JaDi Kalbar Komentari Adanya Komisioner dan Staf Bawaslu di Kalbar Dicatut Sebagai Pengurus Parpol
Mengingat juga bahwa salah satu syarat menjadi anggota KPU ataupun Bawaslu adalah tidak terlibat partai politik, maka kata Umi Rifdiyawaty, adanya NIK
Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Terdapat komisioner dan staf Bawaslu di Kalbar yang dicatut sebagai pengurus Parpol. Hal itu terungkap setelah Bawaslu melakukan pencermatan dan pengecekan nomor induk kependudukan (NIK) seluruh jajaran Bawaslu Kalbar pada Sistem Informasi Partai Politik (Si pol) per tanggal 12 Apustus 2022.
Menanggapi hal tersebut, Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kalbar, Umi Rifdiawaty menegaskan, jika memang ada kasus seperti itu, maka seharusnya KPU maupun Bawaslu memiliki mekanisme aturan apabila kemungkinan seperti kasus terjadi.
Pasalnya, hal serupa juga pernah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya
"Jadi seharusnya pola penanganannya semakin kesini semakin baik. Karena ini penting untuk meyakinkan peserta pemilu bahwa penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu diselenggarakan oleh orang-orang yang independen sehingga bisa dipercaya dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya secara netral sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ungkapnya, Minggu 21 Agustus 2022.
Mengingat juga bahwa salah satu syarat menjadi anggota KPU ataupun Bawaslu adalah tidak terlibat partai politik, maka kata Umi Rifdiyawaty, adanya NIK penyelenggara pemilu dalam daftar nama anggota Partai Politik calon peserta pemilu perlu ditindaklanjuti dengan bersungguh-sungguh untuk membuktikan netralitas penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu dan penyelenggara pemilu tersebut masih dianggap memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu.
"Untuk itu perlu ada penjelasan secara jelas terhadap status dukungan penyelenggara pemilu yang bersangkutan," paparnya.
• Upaya Pencegahan Sejak Dini, Bawaslu Sekadau Gelar Rakor Pengawasan Verifikasi Parpol
Lebih lanjut Umi juga menegaskan, konsekuensi bagi partai politik, bahwa daftar nama yang diajukan kepada KPU memang ada konsekuensi memenuhi syarat. Maka kata dia, dihitung sebagai anggota Parpol atau Tidak memenuhi syarat maka dicoret sebagai anggota Parpol dan kemudian berdampak pada berkurangnya jumlah daftar keanggotaan parpol tersebut ketika hal ini dilakukan verifikasi.
"Terkait kebenaran dukungan nama anggota yang tercantum dalam daftar anggota Parpol dilakukan verifikasi faktual oleh penyelenggara Pemilu di lapangan untuk menyatakan keabsahan dukungan orang tersebut terhadap parpol yang bersangkutan, hal ini untuk memastikan bahwa orang yang bersangkutan memang benar dengan kesadarannya mendukung dan menjadi anggota parpol yang bersangkutan," ungkapnya.
"Nah ini kelebihan atau manfaat dari adanya layanan secara online yang disediakan oleh KPU untuk masyarakat berpartisipasi memastikan apakah nama kita masuk dalam daftar keanggotaan Partai politik yang mendaftar ke KPU atau tidak. Sehingga dengan demikian masyarakat yang namanya tercantum dalam daftar anggota partai politik tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Maka mereka memiliki hak untuk menyanggahnya, sehingga berkonsekuensi terhadap data keanggotaan Parpol tersebut," jelasnya.
Hanya saja lanjut Umi, mekanisme ini perlu diperjelas untuk sembilan Parpol Parlemen yang hanya menjalani verifikasi administrasi, tetapi tidak menjalani verifikasi faktual.
Ia mengatakan, jika ada nama orang yang dicantumkan dalam daftar anggota Parpol tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan atau adanya dukungan ganda antar Parpol. Maka mekanisme administratif yang diterapkan oleh KPU terhadap partai parlemen tersebut, tentu penyelenggara pemilu yang memahaminya. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News