Berita Viral

ALASAN Komunitas Driver Grab Mobil Kalbar Dukung Kebijakan Pemerintah Tentang Skema Komisi 20 Persen

Mereka menyebut sistem yang berjalan saat ini telah menciptakan keseimbangan antara aplikator, driver, dan konsumen, serta memberikan manfaat

Editor: Hamdan Darsani
Dok. Kompas.com
DRIVER OJOL - Berikut Ilustrasi demo para driver ojek online. Komunitas Driver Grab Mobil Kalimantan Barat Tegas Dukung Skema Komisi 20 Persen. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Setelah aksi 177 yang dilakukan di Monas mulai muncul banyak komunitas ojol lainnya yang berani menyuarakan bahwa mereka tidak sepakat dengan opini yang beredar selama ini yaitu komisi harus turun dari 20 persen menjadi 10 persen.

Wacana penurunan komisi aplikasi transportasi daring dari 20 persen menjadi 10 persen terus menuai tanggapan dari berbagai daerah.

Di Kalimantan Barat, komunitas-komunitas driver Grab mobil justru menyatakan dukungan kuat terhadap skema 20 persen yang selama ini berlaku.

Mereka menyebut sistem yang berjalan saat ini telah menciptakan keseimbangan antara aplikator, driver, dan konsumen, serta memberikan manfaat nyata dalam kehidupan sehari-hari para mitra pengemudi.

Indra Sulistyanto, Ketua Nyongkoy Line Community, yang menaungi ratusan driver aktif Grab mobil di Pontianak dan sekitarnya, menilai bahwa komisi 20 persen bukanlah beban yang memberatkan.

Justru, menurutnya, skema tersebut merupakan bagian dari investasi bersama antara aplikator dan mitra driver untuk menciptakan layanan yang berkualitas dan
ekosistem kerja yang berkelanjutan.

“Selama ini kami merasakan manfaat yang nyata dari komisi 20 persen itu. Kami mendapat asuransi kecelakaan, bantuan dari customer service yang cepat tanggap, promo-promo untuk penumpang yang membuat order kami stabil, hingga perlindungan jika ada kendala di lapangan. Semua itu tidak gratis, dan kami sadar itu dibayar dari potongan yang kami setorkan,” jelas Indra.

DEMO Driver Ojol 20 Mei 2025 - Gojek Grab Maxim dan InDrive Kompak Bantah Potongan Lebih 20 Persen

Dirinya menambahkan, potongan komisi itu tidak berdiri sendiri, melainkan menjadi sumber utama pembiayaan sistem pelayanan dan perlindungan yang diterima oleh mitra setiap hari.

Jika potongan itu diturunkan tanpa perhitungan matang, maka bukan tidak mungkin seluruh sistem layanan akan terdampak dan para mitra pun ikut kehilangan akses terhadap dukungan-dukungan penting tersebut.

“Ini bukan hanya soal berapa persen dipotong. Ini soal apakah sistem masih bisa berjalan normal kalau tiba-tiba aplikator dibatasi ruang geraknya. Kalau order jadi sepi, kalau asuransi dicabut, kalau tidak ada promo lagi, apa tidak justru mitra yang rugi lebih besar?” ujarnya.

Senada dengan itu, Ihsan Kurniawan, Ketua WOC Community, komunitas driver Grab mobil lainnya di Kalimantan Barat yang menaungi ratusan driver aktif juga menyampaikan kekhawatirannya jika pemerintah atau lembaga legislatif membuat keputusan secara sepihak berdasarkan tekanan dari pihak yang tidak lagi aktif di lapangan.

“Kalau dipaksakan turun, aplikator bisa kehilangan kemampuan memberi promo dan layanan ke mitra. Driver bisa kehilangan perlindungan, order bisa sepi. Jangan korbankan sistem yang sudah berjalan baik hanya karena tekanan dari oknum yang bahkan sudah tidak
aktif narik,” tegas Ihsan.

Menurutnya, keputusan tentang struktur komisi seharusnya bersifat jangka panjang dan lahir dari proses dialog yang melibatkan mitra aktif. Ia menyayangkan jika ada suara-suara yang sudah tidak terlibat secara langsung dalam sistem, tetapi justru mendominasi wacana kebijakan.

“Kami ini setiap hari kerja, mulai pagi sampai malam. Kami tahu realitas di jalan, kami tahu apa yang bisa kami terima dan apa yang tidak bisa kami korbankan. Jangan sampai keputusan besar lahir dari ruang-ruang tertutup tanpa melibatkan kami,” lanjut Ihsan.

Kedua komunitas ini menilai bahwa yang dibutuhkan oleh driver bukanlah penurunan komisi, tetapi sistem yang adil, stabil, dan mendukung kesejahteraan. Komisi 20 persen dianggap sebagai bentuk gotong royong yang selama ini sudah berjalan secara sehat antara
aplikator dan mitra.

Selain itu, mereka juga mengingatkan bahwa keberlangsungan aplikator turut menjadi jaminan bagi kelangsungan nafkah ribuan pengemudi di seluruh Indonesia. Jika perusahaan terganggu operasionalnya, maka dampak paling awal dan paling nyata akan dirasakan langsung oleh driver.

“Kalau aplikator sehat, kami juga bisa tetap bekerja. Kalau sistemnya kuat, kami tidak perlu khawatir esok hari. Tapi kalau sistem ini dirusak karena ambisi politik atau kepentingan sesaat, maka kami yang akan kehilangan mata pencaharian,” ujar Indra.

Baik Nyongkoy Line Community maupun WOC Community berharap agar pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, berhati-hati dalam menyikapi isu perubahan skema komisi. Mereka meminta agar suara driver aktif menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan.

6 Peristiwa Terpopuler Kalbar! Viral Mahasiswa IAIN Pontianak Meninggal hingga Tugu Naruto Melawi

“Kami hanya ingin tenang bekerja. Kami tidak butuh keputusan yang gegabah. Kami butuh ekosistem yang seimbang, stabil, dan terus berkembang. Komisi 20 persen adalah bagian dari sistem itu, dan kami mendukungnya tetap dipertahankan,” tutup pernyataan bersama dari kedua komunitas. 

Dengan dukungan ini, komunitas driver Grab mobil Kalimantan Barat menambah panjang daftar daerah yang menyuarakan sikap serupa mempertahankan komisi 20 persen demi keberlanjutan dan kesejahteraan bersama. 

Oleh karenanya, komunitas-komunitas ini memutuskan untuk tidak turun ke jalan 21 Juli 2025 nanti yang diinisiasi oleh Garda, karena tidak sepaham dengan hati nurani mereka. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS

- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved