Ramadan 2025

HUKUM Melaksanakan Itikaf hingga Keistimewaan pada 10 Malam Terakhir Ramadhan

Secara etimologi, kata “I’tikaf” berarti ‘menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada pada-Nya’.

Editor: Dhita Mutiasari
Freepik.com
ITIKAF BULAN RAMADHAN – Grafis tentang seseorang yang khusuk melaksanakan ibadah di Bulan Ramadhan di upload Senin (24/3/2025). Hukum amalan Itikaf aalah sunnah. Akan tetapi bila dinazarkan untuk beritikaf maka hukum amalannya menjadi fardhu. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID -  I'tikaf adalah amalan yang dianjurkan selama bulan Ramadan, terlebih di sepuluh malam terakhir.

Melakukan i'tikaf merupakan bentuk upaya yang dilakukan umat muslim untuk meraih Lailatul Qadar.

 I’tikaf ini sangat dianjurkan dan bahkan kerap dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW di masjid.

Secara harfiah, I'tikaf berarti "berdiam diri" di masjid dengan niat khusus untuk beribadah. 

Secara etimologi, kata “I’tikaf” berarti ‘menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa tetap berada pada-Nya’.

Keutamaan Itikaf Lengkap hingga Niat dan Rukun dan Syarat

Sementara itu, menurut pengertian syariat makna, “I’tikaf” berarti ‘berdiam diri di masjid jami’ dengan niat beribadah kepada Allah SWT’.

Dalam I’tikaf ini, kita akan duduk “berduaan” dengan Allah SWT dan senantiasa berdzikir dengan mengiba permohonan ampun serta rahmatNya. Jadi, I’tikaf itu tidak hanya sekadar berdiam diri saja, tetapi juga sambil melafalkan lantunan dzikir atau asmaul husna.

Keutamaan kegiatan ibadah i’tikaf ini sangatlah besar, apalagi jika dilakukan ketika malam Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa kegiatan i’tikaf di sepuluh malam terakhir pada bulan bulan Ramadhan itu bagaikan beri’tikaf dengan Beliau.

“Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaf lah pada sepuluh malam terakhir.” (HR Ibnu Hibban)

 Selain itu, dalam Al Quran juga kerap mengajarkan tentang ibadah i’tikaf ini. Salah satu dalilnya adalah:

Yang artinya,

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawad, yang beri’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.’” (Al-Baqarah: 125)

Hukum I'tikaf

Sebenarnya melakukan i'tikaf sepanjang bulan Ramadan sah-sah saja. Akan tetapi, di 10 malam terakhir memiliki keistimewaan khusus karena Anda sambil berlomba-lomba mencari malam Lailatul Qadar.

Dalam sebuah hadis disebutkan, Rasulullah SAW bersabda bahwa i'tikaf di 10 malam terakhir Ramadan seperti beri'tikaf bersama Beliau.

“Siapa yang ingin beri'tikaf bersamaku, maka beri'tikaf pada sepuluh malam terakhir.” (Hadits Ibnu Hibban).

Secara etimologi i'tikaf adalah kegiatan berdiam diri di masjid dengan niat khusus.

Artinya niat antara umat muslim yang satu dengan yang lain bisa saja berbeda.

Sebagai contoh niat i'tikaf di antaranya ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT, ingin mendapatkan keistimewaan Lailatul Qadar, melakukan muhasabah diri, hingga berharap ridho dan rahmat dari Allah SWT.

Hukum amalan ini sunnah. Akan tetapi bila Anda menazarkan untuk beritikaf maka hukum amalannya menjadi fardhu.

Bagaimana untuk wanita, apakah boleh beri'tikaf? Dalam suatu riwayat menuliskan bahwa Nabi Muhammad SAW mengizinkan istrinya beri'tikaf.

Aisyah ra berkata yang artinya:

“Rasulullah SAW terbiasa melakukan i'tikaf di bulan Ramadan. Bila selesai dari shalat subuh, Beliau masuk ke tempat khusus i'tikaf untuknya. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian Aisyah ra meminta izin untuk bisa beri'tikaf bersama Beliau, maka Beliau mengizinkannya.”

Kemudian Aisyah ra berkata bahwa:

“Nabi Muhammad SAW beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir di Ramadan hingga wafatnya, kemudian istri-istri Beliau pun beri'tikaf setelah kepergian Beliau.”

Dengan kata lain wanita diperbolehkan untuk beritikaf asalkan telah mendapatkan izin dari suaminya dan tidak menimbulkan fitnah. Apabila kedua hal tersebut atau salah satunya tidak ada maka hukumnya haram.

Waktu paling utama untuk I’tikaf.

I’tikaf paling utama adalah i’tikaf sepuluh hari bulan Ramadhan, dan jika ia memutuskannya atau memutuskan sebagiannya, maka tidak ada dosa atasnya kecuali i’tikafnya adalah nazar.

I’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan disunnahkan bagi laki-laki dan perempuan.

عن عائشة رضي الله عنها: أَنَّ النَّبِيَّ- صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ الله تَعَالَى، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. متفق عليه

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mewafatkan beliau, kemudian istri-istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf sesudahnya.’ Muttafaqun ‘alaih.

Sah i’tikaf perempuan di dalam masjid apabila walinya mengijinkannya dan aman dari fitnah, dan ia suci dari haid dan nifas.

Ia harus memisahkan diri dari laki-laki, berada di tempat khusus untuk perempuan.

I’tikaf batal dengan keluar masjid tanpa adanya kebutuhan, berjima’ dengan istrinya, atau murtadnya, atau jika ia mabuk.

Tidur di masjid kadang-kadang bagi orang yang membutuhkan seperti orang asing, orang fakir yang tidak memiliki tempat tinggal dibolehkan. Adapun menjadikan masjid sebagi tempat bermalam dan ….. maka hal ini dilarang kecuali bagi orang yang i’tikaf dan semisalnya.

Lama I’tikaf

Terkait durasi I’tikaf, di kalangan ulama berbeda pendapat. Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.

Dengan mempertimbangkan dua pendapat ini, Majelis Tarjih menyimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).

Tempat I’tikaf

Di dalam QS. al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid.

Di kalangan para ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya.

Sebagian berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi).

Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama Hambali).

Menurut Majelis Tarjih, masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami atau masjid yang biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jum’at, dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa.

Keutamaan Itikaf

Adapun keutamaan melakukan i'tikaf selain mengejar malam Lailatul Qadar di antaranya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharapkan pahala besar, menciptakan kebiasaan diri gemar beribadah, serta memproteksi diri dari godaan duniawi.

Simak penjelasannya:

1. Mendekatkan Diri kepada Allah SWT

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barangsiapa yang beritikaf di masjidku, maka dia melakukannya karena mencari wajah Allah. Oleh karena itu, maka tidaklah boleh seseorang yang beritikaf keluar dari masjid kecuali untuk keperluan mendesak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Mengharapkan Pahala Berlipat Ganda

Meskipun secara etimologi definisi i'tikaf adalah berdiam diri di masjid. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak secara harfiah.

Beri'tikaf merupakan aktivitas ibadah yang dilakukan sepanjang malam di masjid. Jadi, selama di masjid, selain melaksanakan shalat sunnah Anda bisa berdoa, membaca Al-Quran, dan berzikir.

Dengan melaksanakan berbagai amalan sunnah tersebut telah menjadi upaya Anda untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berharap ganjaran pahala berlipat ganda.

3. Menciptakan Kebiasaan Gemar Beribadah

Rutin melakukan i'tikaf di bulan Ramadan dapat membantu menciptakan kebiasaan diri untuk gemar beribadah. Langkah Anda dalam beribadah jadi semakin ringan.

4. Memproteksi Diri dari Godaan Duniawi

Keutamaan i'tikaf yang terakhir yaitu menjaga diri dari godaan duniawi. Caranya dengan memisahkan diri sejenak dari kehidupan bermasyarakat.

Selain menjaga diri dari godaan duniawi, fokus Anda untuk meningkatkan kualitas beribadah semakin besar.

Rukun dan Syarat Itikaf

Dalam beri'tikaf, ada rukun dan syarat yang perlu Anda perhatikan selama melaksanakan itikaf di masjid. Empat rukun dalam beri'tikaf di antaranya:

  • Melafalkan niat
  • Berdiam diri di masjid minimal selama tuma'ninah salat
  • Masjid
  • Orang yang melaksanakan itikaf

Syarat-syarat sah beritikaf

  • Orang yang beri'tikaf beragama Islam
  • Orang yang beri'tikaf memiliki akal sehat
  • Orang yang beri'tikaf tidak berhadas besar

Waktu Ideal untuk Itikaf

Sebenarnya Anda bisa melakukan i'tikaf kapan saja. Termasuk bila memasuki waktu-waktu diharamkannya shalat, Anda tetap bisa beri'tikaf.

Hanya saja untuk meraih keutamaan malam Lailatul Qadar memang disarankan beri'tikaf di 10 malam terakhir Ramadan.

Anjuran ini tertuang dalam hadis riwayat Bukhari. Berikut ini arti riwayatnya:

“Dari Aisyah ra, istri Nabi Muhammad SAW mengungkapkan bahwa Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga Beliau wafat. Kemudian istri-istrinya mengerjakan i'tikaf sepeninggalan Beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)

Niat I'tikaf

Syekh Nawawi dalam NU Online, mengklasifikasikan itikaf ke dalam 3 macam yaitu i'tikaf mutlak, i'tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus dan i'tikaf terikat waktu dan terus-menerus. Berikut ini lafal niat untuk masing-masing i'tikaf.

1. Niat I'tikaf Mutlak
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.”

2. Niat I'tikaf Terikat Waktu

Berikut ini lafal niat itikaf terikat waktu misalnya selama satu bulan.

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah.”

Niat lainnya yakni:

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah.”

3. Niat I'tikaf yang Dinazarkan
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini fardhu karena Allah.”

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى

“Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah.”

Hal-hal yang Membatalkan I'tikaf

Itikaf bisa dikatakan batal bila Anda keluar dari masjid tanpa ada niat kembali ke masjid. Namun setelah Anda keluar dari masjid tanpa niat kembali ke masjid, lalu kembali lagi ke masjid maka Anda harus melafalkan niat kembali.

Akan tetapi, bila Anda keluar dari masjid dengan niat akan kembali lagi ke masjid. Maka Anda tidak perlu melafalkan niat itikaf lagi. Termasuk bila Anda kembali ke masjid yang berbeda, tetap saja tidak perlu melafalkan niat lagi.

Selain alasan di atas, ada sembilan alasan lain yang dapat membatalkan i'tikaf, antara lain:

  • Melakukan hubungan suami istri
  • Mengeluarkan sperma
  • Sengaja mabuk
  • Murtad
  • Sedang berhaid waktu melaksanakan i'tikaf untuk wanita
  • Masa nifas untuk wanita
  • Keluar masjid tanpa alasan
  • Keluar karena ada kewajiban yang bisa ditunda
  • Keluar karena alasan sampai beberapa kali, namun sebenarnya Anda keluar karena keinginan sendiri

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved