Citizen Reporter
Bripka Agung Utomo,Crime Scene Investigator (CSI) Indonesian Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polresta Pontianak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Tanda atau bekas alas kaki, merupakan satu di antara jenis barang bukti yang sangat disenangi oleh Crime Scene Investigator (CSI) Indonesian Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polresta Pontianak, Bripka Agung Utomo, saat melakukan investigasi sebuah kasus di tempat kejadian perkara (TKP).
Sadar ataupun tidak, ketika seseorang berdiri di suatu tempat untuk melakukan kejahatan, dan karena setiap langkah meninggalkan jejak, maka tanda alas kaki seseorang tersebut dapat saja ditemukan di hampir setiap TKP, baik itu kasus kriminal pembunuhan atau kasus lainnya.
Tanda alas kaki walaupun kecil atau sebagian saja, merupakan jenis barang bukti yang sangat penting.
Karena dapat memberikan suatu petunjuk, hingga kesimpulan yang pasti sesuai ketika bekas sepatu tersebut dicocokan.
Baca: Pengen Buat Suami Makin Panas di Ranjang? Coba 5 Cara Ini
"Barang bukti tersebut dapat ditemukan hampir di setiap permukaan yang keras atau lembut, karpet atau worktop, dan dapat diambil atau diangkat ketika dalam bentuk lumpur, debu, darah atau lemak yang sudah mengering pada alas kaki, juga dapat membawa bukti ke dalam dan keluar dari tempat kejadian, sehingga dapat dicocokkan dengan sumber yang ada," ungkapnya, Selasa (2/5/2017).
Menurutnya, bekas atau tanda yang terbentuk dalam bentuk darah, sangat penting karena dapat menentukan waktu.
Karena bekas atau tanda yang terbentuk dari darah ketika ditemukan di lokasi TKP, dapat dihubungkan dengan DNA korban.
"Tanda atau bekas tersebut dapat menggambarkan jenis alas kaki yang digunakan, dengan ditentukan membuat model dan ukuran selanjutnya, dibandingkan dengan koleksi atau referensi pola gambar. Ini adalah proses yang cepat dapat memberikan hasil yang tepat mengenai siapa pelaku kejahatan dan juga memberikan jenis sepatu yang dikenakan oleh tersangka. Serta berapa jumlah tersangka yang hadir di tempat kejadian tersebut," jelasnya.
Bekas tanda alas kaki juga memiliki potensi yang sama untuk mengidentifikasi jejak sepatu, dan dengan cara ini sungguh dapat memberikan bukti yang dapat meyakinkan, benar atau tidaknya suatu peristiwa kejahatan.
Hal ini dimungkinkan, karena telapak kaki yang rusak atau pecah dengan beberapa garis kecil dan goresan selama dipakai akan meninggalkan bekas cetakan, sehingga menjadi unik.
"Banyaknya komposisi pada sepatu dengan ciri khusus, seperti pola tertentu ketika terbentuk. Akan menjadi terlihat dalam pola acak seperti digunakan. Tanda khusus sepatu yang ditemukan di TKP dapat digunakan untuk menghubungkan peristiwa secara bersama-sama, dengan temuan awal dan dicocokan dengan menggunakan perangkat lunak komputer atau dengan maksimal melalui perbandingan di laboratorium khusus," terangnya.
Meskipun ada ditemukan semua bekas jejak alas kaki pelaku, walaupun tidak sejelas dan sebagus ditemukan, namun ini merupakan hal penting untuk menentukan pelaku kejahatan.
Mulai dari titik masuk atau keluar, atau titik terjadinya kejahatan yang sebenarnya, termasuk apakah kasus perampokan atau kah penyerangan.
"Petugas TKP (Crime Scene Investigator) mencoba untuk membayangkan dan menganalisa, bagian mana yang menjadi kontak pelaku mulai dari masuk, misalnya dari mana seseorang naik melalui jendela dan menuju ke meja kerja. Atau berdiri di depan laci untuk mengambil sebuah pisau," paparnya.
Untuk mengungkap tanda alas kaki, biasanya kami melakukan pemeriksaan secara dekat dengan cahaya langsung yang kuat.
Atau bahkan menggunakan sinar Ultra Violet (UV) atau laser.
"Bekas yang paling kecil akan terlihat, ketika di sinari dan bisa dibandingkan. Petugas TKP (Crime Scene Investigator) memiliki teknik khusus bagaimana memperjelas jejak yang kurang jelas. Seperti debu, lumpur, pasir, darah dan lemak, dengan serbuk atau perlakuan kimia," urainya.
Biasanya di tempat kejadian, bekas jejak itu sendiri dapat di foto atau diangkat menggunakan daya tarik elektrostatik, pita perekat atau gel.
Tapi jika dimungkinkan, bekas dimana tanda tersebut ditemukan, harus dibuat serta harus dianalisis kembali ke laboratorium CSI.
"Tentu jejak sepatu membawa bekas seperti tanah kering, vegetasi dan serbuk kering seperti darah atau serat dari karpet.
Semua ini dapat digunakan untuk menghubungkan sepatu dan peristiwa kejahatan.
Dan dari sepatu dapat memberitahu siapa pelakunya, dengan cara swabbing di bagian dalam sepatu untuk DNA," jelasnya.
Salah satu tempat kejadian lain, juga dapat menjadi hal penting untuk melakukan penilaian suatu peristiwa kejahatan.
Dengan melacak tanda atau pola di sekitar tempat kejadian.
Penentuan yang pertama yaitu dapat memperjelas siapa, melakukan apa, kepada siapa.
"Pelaku kejahatan sering membuang pakaian yang mereka gunakan ketika terkontaminasi dengan darah, tetapi mereka jauh lebih enggan untuk menyingkirkan sepatunya. Seperti dapat di lihat dari foto yang menunjukkan setitik darah kecil, yang tanpa terasa dibawa tersangka yang bisa menghubungkannya dengan perbuatan dan terhadap korban," ungkap Bripka Agung.
Lanjutnya, alas kaki masih dianggap merupakan bukti, seperti pendapat A Conan Doyle yang menulis tentang Sherlock Holmes pada saat melakukan investigasi sekitar 120 tahun yang lalu, dalam bukunya A Study in Scarlet terbitan tahun 1887.
"There is no branch of detective science, says Holmes, That is so important and so much neglected as the art of tracing footsteps. Yang kalau kita artikan 'Tidak ada cabang ilmu detektif' kata Holmes, yang sangat penting dan begitu banyak diabaikan adalah seni mencari jejak," sambungnya.