Petrus Lengkong Tutup Usia

Petrus Lengkong - Putra Manado Pensiunan Militer yang Jatuh Cinta Pada Budaya Dayak

Penulis: Muzammilul Abrori
Editor: Rizky Zulham
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seniman Dayak, Petrus Lengkong.

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Penggiat seni Dayak, Yohanes Palaunsoeka mengungkapkan rasa kehilangannya karena sesosok pelestari budaya Dayak di Kalbar, Petrus Lengkong hari ini telah berpulang ke rumah bapa, Jumat (5/1/2018).

Setelah mengalami masa kritis pukul 03.00 wib di Rumah Sakit Santo Vincentius, Singkawang, sekitar pukul 05.00 subuh dia mengembuskan napas terakhirnya.

"Saya kenal dia tahun 1991 di Sintang. waktu itu saya ada kegiatan di Sintang dan orang mengenalkan saya dengannya, bahwa Petrus Lengkong memiliki banyak karya. Saya tertarik melihat karya-karyanya dan ternyata dia membuat banyak karya berupa ukiran kayu, baik itu di segala ranting hingga dahan kayu," kenangnya.

Baca: Petrus Lengkong Wafat, Ini Profil Lengkapnya

Dia mengatakan masih lekat diingatannya bagaimana sederhananya ukiran kayu yang dihasilkan tangan pensiunan tentara tersebut.

"Setelah saya lihat, secara kacamata seni masih jauh, hasil karyanya tidak begitu bagus dan susah untuk dipasarkan. Namun dia tidak menyerah, berkali-kali meminta untuk diikutsertakan pada acara kebudayaan," tuturnya.

Karena sering meminta diikutsertakan pada berbagai kegiatan kebudayaan, saat itu Yohanes menyarankannya agar bisa mendekatkan diri dengan dinas terkait di Sintang sehingga bisa diakomodir dan diutus daerah, dalam hal ini kabupaten.

"Ukiran-ukirannya masih susah untuk dijual baik itu secara seni maupun industri. Tapi beliau tetap konsisten sehingga karyanya diarahkan pada meuble seperti kursi meja, layaknya seperti seni terapan," ujarnya.

Baca: Pesan Terakhir Petrus Lengkong Sebelum Wafat untuk Sang Anak

Sekitar tahun 2002 dia mendengar kabar pensiunan tentara yang berasal dari Manado tersebut pindah ke Bengkayang, tinggal di kampung halaman istrinya.

Semenjak di Bengkayang dia muka dekat dengan Dinas Pariwisata sehingga tahun 2002 mulai diajak ikut serta pekan Gawai Dayak dan dia mulai tampil dengan pakaian dan aksesoris hasil kreativitasnya.

"Dulu pakaiannya masih sederhana, masih belum terlihat seperti sekarang namun sudah mulai modifikasi ala Petrus Lengkong," ungkapnya.

Berbeda dengan dirinya yang menggunakan pakaian dan perhiasan sesuai tatanan suku Dayak khususnya Dayak Taman, almarhum banyak berkreasi dengan kulit kayu, taring, tulang, dan tengkorak hewan.

"Saya sebagai pekerja seni tidak bisa membatasi, karena itu adalah kreatifitas beliau sebagai pekerja seni pula. Mulai saat itu beliau terkenal. Berkali-kali diajak dinas pariwisata Bengkayang untuk kegiatan, baik provinsi maupun luar degan pakaian ala Petrus Lengkong itu," katanya.

Sejak tahun 2005 atribut yang dikenakan almarhum mulai booming, pakaian dari kulit kayu dengan hiasan tulang dan tengkorak, kepala burung yang dihias pula dengan bulu burung menjadi pakaian yang banyak ditiru oleh berbagai komunitas Dayak yang ada.

Sehingga Yohanes mengatakan, pakaian yang tampak berbagai komunitas Dayak saat ini tidak terlepas dari pola-pola pakaian yang dibuatnya bersama rekan-rekannya yang lain yaitu Lorens Kubal dan Amos.

Pakaian itulah yang mereka kembangkan dan sampai sekarang jadi trend.

Menurutnya itu adalah kreativitas seni yang memang tidak bisa disalahkan, pakaian Dayak yang telah dimodifikasi sedemikian rupa menggunakan kulit kayu, bulu burung, kepala burung, taring maupun tulang-tulang hewan.

"Kita patut salut dengan beliau, kegigihannya dengan berbagai cara, dengan kekurangan dia tidak malu menunjukkan kecintaannya pada budaya Dayak. Berkali-kali saya beri masukan, dan dia terima, walaupun dari segi umur dia jauh di atas, dia mau mendengar, dan tidak pernah berhenti belajar tentang budaya Dayak yang benar," lanjutnya.

Karena itulah dia mengatakan pencinta budaya Dayak harus berterimakasih pada almarhum, beliau sedikit banyak telah memberikan kontribusi pada budaya Dayak di Kalbar.

Kecintaannya pada budaya Dayak membuatnya meraih penghargaan dari pemerintah pusat sebagai pelestari budaya pada tahun 2010.

"Itu yang saya kenal tentang beliau, pesan saya untuk generasi muda, kita coba tirulah kegigihan berkesenian seorang Petrus Lengkong, dengan fasilitas yang sedikit, dengan lingkungan yang kurang mendukung beliau tidak ada masalah, beliau tetap berkesenian sampai akhir hayatnya dan beliau tidak pernah berhenti belajar budaya daerah," pungkasnya

Dia mengakui, bagaimanapun baginya almarhum Petrus Lengkong telah terukir sebagai pencinta budaya Dayak yang ada di Kalbar.

Berita Terkini