Mantan Komandan NII Ken Setiawan Sebut Radikalisme Ibarat Virus yang Bisa Menyerang Siapa Saja
Saat menjadi narasumber di Focus Groub Discussion bertemakan Moderasi Beragama dan Pluralisme, Ken Setiawan mengaku bahwa dirinya dulu terpengaruh
Penulis: Ferryanto | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID.PONTIANAK - Paham Radikalisme ibarat kan virus yang dapat menginveksi dan mempengaruhi siapa, hal itu disampaikan oleh Ken Setiawan, Mantan Komandan Negara Islam Indonesia, Komandemen Wilayah 9.
Saat menjadi narasumber di Focus Group Discussion bertemakan Moderasi Beragama dan Pluralisme, Ken Setiawan mengaku bahwa dirinya dulu terpengaruh paham Radikalisme karena salah memilih guru, sehingga memahami tafsir dengan cara yang salah.
Ken mengungkapkan bahwa dirinya terjerumus dalam paham Radikalisme selama 3 tahun, namun saat itu ia mengaku sangat totalitas dalam kelompoknya, hingga membuat dirinya ditunjuk sebagai Komandan di Komendemen 9.
• Perketat Keamanan Kawasan Waterfront, Wako Pontianak Akui Kehadiran FPKMP Kurangi Tindakan Kriminal
Saat itu bahkan dirinya memiliki tugas khusus untuk mencari dana bagi organisasi, prinsipnya harta milik kelompok lain yang di luar sepemahaman adalah sah dan halal, hingga berbagai perampokan dengan hasil ratusan juga rupiah sangat sering dilakukannya.
Berbagai aksi Kriminal itu dilakukannya dengan penuh rasa bangga, karana saat itu ia bersama rekan - rekannya berpikiran bahwa itu adalah jihad di jalan Tuhan.
"Kalau dulu ada berita pembantu baru kerja satu hari gasak harta majikan, itu kerjaan kita,, kita melakukan aksi Kriminal itu dengan rasa bangga, karena kita beranggapan itu sebagai Jihad," ujarnya.
"Harta orang kafir dalam perang itu kita berfikir boleh diambil, karena itu dalam rangka perjuangan, bahkan banyak saat itu banyak anak - anak yang mencuri harta orang tuanya karena beranggapan orang tuanya juga kafir karena belum dibaiat,, jadi doktrinnya dulu bahkan orang tua boleh ditipu dan sebagainya," imbuhnya.
Hingga akhirnya Dirinya sadar bahwa yang sudah dilakukannya itu salah, dan keliru, hingga akhirnya ia kembali ke jalan yang benar saat ini dengan memahami arti dari Pancasila.
Orang yang pernah menjadi nomor satu di komandemen wilayah 9 NII itu menjelaskan bahwa hingga kini banyak yang tidak memahami Pancasila.
"Konsep moderasi beragama ini penting sekali bagaimana untuk mengimplementasikan pancasila yang sebenarnya sudah finis di Indonesia, pada Pancasila didalamnya ada ajaran agama dan tidak ada satupun yang bertentangan,'' ujarnya, kamis 14 juli 2022.
Ia menilai hingga saat ini banyak yang mengaku Pancasilais namun tidak paham dengan Pancasila, masih intoleran dan menganggap kelompok lain salah.
Bila paham dengan konsep Pancasila, tidak harus bisa menerapkan kelima Sila, satu sila saja berhasil diaplikasikan, maka orang tersebut dapat merasa damai dalam hati dan hidupnya.
"Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, jadi Tuhan itu hanya satu di dunia ini, jadi Tuhan orang Islam, Nasrani, Hindu, Budha itu sejatinya satu, Tuhan semesta alam itu satu, hanya tiap agama menyebutnya dengan Asma, dengan nama yang berbeda, dan disempurnakan dengan Bhineka Tunggal Ika, kalaupum kita berbeda agama, sejatinya Tuhan kita satu," terangnya.
Dalam memahami agama ia mengatakan setiap orang berbeda karena perbedaan syariat, dan konsep yang dibangun ialah Lakum Dinukum Waliyadin yang berarti Bagiku Agamaku, Bagimu Agamu, namun ketika berbicara tentang ke Tuhanan, semua sepakat bahwa Tuhan hanya satu.
"Para Founding Father kita sudah luar biasa brilian dengan konsep ke Tuhanan Yang Maha Esa, kita di Indonesia ini luar biasa dengan beragam suku dan agama,, kita lihat di luar negeri dengan hanya satu suku saja namun ribut terus, kalau kita berbicara potensi konflik, ini merupakan potensi konflik terbesar didunia, namun kita dipersatukan dengan Pancasila,"jelasnya.
Dalam memahami Pancasila ia menjelaskan harus memahami Sila Pertama terlebih dahulu tidak boleh melompat, untuk memahami Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menurutnya setiap orang harus berdamai lebih dulu dengan dirinya sendiri.
"Mengapa kita diciptakan berbeda itu bukan untuk saling menyalahkan tetapi untuk saling mengenal, melengkapi, perbedaan itu anugrah, ibarat pelangi, bila pelangi itu hanya satu warna tidaklah menjadi indah, pelangi menjadi indah karena beragam warna yang menjadi satu,"tuturnya.
Bila Sila pertama sudah bisa diaplikasikan, maka dengan sendirinya setiap orang bisa memanusiakan manusia seperti Sila kedua 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab'.
"Urusan ibadah, itu urusan pribadi dengan Tuhan, namun Ketika sudah memanusiakan manusia, kita akan beradab, punya akhlak, maka munculah Sila Ketiga, Persatuan Indonesia," jelasnya.
Selanjutnya, bila terjadi masalah dapat diselesaikan melalui Sila ke Empat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
"Kalau sudah musyawarah mufakat, Insya Allah sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia maka itu akan terbangun, tapi itu tidak boleh lompat, harus sila pertama dulu dipahami, Permasalahannya adalah kita selama ini kurang berkumpul lintas iman, lintas agama, bila kita berkumpul sejatinya kita tidak ada masalah, tiap agama punya syariat,"imbuhnya.
"Dalam Islam kita harus menjadi Rahmatan Lil Alamin, bukan hanya untuk kelompok Islam saja, tapi mampu merangkul seluruh kalangan, agama itu harusnya membuat kita damai, senang, tenang, dan membuat orang tersenyum. Bila.ada orang yang mengaku beragama tetapi yang disampaikannya mencaci, memaki, ujaran kebencian, berarti dia sudah berlajar dengan guru yang salah,''tegasnya.
Dirinya berpesan kepada seluruh pihak dan masyarakat untuk tetap waspada dan jangan pernah merasa aman, karena bila terlalu merasa aman akan mudah disusupi dan diadu domba, Namun demikian, ia juga berpesan jangan sampai kewaspadaan itu menjadikan kita menjadi fobia. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News