Sekda Ketapang Minta Persoalan Ganti Rugi CMI Dengan Warga Diselesaikan Dengan Musyawarah

"Karena seyogyanya investasi masuk dengan harapan dapat membawa dampak positif bagi lingkungan sekitar, khususnya meningkatkan kesejahteraan masyaraka

TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA/Dok. Prokopim Ketapang
Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang Alexander Wilyo. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ketapang Alexander Wilyo menegaskan persoalan ganti rugi antara PT Cita Mineral Investindo Tbk (CMI) dengan warga pemilik kebun sawit yang rusak akibat aktivitas perusahaan dapat diselesaikan dengan cara musyawarah.

Alex pun meminta persoalan tersebut jangan sampai berakhir di ranah hukum.

"Kita minta segera dilakukan mediasi oleh Forkompimcam maupun tokoh-tokoh masyarakat yang bisa menjadi mediator," kata Alex, Jumat 17 Juni 2022.

Untuk itu, Alex mengimbau agar Camat Sandai dapat segera memfasilitasi mediasi terkait persoalan ini. Agar persoalan ini tidak semakin larut apalagi sampai dibawa ke ranah hukum.

"Selesaikan secara musyawarah mufakat dengan mengkedepankan semangat untuk mencari titik tengah atau win-win solution bagi kedua belah pihak," tegasnya.

Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga Kabupaten Ketapang agar tetap aman, damai dan kondusif.

Serta nyaman bagi siapapun yang berada di Ketapang termasuk investasi.

"Karena seyogyanya investasi masuk dengan harapan dapat membawa dampak positif bagi lingkungan sekitar, khususnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CMI) melalui Site Manager Sandai, Budi Setyono menyebut pihaknya akan menempuh jalur hukum jika persoalan ganti rugi kebun warga yang rusak akibat aktivitas perusahaan tidak kunjung menemukan titik temu.

Tuntut Ganti Rugi Karena Kebun Sawit Rusak, Surat Jawaban dari CMI Bikin Warga Merasa Terintimidasi

Menurut Budi, warga meminta ganti rugi diluar batas kewajaran yakni dengan meminta uang sebesar Rp 1,9 Miliar hanya untuk sekitar 11 pohon sawit saja.

"Musyawarah masih kita buka. Kalau tidak ketemu kita akan ke jalur hukum saja, kita inikan negara hukum agar semua selesai," kata Budi, Selasa 14 Juni 2022.

Terpisah, kuasa dari korban pemilik kebun sawit yang rusak akibat lumpur aktivitas PT CMI, Juliannadi menegaskan kalau pihaknya sama sekali tidak pernah meminta ganti rugi sebesar Rp 1,9 miliar baik secara tertulis maupun secara lisan.

Menurutnya, apa yang dikatakan Manager Site Sandai PT CMI, Budi Setyono adalah bentuk penggiringan opini agar masyarakat sebagai korban terkesan salah dan melakukan pemerasan terhadap perusahaan.

"Itu tidak benar, kalau perusahaan merasa itu benar saya siap dilaporkan dan silahkan bawa bukti-buktinya, karena kami tidak pernah meminta ganti rugi sebesar itu baik lisan atau tertulis," tegasnya, Kamis 16 Juni 2022.

Juliannadi mengaku, kalau permintaan ganti rugi pihaknya awalnya sebesar Rp 15 juta perpohon. Namun dengan pertimbangan pihaknya, kemudian turun menjadi Rp 8 juta sesuai perhitungan biaya dari pembukaan lahan, penanaman, pemupukan hingga perawatan.

Hal itu pun, tercetus pada saat mediasi di Mapolsek Sandai.

"Totalnya 26 pohon terdampak lumpur, itu dihitung bersama dengan perwakilan pihak perusahaan yakni bagian inviro yakni bapak Fuad dan Alianto, sedangkan Budi tidak pernah ketemu saya dan tidak pernah ke lapangan jadi dia bicara omong kosong saja," ujarnya.

Untuk itu, ia meminta agar perusahaan memiliki itikad baik, bukan malah menebar ancaman melalui surat yang diterima dirinya dan menggiring opini bahwa pihaknya meminta ganti rugi sebanyak itu.

"Jangan mereka pikir saya takut, saya paham resiko memperjuangkan hak nenek saya yakni dikriminalisasi atau mati. Saya memperjuangkan apa yang menjadi hak nenek saya, menuntut hak bukan meminta santunan atau memeras. Sebab jelas pohon sawit nenek saya terkena dampak lumpur perusahaan dan perusahaan mengakui itu," tegasnya.

Sementara itu, Kapolsek Sandai, Iptu Fanni Athar membenarkan kalau ada warga Desa Sandai Kiri Kecamatan Sandai yang lahan sawitnya terkena dampak aktivitas perusahaan.

"Memang benar warga yakni ibu-ibu kebunnya terkena semacam lumpur sekitar 26 pohon menurut informasi," kata Fanni, Rabu 15 Juni 2022.

Fanni mengaku kalau warga tersebut melalui kuasanya meminta sejumlah ganti rugi atas kejadian tersebut dan sempat dilakukan mediasi di Polsek Sandai antara kuasa warga dengan pihak PT CMI.

"Saat mediasi kuasa dari warga meminta ganti rugi Rp 15 juta perpohon. Namun setelah mediasi-mediasi menjadi Rp 8 juta perpohon. Dari pihak CMI tetap keberatan, karena dari CMI saat menawarkan untuk membuat parit biar tidak kenak lumpur lagi dan kebunnya akan dirawat serta diberi santunan sebesar Rp 20 juta, sehingga akhirnya tidak ada titik temu dalam mediasi tersebut," jelasnya.

Athar pun mengaku, pihaknya telah meminta pihak perusahaan mencari jalan keluar terbaik terkait persoalan ini. Dan tidak membawa persoalan ke ranah hukum selama bisa dikomunikasikan dan diselesaikan secara baik-baik.

"Kita tidak menyarankan persoalan ke jalur hukum, tapi kita minta bertemulah untuk mencari titik temu terbaik. Sebab ini persoalan kecil namun bisa berdampak besar," pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved