Khazanah Islam

Bolehkah Istri Memandikan Jenazah Suaminya? Simak Penjelasan Singkat Berikut ini

Para ahli fiqh sepakat mengatakan bahwa yang akan memandikan mayat laki-laki adalah laki-laki dan yang memandikan mayat perempuan adalah perempuan.

Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK/Kolase/Dan
Memandikan jenazah hukumnya fardhu kifayah. apa hukum bagi Suami yang memandikan jenazah istrinya. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Pemandian jenazah merupakan ibadah yang sangat mulia dan dihormati dalam Islam.

Hukum memandikan jenazah merupakan Fardhu Kifayah.

Lalu apakah boleh jika suami ingin memandikan Jenazah istrinya yang telah meninggal?

Para ahli fiqh sepakat mengatakan bahwa yang akan memandikan mayat laki-laki adalah laki-laki dan yang memandikan mayat perempuan adalah perempuan.

Perbedaan pendapat terjadi dalam menetapkan hukum seseorang suami memandikan mayat istrinya atau sebaliknya, isteri memandikan mayat suami.

Hukum Istri Menjual Mahar Pernikahan Pemberian Suami? Boleh Atau Haram?

Ahli fiqh dari kalangan hanabillah berpendapat, suami tidak boleh memandikan mayat isterinya, karena hubungan perkawinan antara keduanya telah berakhir seiring dengan kematian isterinya.

akan tetapi jika tidak ada yang memandikan selain suami, maka dalam keadaan ini suami boleh dengan mentayammumkannya

dan tidak boleh memandikannya, karena dengan tayamum hal-hal yang tidak baik dapat dihindari.

Lain halnya jika yang meninggal lebih dahulu adalah suami, dalam hal ini, menurut Hanabilah, boleh istri memandikannya karena statusnya sebagai istri masih langsung selama ia dalam iddah wafat.

Mayoritas ahli fiqh berpendapat atas bolehnya suami memandikan mayat istrinya.

Demikian juga halnya isteri memandikan mayat suaminya dengan syarat perkawinan mereka tidak terputus oleh talak sampai salah seorang diantara keduanya wafat.

Namun demikian, mereka mengatakan bahwa antara suami isteri itu tidak boleh memandikan dengan tangan telanjang,

tidak pula dibolehkan memandang kebagian yang terlarang dari si mayat.

Apa Hukum Bagi Makmum yang Mendahului Imam Saat Shalat Berjamaah?

Jika mayat itu seorang laki-laki maka yang lebih utama memandikannya ialah laki-laki yang tergolong ‘asabahnya, yaitu bapak, nenek, anak, cucu, saudara kandung, anak saudara, paman dan anak paman.

Diantara mereka yang diutamakan adalah mereka yang dekat nasabnya dengan si mayat.

Bapak diutamakan dari nenek, dan anak diutamakan dari cucu, dan seterusnya.

Tetapi jika ada diantara mereka yang lebih mengetahui tata cara memandikan, maka ia diutamakan dari yang lebih dekat nasabnya tetapi tidak mengerti tata cara memandikan mayat;

karena tujuan dari memandikan itu adalah terlaksananya kewajiban kifayah yang mesti dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’.

Jika laki-laki golongan ‘asabah tadi tidak diperoleh atau mereka diperoleh tetapi tidak ada yang mengetahui tatacara memandikan,

maka menurut fukaha dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah, diutamakan isterinya dari yang lain.

Jika isterinya tidak ada atau berhalangan, menurut Malikiyah, diserahkan pelaksanaanya kepada perempuan mahrimnya, seperti ibu, putri, saudari kandung dan tante.

Jika perempuan mahrimnya tidak ada, baru diperbolehkan perempuan yang ajnabi untuk memandikannya dengan cara mentayamum-kannya.

Lebih utama memandikan mayat perempuan adalah kerabatnya yang mahramah (seandainya ia laki-laki diharamkan baginya menikahinya),

seperti ibu, putri, saudari kandung, putri dari saudara, putri saudara laki-laki, tante, dan bibi.

Mereka ini diutamakan menurut kedekatan nisabnya dengan mayit.

Jika mereka tidak ada baru diserahkan kepada zawil arham yang tidak termasuk mahramnya seperti putri dari paman.

Jika kelompok zawil arham tidak ada, diserahkan kepada perempuan lain yang ajnabi, seterusnya kepada suami menurut Syafi’iyah dan Hanabilah. (*)

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved