Ragam Contoh

Rahasia yang Dikatakan Rasulullah kepada Fatimah Menjelang Wafatnya

Pada usia sekitar 15 tahun lebih 5 bulan, Fatimah dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib sepupu sekaligus sahabat setia Rasulullah yang saat itu berusia

Instagram
Suatu hari, jelang wafatnya Nabi Muhammad SAW, Fatimah terus-menerus menangis. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID-Fatimah Az Zahra, nama yang tak asing di telinga umat Islam. Ia bukan hanya dikenal sebagai putri kandung Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebagai perempuan mulia yang menjadi simbol keteguhan, kesabaran, dan ketulusan dalam menjalani kehidupan. 

Lahir pada tahun 606 M, tepatnya lima tahun setelah ayahnya diangkat menjadi Nabi, Fatimah menjadi saksi hidup dari awal perjuangan dakwah Islam di tanah Makkah yang penuh tantangan dan penderitaan.

Sebagai anak perempuan satu-satunya yang masih hidup hingga masa kenabian ayahnya berlanjut ke Madinah, Fatimah tumbuh dalam lingkungan yang sarat tekanan dari kaum musyrikin. 

Namun, di tengah situasi sulit itu, ia tetap menjadi pribadi yang teguh, salehah, dan selalu dekat dengan Al-Qur’an. 

Dikisahkan bahwa Fatimah sangat gemar membaca Al-Qur’an dan mengamalkan ajaran-ajaran yang tertulis di dalamnya.

Julukan Penuh Makna

Dalam buku Akidah Akhlak karya Sihabul Milahudin (2020), dijelaskan bahwa Fatimah memiliki banyak julukan karena akhlaknya yang begitu mulia. Beberapa di antaranya adalah:

Kaniz, yang berarti "terpelihara"

Nisa Al Amin, yang berarti "perempuan utama sejagat"

Az Zahra, yang berarti "yang bercahaya" atau "cemerlang"

BUKAN Teror Bom, Penumpang Saudia Airlines Dievakuasi dengan Alasan Pesawat Rusak

Julukan-julukan ini tidak hanya diberikan sebagai gelar, tetapi mencerminkan karakter dan peran besar Fatimah dalam sejarah Islam, baik sebagai anak, istri, ibu, maupun perempuan Muslim yang menjadi panutan hingga kini.

Pernikahan Penuh Kesederhanaan

Pada usia sekitar 15 tahun lebih 5 bulan, Fatimah dinikahkan dengan Ali bin Abi Thalib sepupu sekaligus sahabat setia Rasulullah yang saat itu berusia 21 tahun. Pernikahan mereka berlangsung pada tahun 622 M, setelah peristiwa hijrah ke Madinah.

Meski Ali tidak berasal dari kalangan berada, Rasulullah tetap merestui pernikahan tersebut karena melihat ketakwaan, keberanian, dan akhlak mulia Ali.

Sebagai mahar, Ali menjual perisai perangnya untuk membiayai pernikahan mereka. Ini menjadi bukti bahwa ikatan cinta dan rumah tangga dalam Islam tidak ditentukan oleh harta, tetapi oleh keimanan dan komitmen bersama untuk menjalani kehidupan yang diridhai Allah SWT.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved