Khazanah Islam
Arti Rujuk dan Iddah dalam Hukum Perkawinan Islam
Raj'ah atau rujuk adalah suami mengembalikan istrinya yang telah diceraikan (bukan talak ba‟in) yang masih dalam iddah kepada pernikahan.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Ketentuan hukum perkawinan Islam dikenal istilah Rujuk dan iddah.
Apakah arti Rujuk dan Iddah dalam Hukum Islam?
Pada pembahasan kali ini akan dipaparkan tentang rujuk dan Iddah.
Rujuk
Raj'ah atau rujuk adalah suami mengembalikan istrinya yang telah diceraikan (bukan talak ba'in) yang masih dalam iddah kepada pernikahan.
Talak yang berlaku rujuk setelahnya hanya dua kali.
• Arti, Syarat, Rukun Wakaf dalam Islam
Hal tersebut berdasarkan Firman Allah yang termaktub dalam Alquran
ٱلطَّلَ قُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَ نٍ
Artinya ; “Talak (yang berlaku rujuk setelahnya) hanya dua kali, maka mempertahankan dengan ma'ruf atau melepas dengan baik.” (QS. Al-Baqarah : 229)
Seorang suami yang menceraikan istrinya dengan talak satu atau talak dua,
maka boleh merujuk kembali selama belum habis iddahnya, seperti mengatakan: “aku kembalikan engkau kepada nikahku” atau jika istrinya tidak berada di majelis
maka mengatakan: “aku kembalikan istriku kepada nikahku”.
Namun jika masa iddah sudah usai, maka tidak halal istri yang sudah dijatuhi talak untuk dirujuk kecuali dengan akad nikah baru dengan menghadirkan wali dan dua saksi.
Catatan:
Dalam rujuk tidak disyaratkan adanya persaksian, tetapi adanya saksi lebih diutamakan agar rujuk ini mempunyai kekuatan secara hukum.
Iddah
Pengertian iddah adalah masa terhitung di mana wanita menunggu untuk mengetahui bersihnya rahim atau tidak, atau untuk sekedar ta'abbud; semata-mata melaksanakan perintah Allah SWT atau karena musibah kematian atas suaminya.
Macam-Macam Perempuan Mu’taddah; terdiri dari perempuan yang sedang melaksanakan dan menghabiskan masa iddah.
Ada dua macam yaitu masa iddah perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan masa iddah untuk perempuan yang tidak ditinggal mati oleh suaminya
1. Yang ditinggal mati suaminya.
a) Jika perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil atau mengandung, maka iddahnya sampai dia melahirkan, baik masa kelahirannya dekat atau jauh.
b) Jika perempuan yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan tidak hamil, maka iddahnya wanita tersebut adalah empat bulan sepuluh hari.
Perempuan yang ditinggal mati suaminya wajib melakukan ihdad; mencegah diri dari berhias dan wangi-wangian, serta menetap di rumah kecuali karena hajat.
Tidak haram bagi perempuan ini menemui laki-laki walaupun bukan mahramnya, yang diharamkan adalah membuka aurat di hadapan laki-laki yang bukan mahram, atau khalwat; hanya berdua di tempat tertutup atau terbuka dan sepi.
Jadi jika tidak membuka aurat dan tidak ada khalwat, maka boleh bagi perempuan untuk menemui laki-laki dan berbincang-bincang dalam hal yang bukan maksiat.
2. Yang tidak ditinggal mati suaminya.
a) Jika perempuan yang dijatuhi talak dalam keadaan hamil, maka iddahnya yaitu sampai dia melahirkan.
b) Jika perempuan yang dijatuhi talak dalam keadaan tidak hamil, dan termasuk perempuan yang masih mengalami haid, maka ia harus menunggu sampai tiga kali suci.
Jika dijatuhi talak dalam kondisi suci, maka sudah terhitung bagian dari tiga kali suci.
c) Jika perempuan yang dijatuhi talak belum pernah berhubungan badan dengan suami sama sekali, maka tidak ada iddah baginya.
d) Jika perempuan yang dijatuhi talak sudah dalam kondisi menopause, atau anak kecil yang belum mengalami haid maka iddahnya adalah tiga bulan qamariyah. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News
Disclaimer : Isi redaksi dan pembahasan materi diatas dilansir dari buku siswa Madrasah Aliyah (MA/SMA) Terbitan Kementerian Agama tahun 2020.