HUT 77 Kemerdekaan
Tempuh Pendidikan Mentereng, Inilah 6 Tokoh Publik untuk Kebangkitan Nasional
Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan karya Yuyus Kardiman, dkk ada enam tokoh yang berperan dalam kebangkitan nasional.
Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Maudy Asri Gita Utami
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Sebelum Indonesia Merdeka, ada 6 tokoh yang berperan dalam Hari Kebangkitan Nasional.
Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan karya Yuyus Kardiman, dkk ada enam tokoh yang berperan dalam Kebangkitan Nasional.
Bukan tanpa alasan, tanggal 20 Mei dipilih karena bertepatan dengan berdirinya organisasi pertama, yakni Boedi Oetomo atau Budi Utomo.
Setelahnya, lahir beberapa organisasi pergerakan, antara lain Indische Partij, Perhimpunan Indonesia, dan Muhammadiyah.
Budi Utomo berdiri pada 20 Mei 1908. Pendiriannya dilakukan di ruang kelas anatomi STOVIA dalam sebuah pertemuan yang menghasilkan struktur organisasi.
• Kutiapan Terkenal Soekarno dan Hatta, Jadikan Caption di HUT ke-77 Indonesia
Pada saat itu, disepakati bahwa pengurus Budi Utomo terdiri dari Ketua R Soetoemo, Wakil Ketua M Soelaiman, Sekretaris I Soewarno, Sekretaris II M Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Bendahara R Angka.
Meski begitu, sosok bernama Wahidin Sudirohusodo-lah yang menjadi pelopor terbentuknya organisasi Budi Utomo.
Tak hanya Wahidin Sudirohusodo, berikut ini tokoh-tokoh yang berperan dalam kebangkitan nasional:
Wahidin Sudirohusodo adalah sosok yang pandai. Ia lulus dari sekolah kedokteran hingga menjadi pejabat kesehatan.
Jiwa-jiwa pemberontakannya tampak saat ia memimpin redaksi surat kabat Retnodhoemilah.
Melalui surat kabar itu, Wahidin melontarkan gagasannya soal kebangkitan Jawa, meliputi nasionalisme, pendidikan, kesamaan derajat, dan budi pekerti.
Namun upayanya di Retnodhoemilah kurang membuahkan hasil. Ia pun mundur dan memperjuangkan gagasannya dengan berkeliling menemui pejabat pemerintahan yang berpengaruh di Jawa.
Meski gagasannya banyak mengalami penolakan, Wahidin akhirnya bertemu dengan Sutomo dan sepakat untuk membuat sebuah organisasi.
Organisasi itu adalah Budi Utomo yang lahir pada 20 Mei 1908. Budi Utomo tidak hanya memajukan pendidikan, tetapi juga menyadarkan masyarakat Jawa akan martabatnya sebagai bangsa.
Baca juga: Kisah Bung Hatta dan Sepatu Bally Impiannya yang Tak Pernah Terwujud
2. Soetoemo
Pada akhir 1907, Soetoemo yang merupakan salah satu murid di STOVIA, bertemu dengan Wahidin Sudirohusodo saat sedang melakukan penyebaran pemikiran nasionalisme di Jawa.
Tidak disangka, pertemuan mereka membuat Soetoemo merasa tergugah untuk ikut memperjuangkan hak bangsa Indonesia, yaitu mencapai kemerdekaan.
Bersama dengan Wahidin, Soetoemo pun mendirikan organisasi Budi Utomo dan dipilih untuk memimpin organisasi ini.
HOS Tjokroaminoto dikenal sebagai salah satu pejuang yang berani melawan pemerintah kolonial Belanda.
Ia kerap menyampaikan pidato untuk memacu semangat patriotisme bangsa Indonesia dan gemar menuliskan kritik keras kepada pemerintah Belanda.
Karena aksinya tersebut, Tjokroaminoto pun dianggap sebagai ancaman oleh Belanda.
Selanjutnya, Tjokroaminoto menjadi salah satu pelopor gerakan serikat buruh di Indonesia dan turut mencetuskan ide-ide politik.
Pada 1911, Haji Samanhudi mendirikan sebuah organisasi politik Islam bernama Sarekat Dagang Islam, yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI).
Tjokroaminoto diminta untuk bergabung ke dalam organisasi ini. Awalnya, ia berperan sebagai komisaris, tetapi ia kemudian dipilih untuk menjadi ketua organisasi.
Semasa kepemimpinannya, SI tumbuh menjadi organisasi yang besar.
• Budayawan Sekaligus Sejarawan Ajak Masyarakat Turut Serta Dalam Mozaik Sejarah
Douwes Dekker dikenal sebagai tokoh indo (keturunan Indonesia-Belanda), yang merintis nasionalisme dengan mendirikan Indische Partij (IP) pada 1912.
Alasan Dekker mendukung rakyat pribumi adalah karena ia melihat penindasan yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia.
Sebagai bentuk dukungannya terhadap Indonesia, Douwes Dekker mendirikan Indische Partij bersama dua rekan lainnya, yaitu Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo, atau biasa disebut Tiga Serangkai.
Indische Partij, yang mendapat respons positif dari keturunan indo, pribumi, maupun Tionghoa, dianggap mengganggu keamanan oleh Belanda, sehingga dibubarkan pada 4 Maret 1913.
Cipto Mangunkusumo adalah satu dari tiga pendiri Indische Partij yang memulai kariernya sebagai seorang dokter pemerintah Belanda di Demak.
Suatu ketika, Cipto melihat banyak sekali ketidakadilan yang dilakukan Belanda terhadap rakyat Indonesia.
Oleh sebab itu, ia kerap mengkritik keras Belanda lewat tulisan-tulisannya di beberapa surat kabar, seperti De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad.
Karena tindakannya itu, Belanda memberhentikan Cipto dari tugasnya sebagai dokter pemerintah Belanda.
Setelah itu, ia bertemu dengan Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, yang kemudian bersama-sama mendirikan Indische Partij.
• ISI Teks Proklamasi, Sejarah dan Peristiwa Dibalik Penyusunan Teks Proklamasi
Soewardi Soerjaningrat atau yang akrab disapa Ki Hajar Dewantara pernah menjadi wartawan di beberapa surat kabar, seperti Sediotomo, Midden Java, dan De Express Oetoesan Hindia.
Ki Hajar Dewantara bersama dengan Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker mendirikan Indische Partij pada 1912.
Setelah itu, peran tokoh kebangkitan nasional ini adalah aktif menuliskan beberapa kritik keras terhadap Belanda.
Salah satu kritik Ki Hajar Dewantara yang terkenal adalah tulisan berjudul Als ik een Nederlander was, yang berarti "Seandainya Saya Seorang Belanda."
Kemudian ada juga tulisan lain yang bertajuk Een voor Allen maar Ook Aleen voor Een, yang berarti "Satu untuk Semua, Tapi Semua untuk Satu Juga." (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News