Masyarakat Ancam Akan Pagar Kebun Anak Perusahaan PT Sampoerna Agro Tbk Landak

Termasuk berkaitan dengan Corporate Sosial Responsibility (CSR). "Pemodal bertanggung jawab kepada masyarakat, tetapi apa yang didapatkan masyarakat k

Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ALFON
BERI PENJELASAN - Tokoh Masyarakat asal Desa Ringo Lojok Pius Nastro Bunga bersama masyarakat menjelaskan tuntutan mereka kepada pihak PT TTT anak perusahaan PT Sampoerna Agro Tbk. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, LANDAK - Puluhan masyarakat dari tiga Desa di Kecamatan Menyuke, dan Banyuke Hulu Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat yakni Desa Ringgo Lojok, Desa Angkaras, dan Desa Songga.

Mengancam akan melakukan pemagaran kebun perusahaan PT Tebar Tandan Tenerah (TTT) yang merupakan anak perusahaan dari PT Sampoerna Agro Tbk.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Tokoh Masyarakat setempat yakni Pius Nastro Bunga didampinggi Iyas, Aloisius Baat, dan Absenten pada Kamis 30 Januari 2025.

Dijelaskan Pius Nastro Bunga, Pemagaran kebun ini dilakukan karena masyarakat merasa di bodohi oleh pihak perusahaan. Dimana bagi hasil tidak sesuai, dan kebun mitra juga sampai tidak dirawat.

Kemudian, janji manis ketika MoU dengan masyarakat penyerah lahan tidak terlaksana dan tidak ada terealisasi.

Seperti semangat mensejahterakan masyarakat sekitar kebun, membuka lapangan pekerjaan, mendidik masyarakat, membuat jalan transportasi publik, membantu fasilitas umum.

"Pembagian hasil 70:30 harus transparan dan terbuka. Karena itu dipertanyakan oleh masyarakat penyerah lahan," ujar Pius Nastro Bunga.

Termasuk berkaitan dengan Corporate Sosial Responsibility (CSR). "Pemodal bertanggung jawab kepada masyarakat, tetapi apa yang didapatkan masyarakat kami, semuanya janji-janji manis dari perusahaan, tidak dipenuhi," tuturnya.

Tim Medis PMI Landak Kerja Ekstra Tangani Banjir, Karolin : Kita Jemput Bola

Disampaikannya lagi, selama ini penghasilan masyarakat dari bagi hasil dengan perusahaan setiap bulannya paling besar Rp 200 ribu dan paling parahnya lagi ada yang hanya Rp 6 ribu.

"Uang yang mereka dapatkan tidak bisa untuk menyekolahkan anaknya, apa lagi untuk perbaikan gizi dan keperluan lain. Seharusnya dengan hadirnya perusahaan, semakin baik kehidupan masyarakat sekitar terutama masyarakat penyerah lahan," ungkapnya.

Begitu juga dengan Amdal yang tidak dihiraukan oleh perusahaan, tidak diperhatikan, tidak dipikirkan. Dimana ada sumber mata air untuk dikonsumsi masyarakat, tetapi di sampingnya ada kebun perusahaan. 

"Mereka menggunakan pestisida, pupuk. Waktu kemarau oke dia tidak mengalir, begitu musim hujan dan mengalir, airnya di minum oleh masyarakat, itu sangat merugikan masyarakat saya," tegasnya.

Kebun yang tidak dirawat, alasan pihak perusahaan kata Pius Nastro Bunga karena pencurian. Sehingga berikbas pada pembagian hasil yang tidak sesuai. 

"Alasan mereka selalu terjadi pencurian, masyarakat dikambing hitamkan. Tapi kebun mereka tidak dirawat, saya ada bukti foto-foto dan videonya. Cek aja ke ke lapangan, mana ada perawatan," sebutnya.

Pius Nastro Bunga kembali menegaskan, kalau permohonan masyarakat yang sudah disampaikan ke pihak perusahaan masih tetap tidak ditanggapi, maka akan datang lebih ramai lagi. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved