Liputan Khusus

Undar Dinonaktifkan, 70 Mahasiswanya di Mempawah Khawatir

Penulis: Madrosid
Editor: Arief
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Universitas Darul Ulum

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Sekitar 70 mahasiswa Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang yang mengikuti perkuliahan di Mempawah dibekap khawatir. Sebab, Undar merupakan satu di antara 243 kampus yang dinonaktifkan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir.

Para mahasiswa yang disebut belajar di luar domosili itu takut seluruh jerih payah mereka selama ini, berujung sia-sia. Baik itu dari segi pikiran, tenaga, maupun biaya yang sudah dikeluarkan. Seorang mahasiswa, Hamzah, menunturkan kampus Undar memberi tawaran menarik kepada seluruh calon mahasiswanya.

Mereka tetap bisa kuliah, mendapat ijazah legal, tanpa harus mengeluarkan biaya besar dengan kuliah di luar kota. "Namun setelah adanya penonaktifan ini, kita menjadi khawatir dan bertanya-tanya. Sebab saat ini, banyak sekali kampus yang dinonaktifkan. Kami takut nasib kami sama dengan mahasiswa yang dinonaktifkan itu. Ini (juga) terjadi di kampus kami dari pemberitaan melalui mendia sosial," kata Hamzah kepada Tribun, Senin (5/10/2015) lalu.

Ia menjelaskan, Undar Jombang ini membuka kegiatan perkuliahan di Desa Bakau Kecil. Awal kuliah pada 2011 silam, kuliahnya menumpang di SD Negeri 8. Namun, sejak 2013, aktivitas perkuliahan dipindahkan ke SMA Muhammadiyah Mempawah.

Hamzah menyebut, sesuai dengan penjelasan pengelola, perkuliahan mereka disebut kelompok belajar di luar domisili. Di Mempawah, Undar membuka 5 jurusan. Masing-masing Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Guru Anak Usia Dini (PGPAUD), Teknologi Informasi (TI) Bimbingan Konselling (BK), dan Sosial Politisk (Sospol).

"Awalnya, kami yakin sekali dengan kegiatan perkuliahan yang ada. Tapi, dengan adanya penonaktifan sejumlah kampus dan salah satunya adalah kampus tempat kami kuliah ini, kami jadi khawatir. Takut kita sia-sia belaka. Padahal, kawan-kawan yang lain sudah banyak yang mengeluarkan biaya hingga puluhan juta," ujarnya.

Mahasiswi Undar lainnya, Nurizaka, mengaku sudah menempuh perkuliahan sejak 2011 akhir. Kini dirinya sudah masuk semester akhir dan dalam tahap penyusunan skripsi. "Untuk kegiatan perkuliahan berjalan seperti biasa. Seminggu dua kali. Sabtu dari siang sampai sore. Kalau hari Minggu itu dari pagi sampai pukul 14.00 WIB," kata Nurizaka.  (Baca Juga: Undar di Mempawah, Kelas Jauh atau Bukan?)

Aktivitas perkuliahan berjalan normal, seperti kuliah di universitas lainnya. Ada sekitar 22 Satuan Kredit Semester (SKS) per semerternya. Untuk dosen didatangkan dari Pontianak sesuai jurusan masing-masing.
Rp 20 Juta
Namun, sewaktu-waktu beberapa dosen datang langsung dari Undar, Jombang. "Tidak ada yang aneh dalam kegiatan kuliah, walaupun pengurusnya masih menumpang. Awalnya di SDN 8 Desa Bakau Kecil selama perkuliahan aktif. Sekarang kan sudah tidak ada kegiatan kuliah. Hanya menyusun skripsi. Jadi (kuliahnya) numpang di SMA Muhammadiyah, Desa Bakau Kecil," tuturnya.

Nurizaka mengaku tertarik mengikuti perkuliahan melalui kelompok belajar di luar domisili Undar ini, karena banyak kemudahan yang ditawarkan pengelola. Dari aspek kehadiran, untuk melaksanakan kegiatan kuliah tidak perlu ke Jombang.

Namun, cukup di Mempawah. "Selain itu, dalam administrasi biaya kuliah cukup murah dan mudah. Pengurus tidak mengekang kita. Artinya, pembayaran semester bisa dilakukan dengan cara nyicil. Bisa juga bayar langsug di awal maupun akhir kuliah, totalnya sekitar Rp 20 juta," paparnya.

Mahasiswi asal Desa Antibar ini sampai sekarang masih aktif menyusun skripsinya, meski kampusnya dinonaktifkan Menristekdikti. "Sebenarnya kita khawatir. Tapi pihak pengurus menjelaskan kepada kami, tidak ada masalah. Akan selesai pada Desember 2015 ini. Sebab penonaktifan ini hanya karena karena terjadinya dualisme. Bukan karena kampusnya abal-abal," tegas Nurizaka.

Di antara mahasiswa Undar di luar domisili ini, ternyata ada yang sudah diwisuda. Ia adalah EJ (25). Ia diwisuda langsung di Undar Jombang pada 2013. Ia pun mengantongi gelar sarjana dan mendapat ijazah.

Namun, ia mengaku kecewa karena ternyata ijazahnya tidak bisa diguanakan untuk mendaftar seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Sambas. Sebab, pada ijazahnya tersebut tidak tertera jurusan sesuai dengan kuota penerimaan CPNS Sambas.

"Kalau untuk administrasi lainnya, tidak ada masalah. Hanya, saya kan jurusan PGSD. Tetapi di ijazah itu tertulis PGSD/BK. Itu yang menjadi pertanyaan dari pihak panitia penerimaa CPNS kemarin dan terpaksa ditolak," ujar wanita asal Kecamatan Segedong yang enggan menyebutkan nama lengkap ini.

Suami EJ, BS (30), juga pernah kuliah di tempat istrinya. Ia pernah menanyakan langsung kepada pengelola kelas di luar domisili perihal jurusan dalam ijazah tersebut. Saat itu, pihak pengelola kampus menyanggupi akan segera memperbaikinya.

"Saya semakin takut setelah mendengar bahwa kampusnya yang ada di Jawa saat ini sudah dinonakitfkan. Betapa tidak, saya sudah keluar biaya. Sudah korban tenaga dan pikiran, ternyata sia-sia," imbuhnya.  (Baca Juga: Pengelola Pastikan Dualisme Undar Selesai Desember)

Berita Terkini