Kalah Gugatan di Pengadilan Negeri Sintang, Pengasuh & Ratusan Santri Kosongkan Ponpes Darul Maarif
Para santri dan wali murid ikhlas memilih untuk ikut Kiai Gozali pindah akibat Keputusan pengurus lembaga pendidikan Maarif (PBNU) mencabut SK kepengu
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,SINTANG - Tangis santri Pondok Pesantren Darul Maarif Sintang, Kalimantan Barat, pecah.
Dengan berat hati, ratusan santri yang menuntut ilmu di bawah bimbingan Kiai Mohamad Gozali ini harus ikhlas mengemas barang sebelum selesai pendidikan.
Bukan diusir. Para santri dan wali murid ikhlas memilih untuk ikut Kiai Gozali pindah akibat Keputusan pengurus lembaga pendidikan Maarif (PBNU) mencabut SK kepengurusannya.
• Kepala Desa di Sintang Tersangka Curi Duit Negara, Rugikan Negara Hingga Rp 263.471.650
Kiai Gozali, legowo. Dia ikhlas meninggalkan pesantren yang dipimpin selama 23 tahun terakhir, lantaran kalah di Pengadilan Negeri Sintang.
Dia digugat oleh Awam Sanjaya dan Syaiful Anam atas tanah wakaf seluas 2.765 meter persegi.
Ghozali sudah berupaya melakukan banding hingga ke kasasi, namun upaya itu gagal.
Cek berita dan artikel mudah diakses di Google News
"Alasan dicabut izin, itu alasan internal saja. Kami kalah di pengadilan negeri. Kami juga kalah dikasasi (soal tanah wakaf)," kata Ghozali.
Berdasarkan riwayat penelusuran perkara di SIPP Pengadilan Negeri Sintang, tergugat dalam hal ini Mohamad Gozali dinyatakan kalah.
Dalam pokok perkara, pengadilan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
"Menyatakan secara hukum bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu telah melakukan atau telah menguasai tanah yang bukan hak milik pribadi Tergugat," ujarnya.
"Menghukum Tergugat untuk segera menyerahkan tanah dan bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 2.765 m3 sesuai berita acara penyerahan tanah atas wakaf," ujarnya.
"Menghukum Tergugat untuk mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan oleh Nahdatul Ulama kab. Sintang dan LP Ma'arif Nadhatul Ulama Kab. Sintang dengan kerugian berupa material sebesar Rp.300.000.000,-," demikian bunyi putusan tersebut.
Keputusan pengurus lembaga pendidikan Maarif (PBNU) mencabut SK PP Darul Maarif Sintang berdasarkan surat PCNU Kabupaten Sintang, merujuk pada putusan pengadilan.
Pada Kamis pagi, ratusan santri, wali murid dan para alumni berkumpul di Pondok Pesantren Darul Maarif, di Jalan Akcaya 3, Kecamatan Sintang, Kamis 28 Juli 2022.
Selain musyawarah dengan Pimpinan Ponpes, para wali murid, santri dan alumni menandatangani petisi dan membuat surat pernyataan penolakan atas keputusan ekseskusi.
Ada tiga poin pernyataan sikap yang dibaca bersaman antara santri, wali murid dan alumni. Pertama, menolak eksekusi putusan pengadilan negeri sintang, dikarenakan sejak awal berdiri hingga hari eksekusi, PP Darul Maarif Sintang tetaplah sebuah lembaga pendidikan pesantren yang memberikan kemaslahatan bagi umat muslim dan masyarakat NU.
Mereka juga menolak peralihan pengelolaan PP Darul Maarif Sintang kepada pengelola yang baru. Mereka menolak kepengurusan PCNU dan PC LP Ma'arif Kabupaten Sintang dikarenakan tidak mengedepankan tabayun dalam menyikapi sengketa yang terjadi.
"Dengan adanya surat dari jakarta, maka pengabdian kita di Darul Ma'arif ini berarti sudah selesai, dengan dicabutnya pengurusan kami, dan dinyatakan tidak berlaku lagi, berarti pelimpahan wewenang pengelolaan ini dari pusat pimpinan ma'arif jakarta kepada kami sudah dicabut, sudah tidak berlaku, ya, kita malu," ujarnya
"Iya kalau diterima dengan baik, kalau tidak, kamu gak punya (hak) kok tinggal di sini, kita malah malu," ujar Gozali.
Gozali ikhlas meninggalkan semua hal yang telah dia bangun sejak 23 tahun terakhir di komplek PP Darul Ma'arif. Karena SK sudah dicabut, dia dan keluarga berniat untuk pindah ke Sungai Tebelian.
Di sana ada lahan kosong yang belum digarap. Rencananya, akan dibangun pesantren dengan nama baru dan semangat baru.
"Kita punya harga diri, kita punya komitmen, kita berjuang tidak hanya di sini. Kita berjuang di mana saja untuk membangun anak dan generasi yang akan datang dan berkualitas," katanya.
Berdasarkan musyawarah bersama dengan santri dan wali murid serta dewan guru, semuanya sepakat untuk meninggalkan PP Darul Ma'arif, mengikuti jejak Kiai Gozali tanpa ada paksaan apapun.
"Kemungkinan besar ini (bangunan di kompel pesantren) akan menjadi kosong dan akan menjadi tanggungjawab pengelola yang baru. Hasil musyawarah, ikut pindah," ujarnya.
"Guru semua ikut pindah kemudian untuk wali santri anaknya bebas, mau ke mana saja terserah, bebas, atau mau ikut di sini (Darul Ma'arif dengan pengelola yang baru) juga boleh, tapi mereka kompak menyatakan bahwa ikut kita," ungkap Ghozali.
Mulai hari ini, para wali santri sudah berkemas. Mereka membawa barang, pakaian keluar dari Darul Ma'arif untuk dibawa pulang ke rumah. Selama lokasi pondok yang baru belum ada bangunan, para santri akan belajar secara daring.
"Ada lahan di sungai tebelian belum ada bangunan. Makanya besok akan kerja bakti, dalam waktu 2 bulan selesai. Santri akan belajar daring, kita sampaikan ke kementrian agama, bahwa kita akan daring dalam rangka penyiapan fasilitas yang diperlukan," kata Ghozali.
Soal bangunan yang sudah terbangun, Ghozali mengikhlaskan. Dia hanya meminta izin untuk membawa sejumlah barang keperluan santri, seperti meja, kursi, komputer dan mobil operasional.
"Jadi kalau kami semula mau mengosongkan (lahan yang bersengketa) ya kami sudah siap kosongkan. Yapi dengan adanya surat dari PBNU menunjukan bahwa habis bukan hanya ini, tapi semuanya yang ada kami serahkan," ujarnya.
"Nanti kami izin barang yang kami beli, kami bawa karena untuk kepentingan sekolah, bangku, meja, ya mereka perlu sekolah, begitupun komputer, mobil, kami beli ya kami bawa. Kami hanya izin saja," ujarnya.
"Soal bangunan ndak mungkin kami rusak, dan kami biarkan seperti ini, sehingga nantinya bermanfaat," jelasnya.
Ghozali mulai mendirikan PP Darul Maarif sejak tahun 1999. Selama 23 tahun, sudah banyak anak sintang yang lulus dari bimbingannya. Saat ini, ada lebih dari 500 santri yang menuntut ilmu di Darul Ma'arif.
"Kami minta waktu. Kalau semua sudah pindah, baru kami yang pindah. Nanti akan kita bangun ada di daerah sungai tebelian, tetap satu yayasan dengan Nurul Ma'arif.
"Kemudian nama sekolahnya saja yang usulannya jangan meninggalkan dari maarif, oleh karena itu namanya diubah jadi semua sepakat Darul Ma'arif Al-Falah artinya menuju kebahagiaan," ujarnya.
"Saya harap pengurus NU jangan ganggu yang lain lagi. Sudah lah hidup masing-masing supaya kita lebih nyaman dan lebih enak, supaya santri nyaman, tidak banyak sekali gelisah, wali murid juga susah," jelasnya. (*)