Berita Viral
Balas Dendam Istri Tolak Berhubungan, Suami Tinggalkan Bayinya di Hutan
Aksi tersebut dilakukan karena sang istri menolak berhubungan intim hanya beberapa hari setelah melahirkan.
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Seorang pria muda di Thailand ditangkap polisi setelah diduga menelantarkan bayi laki-lakinya yang baru berusia dua minggu di tengah hutan sebagai bentuk balas dendam terhadap istrinya.
Aksi tersebut dilakukan karena sang istri menolak berhubungan intim hanya beberapa hari setelah melahirkan.
Pelaku, bermarga Wuttichai (21), dilaporkan membawa bayinya ke kebun pisang, memotretnya dalam keadaan tergeletak di tanah, lalu mengirimkan gambar tersebut ke istrinya yang sedang berada di rumah teman.
Kasus ini mencuat ke publik setelah sang istri, Orathai (22), melaporkannya kepada kepala desa dan mengunggah tangkapan layar percakapan mereka secara daring.
Kepolisian segera menyelidiki dan menemukan bahwa Wuttichai adalah seorang pecandu narkoba dan kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Tes urine terhadap pelaku menunjukkan hasil positif narkoba, dan ia kini menghadapi proses hukum serta rehabilitasi wajib.
Insiden ini menuai kecaman luas di media sosial Thailand, dengan warganet mempertanyakan kelayakan sang pria sebagai seorang ayah seperti disadur dari South China Morning Post, Senin 21 April 2025.
[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]
Bagaimana Kronologi Ayah di Thailand Tinggalkan Bayi di Kebun Pisang?
Seorang pria muda di Thailand menjadi sorotan setelah dituduh menelantarkan bayinya yang baru berusia dua minggu di sebuah kebun pisang.
Insiden ini bukan sekadar kasus penelantaran anak, tetapi juga membuka tabir kekerasan dalam rumah tangga, kecanduan narkoba, dan masalah psikologis yang berkelindan dalam rumah tangga tersebut.
Pelaku, seorang pria berusia 21 tahun bermarga Wuttichai, ditangkap oleh pihak kepolisian setempat di Provinsi Buriram, Thailand timur laut.
Ia diduga membawa putranya yang masih bayi ke kebun pisang, meletakkannya di tanah, kemudian memotret sang bayi dan mengirimkan gambar itu kepada istrinya, Orathai (22 tahun), yang saat itu sedang berada di rumah seorang teman.
Apa Motif di Balik Aksi Penelantaran Bayi Ini?
Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari Channel 7 News Thailand, motif Wuttichai melakukan hal tersebut adalah untuk "menghukum" istrinya.
Pasangan ini diketahui sedang bertengkar, dengan penyebab utama adalah penolakan Orathai untuk berhubungan badan dengan suaminya tak lama setelah melahirkan.
Dalam keterangannya kepada polisi, Orathai menyatakan bahwa suaminya telah berulang kali memaksanya untuk berhubungan intim, bahkan hanya 12 hari pasca melahirkan.
Penolakan itu kemudian memicu kemarahan Wuttichai, yang kemudian nekat membawa bayinya ke kebun pisang sebagai bentuk pelampiasan emosinya.
Bagaimana Reaksi Sang Ibu dan Langkah Penyelamatan Bayi?
Orathai, yang menerima pesan dan foto bayi tersebut, segera panik dan melaporkannya kepada kepala desa.
Ia juga mengunggah isi percakapan mereka ke media sosial, dengan harapan mendapat bantuan dan mempermalukan sang suami secara publik.
Unggahan tersebut pun viral, memicu reaksi keras dari warganet Thailand.
Untungnya, bayi tersebut tidak terluka dan akhirnya dibawa pulang kembali oleh Wuttichai.
Namun, tindakan tersebut tetap dianggap sangat membahayakan nyawa anak, mengingat usia bayi yang sangat rentan dan kondisi lingkungan yang tak layak bagi bayi.
Siapa Wuttichai? Mengapa Istrinya Menuduhnya Pecandu Narkoba dan Pelaku KDRT?
Dalam laporan kepada pihak kepolisian, Orathai menyebut bahwa suaminya merupakan pecandu narkoba sekaligus penjudi.
Ia juga menambahkan bahwa Wuttichai kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tidak hanya terhadap dirinya, tetapi juga terhadap anak pertama mereka yang baru berusia satu tahun.
Wuttichai sendiri membantah tuduhan bahwa ia sengaja meninggalkan anaknya.
Ia mengklaim bahwa sang bayi hanya sedang tertidur di kebun pisang dan bahwa ia tidak berniat menelantarkan anak tersebut.
Namun, pembelaannya ini tidak menghapus fakta bahwa tindakannya sangat membahayakan dan tidak pantas dilakukan oleh seorang ayah.
Polisi kemudian melakukan tes urin terhadap Wuttichai dan hasilnya menunjukkan bahwa ia positif menggunakan narkotika.
Dengan hasil tersebut, Wuttichai kini menghadapi tuduhan terkait penyalahgunaan narkoba, serta pelanggaran hukum lainnya yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga dan penelantaran anak.
Apa Sanksi Hukum bagi Pelaku Penelantaran Anak di Thailand?
Berdasarkan hukum yang berlaku di Thailand, penelantaran anak di bawah usia sembilan tahun dapat dikenai hukuman pidana.
Jika tindakan tersebut tidak menyebabkan luka fisik yang serius, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga tiga tahun atau denda sebesar 6.000 baht (setara sekitar 180 dolar AS).
Dalam kasus Wuttichai, meskipun bayinya ditemukan dalam keadaan selamat, kondisi psikologis anak dan ibunya bisa mengalami trauma jangka panjang.
Pihak kepolisian juga menyebutkan bahwa selain proses hukum, Wuttichai akan diarahkan menjalani rehabilitasi sebagai bagian dari pemulihan kecanduannya terhadap narkotika.
Apa Tanggapan Publik Thailand terhadap Insiden Ini?
Peristiwa ini menimbulkan gelombang kemarahan publik.
Banyak pengguna media sosial di Thailand yang mengecam tindakan Wuttichai dan menilai bahwa ia tidak layak menyandang status sebagai seorang ayah.
"Kekerasan fisik terhadap istri dan anak-anaknya, perjudian, penggunaan narkoba. Menuntut seks 12 hari setelah melahirkan. Saya tidak bisa berkata apa-apa," ujar seorang warganet dalam komentar yang viral di media sosial.
Komentar lain menambahkan, “Malu pada lelaki itu. Bagaimana dia bisa melakukan itu pada istri dan anaknya yang masih kecil? Dia tidak seharusnya menjadi seorang ayah.”
Bahkan ada juga yang mempertanyakan keputusan Orathai untuk memiliki anak dari pria seperti Wuttichai, “Mengapa dia punya anak dengan seorang pecandu narkoba? Saya merasa kasihan pada anak itu.”
Bagaimana Perlindungan Terhadap Ibu dan Anak Korban Kekerasan Rumah Tangga di Thailand?
Kasus ini menyoroti urgensi perlindungan yang lebih kuat terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga di Thailand.
Kekerasan dalam rumah tangga, apalagi yang melibatkan bayi dan anak kecil, harus menjadi perhatian utama pemerintah dan lembaga perlindungan anak.
Meski Thailand telah memiliki undang-undang yang mengatur kekerasan domestik dan penelantaran anak, implementasi dan perlindungan secara menyeluruh masih menjadi tantangan tersendiri.
Banyak korban, seperti Orathai, hanya bisa bersuara setelah insiden besar terjadi dan menjadi perhatian publik.
Bentuk Balas Dendam
Kasus ayah muda di Thailand yang nekat menelantarkan bayinya sebagai bentuk balas dendam terhadap istri bukan hanya mencerminkan masalah individu, tetapi juga memperlihatkan potret buram rumah tangga yang terjerat narkoba, kekerasan, dan ketimpangan kuasa gender.
Penegakan hukum dan dukungan rehabilitasi terhadap pelaku sangat penting, namun lebih dari itu, negara juga perlu memperkuat jaring pengaman sosial bagi para ibu dan anak yang menjadi korban kekerasan.
(*)
• Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
• Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!
Ayah Thailand ditangkap
Ayah buang bayi di hutan
Ayah balas dendam ke istri
Kasus penelantaran bayi Thailand
Suami marah istri menolak berhubungan badan
Pecandu narkoba buang bayi
Bayi dua minggu ditinggalkan di hutan
Kekerasan dalam rumah tangga Thailand
5 Ribu Siswa Keracunan MBG 2025, Menkeu Usul Realokasi Dana dan Bantuan Beras 10 Kg per Keluarga |
![]() |
---|
SADIS! Bayi Dibanting hingga Tewas Kepala Pecah dan Otak Berhamburan |
![]() |
---|
BIKIN Bunga Deposito Turun Kebijakan Menkeu Purbaya Direspon Positif Netizen Hotman Paris Kok Merugi |
![]() |
---|
KEPASTIAN Tanggal iPhone 17 Resmi Dijual di Indonesia Lengkap Spesifikasi dan Harga Termurah 2025 |
![]() |
---|
UPDATE Kode Meteran Listrik PLN Terbaru 2025 Lengkap Semua Merek, Praktis dan Lebih Hemat Token |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.