otak agar Kemampuannya Semakin Menakjubkan

"Kami masih terus melakukan pendalaman untuk mengetahui motif tersangka membunuh adik iparnya," kata Paulus di Mapolda Sumut.

Paulus Waterpauw memaparkan, peristiwa berawal saat kedatangan Fahrizal beserta istrinya Maya Safira Harahap ke rumah korban Jumingan, pada Rabu (4/4/2018) sekitar pukul 19.30 WIB, untuk menjenguk ibunya yang baru sembuh dari sakit.

Saat itu, Henny Wulandari, istri Jun sekaligus adik kandung Fahrizal, mempersilakan abang dan kakak iparnya masuk dan duduk di ruang tamu.

Mereka bercengkeram dekat Sukartini, ibunya.

Tak lama berselang, Henny permisi ke dapur membuatkan minum dan meninggalkan pelaku Fahrizal bersama Maya dan ibunya.

Henny sempat melihat pelaku Fahrizal memijat-mijat ibunya.

Selagi asyik mengobrol, tiba-tiba Henny melihat Fahrizal menodongkan senjata api ke arah ibunya.

Sontak, karena kejadian itu, Jumingan menenangkan dan melarang Fahrizal, sambil berteriak, "jangan bang".

Tak lama berselang Fahrizal malah memalingkan senjata apinya ke arah Jumingan, seketika senjata api langsung meletuskan peluru. "Dorrr..." Jumingan bersimbah darah.

Henny mendengarkan pelaku Fahrizal menembakkan sebanyak 4 hingga 6 tembakan.

Sontak Henny melarikan diri ke arah kamar dan mengunci kamar karena ketakutan.

Sebanyak enam tembakan memberondong badan Jumingan.

Tiga peluru mengarah ke kepala dan dada, lalu tiga lainnya mengarah ke perut korban.

Setelah menembak korban Jumingan, Fahrizal masih menggedor pintu kamar dan menyuruh agar Henny membuka pintunya.

Setelah kejadian, Fahrizal membawa ibunya ke Polsek dan selanjutnya ke Polrestabes Medan untuk menyerahkan senjata apinya ke Wakapolrestabes Medan, Kamis dinihari.

Kamis siang, saat digiring turun dari mobil Kijang Kapsul berwarna silver, sekitar pukul 14.30 WIB, tersangka Fahrizal berjalan mengenakan kaos Quiksilver berwarna merah dan celana basket berwarna silver.

Wakapolres, Polres Lombok Tengah itu terlihat tenang dan pandangan matanya seolah kosong, dibalik sebo berwarna hitam yang dikenakan untuk menutupi wajah.

Depresi Berat

Dugaan depresi yang dialami Fahrizal diungkapkan warga, bertetangga rumah ibu kandung Kompol Fahrizal di Jalan Tirtosari, Gang Keluarga, Medan Tembung. Menurut warga, sikap aneh bukan pertama kali ini saja ditunjukkan Kompol Fahrizal.

"Ini yang kedua kali. Sikap aneh pertama kali dilakukannya itu dulu dia pernah bakar-bakar di depan rumahnya. Bakar kertas dengan tatapan kosong," kata warga yang tinggal di depan Gang Keluarga, Kamis (5/4/2018).

Menurut wanita paruh baya yang mengaku sudah kenal 10 tahun dengan keluarga Kompol Fahrizal, dugaan depresi hebat lah yang memicu Kompol Fahrizal berbuat nekat menembak mati Jumingan.

"Dulu saya pernah tinggal di depan rumahnya, sebelum pindah ke depan gang. Sudah lama kenal dengan keluarganya. Kebanyakan warga di gang ini pasti tahu dia (Kompol Fahrizal) sedang ada masalah. Bisa dibilang depresi lah," ucap perempuan berkaca mata.

Kronologi versi keluarga dan warga tragedi penembakan yang dilakukan Kompol Fahrizal bermula ketika ia baru saja tiba di rumah, Sukartini, ibu kandungnya di Jalan Tirtosari, Gang Keluarga, Kelurahan Bantan, Medan Tembung.

Sejak bertugas sebagai Wakapolres Lombok Tengah, NTB, Kompol Fahrizal sangat jarang pulang.

Dalam setahun ini, ia baru dua kali pulang ke rumah dan ketika berada di Medan, ia selalu melihat kondisi ibunya yang sedang mengalami sakit lambung.

Setibanya di gang, Kompol Fahrizal yang dikenal bersahaja, menegur dan bersalaman dengan para tetangganya sebelum masuk ke rumah ibunya.

Di dalam rumah, Kompol Fahrizal menemui ibunya yang sedang terbaring di kamar lalu membantunya berjalan menuju ruang tamu.

Kedua kaki Sukartini sedang mengalami sakit sehingga butuh bantuan memapah untuk berjalan.

Di ruang tamu, Kompol Fahrizal bercengkrama sembari memijat-mijat kaki ibunya yang sedang sakit.

Ia juga menawarkan ibunya untuk dirawat di rumah sakit agar lekas sembuh, namun Sukartini menolak.

Tak lama berselang, Kompol Fahrizal bangkit dari tempat duduknya lalu menuju ruang keluarga.

Di ruangan itu, Jun sedang duduk di depan televisi.

Entah apa yang ada di pikirannya, Kompol Fahrizal langsung menodongkan pistol ke arah Jun lalu menembaknya. Jun pun roboh dan bersimbah darah.

Henny Wulandary, istri Jun sekaligus adik kandung Kompol Fahrizal, yang sedang menyeduh teh di dapur, kaget mendengar suara letusan senjata api. Merasa takut dan khawatir, Heni berlari ke kamar menguncinya. (*)

Subscribe now for more Tribun Pontianak Videos:

Berita Terkini