Lokal Populer

Manajemen Penanganan Konflik Dengan Cara Kolaboratif di Kabupaten Sintang

penanganan konflik sosial harus dilaksanakan secara sinergi, terpadu dan terkoordinasi dengan seluruh unsur tingkatan pemerintahan

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Tri Pandito Wibowo
Dok. Polres Sintang
Polres Sintang gelar Focus Group Discusion dalam rangka manajemen penanganan konflik secara Kolaboratif di wilayah Kabupaten Sintang dan sekitarnya, Kamis 24 November 2022 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Staf Ahli Bupati Sintang Bidang Perekonomian, Pembangunan dan Keuangan, Selimin menyampaikan dukungan kepada Polres Sintang dalam penanganan konflik di Kabupaten Sintang harus menjalankan cara yang kolaboratif dengan banyak pihak.

Hal itu disampaikan Selimin mewakili Bupati Sintang, Jarot Winarno menghadiri dan memberikan pengarahan pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Manajemen Penanganan Konflik Secara Kolaboratif di Balai Kemitraan Polres Sintang pada Kamis 24 November 2022.

FGD Manajemen Penanganan Konflik Secara Kolaboratif tersebut diselenggarakan oleh Polres Sintang, diikuti oleh anggota Forkopimda, perwakilan Organisasi Perangkat Daerah di Lingkungan Pemkab Sintang, tokoh Agama, tokoh masyarakat, mahasiswa dan organisasi masyarakat.

Menurut Selimin, manajemen penanganan konflik dengan cara kolaboratif ini sudah sesuai dengan sesuai dengan amanat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.

Salurkan Bantuan Bagi Warga Terdampak Banjir di Sintang

Bahwa penanganan konflik sosial harus dilaksanakan secara sinergi, terpadu dan terkoordinasi dengan seluruh unsur tingkatan pemerintahan, baik di tingkat nasional, tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten.

“Penanganan konflik sosial juga harus dilakukan secara komprehensif, integratif, efektif, efisien, akuntabel dan transparan, serta tepat sasaran, melalui langkah-langkah pencegahan konflik, penghentian konflik dan pemulihan pasca konflik,” jelas Selimin.

Selimin menyebut, Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial sudah ada di Kabupaten Sintang. Anggota tim diminta untuk meningkatkan sinergitas, keterpaduan dan kinerja tim terpadu penanganan konflik sosial khususnya dalam menjaga kondusifitas keamanan, ketentraman dan ketertiban umum di daerah.

Sebab, dinamika kehidupan sosial politik dan keamanan akhir-akhir ini menunjukan gejala yang mengkhawatirkan karena dapat memicu terjadinya konflik sosial.

“Adapun isu-isu strategis lokal dan nasional meliputi adanya ancaman serius dari kelompok radikalisme, terorisme, intoleransi dan ekstrimisme serta disintegrasi bangsa yang dapat merusak keutuhan NKRI,”ungkapnya.

Isu lokal meningkatnya suhu politik nasional maupun lokal menjelang persiapan pemilu dan pilkada serentak 2024. Pro kontra pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Potensi konflik sosial antar kelompok/golongan maupun akibat permasalahan SARA dan kasus perkebunan kelapa sawit, kebakaran hutan dan lahan, PETI dan yang lainnya.

 “Kita di Sintang perlu melakukan langkah antisipasi, caranya mengoptimalkan peran dan fungsi forum-forum mitra pemerintah dan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat untuk turut serta membantu pemerintah daerah dalam rangka menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif melalui berbagai upaya yang bersifat edukasi, persuasif dan tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat,” ujar Selimin.

Langkah berikutnya kata dia, optimalkan tugas-tugas Timdu PKS, lakukan respon secara cepat dan menyelesaikan secara damai semua permasalahan yang berpotensi menimbulkan konflik.

“Camat dan unsur forkopimcam agar merespon secara cepat, melakukan langkah-langkah deteksi dan cegah dini terhadap setiap permasalahan yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. segera menyampaikan laporan terhadap kejadian atau peristiwa konflik di daerah secepat mungkin agar dapat di antisipasi penanganan serta pemetaan potensi konflik sosialnya,” harapnya.

Potensi Konflik

Dansat Brimob Polda Kalimantan Barat, Kombes Pol Muhammad Guntur menyampaikan kata kunci dalam menyelesaikan konflik adalah kolaboratif. Oleh sebab itu, dia mendorong Pemkab Sintang harus terdepan dalam menyelesaikan konflik.

"TNI dan Polri hanya mendukung dan membantu saja. Kita memang harus bersama-sama dan berkolaborasi dalam menangani konflik," kata Guntur saat menjadi narasumber pada kegiatan Focus Group Discussion Manajemen Penanganan Konflik Secara Kolaboratif di Balai Kemitraan Polres Sintang pada Kamis, 24 November 2022.

Guntur mengungkapkan, Kalbar ini memiliki potensi konflik yang cukup tinggi. Kalbar banyak investasi masuk dan memiliki beragam etnis. Polda Kalbar mencatat ada 125 potensi konflik di Kalimantan Barat dan salah satunya yang paling tinggi adalah konflik dengan investasi perkebunan.

"Potensi itu harus kita kelola dengan baik dengan sering-sering bertemu seperti ini," jelasnya.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sintang, Kusnidar mengungkapkan konflik di tengah masyarakat sulit dipulihkan, maka harus dicegah bersama-sama dengan sikap rendah hati seluruh elemen masyarakat.

"Kita ini beragam dan keberagaman ini bisa disatukan, jika masyarakat bisa dan mau memiliki sikap rendah hati. Orang yang rendah hati, akan bisa menghargai keberagaman dan perbedaan," kata Kusnidar.

Kusnidar menyebut, ada 300 organisasi masyarakat di Kabupaten Sintang. Dan banyak ormas tidak percaya diri, Maka ormas ini terus dibina, agar kelompok mayoritas dan minoritas harus percaya diri.

"Ketika ada kelompok yang merasa minoritas, mereka harus percaya diri bahwa ada kelompok mayoritas yang akan melindungi. Kelompok mayoritas juga harus percaya diri bahwa mereka akan melindungi kelompok minoritas. Kalau itu dibangun, maka upaya pencegahan akan semakin mudah,” katanya.

Rektor Universitas Kapuas Dr. Antonius, S.Hut, MP menyampaikan bahwa konflik itu merugikan, mengganggu aktivitas dan pembangunan.

Menurutnya, dalam mengatasi konflik, harus mengutamakan nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia.

"Itu harus dijadikan prinsip. Lepas dari kepentingan dan tidak memihak. Tetapi yang paling utama adalah pencegahan konflik. Aman itu nyaman. Ketika aman, kita tidak akan was-was lagi. Tetapi kalau tidak aman, kita merasa waspada dan was-was. Keamanan dan kedamaian itu harus diupayakan secara pribadi antar pribadi. Kita sendiri dan semua menyadari pentingnya menjaga keamanan dan kenyamanan daerah kita," beber Antonius.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved