Berikut Fatwa MUI terkait Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK
M Basri Har, menyampaikan ada lima poin ketentuan hukum umum dalam fatwa tersebut.
Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Majelis Ulama Undonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor : 32 Tahun 2022 tentang “Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.
Berdasarkan Fatwa MUI tersebut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, M Basri Har, menyampaikan ada lima poin ketentuan hukum umum dalam fatwa tersebut.
“1. Hukum berkurban adalah sunah muakkadah bagi umat islam yang sudah baligh, berakal dan mampu. 2. Waktu penyembelihan hewan kurban dimulai pada saat usai shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah sampai pada tanggal 13 Dzulhijjah sebelum maghrib. 3. Orang islam laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyebelih sendiri atau menyaksikan langsung joka memungkinkan dan tidak ada udzur syar’i,” jelasnya, Rabu 1 Juni 2022.
“4. Hewan yang dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacar seperti buta, pincsng, tidak terlalu kutus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur,” ucapnya.
• PMK Berdampak pada Ekonomi, Ini Imbauan Bhabinkamtibmas Setapuk Besar kepada Pemilik Ternak Sapi
Lanjut ia menerangkan, untuk Hukum umum yang kelima berkurban dengan hewan cacat, sakit atau terjangkit penyakit ditafshil sebagai berikut :
a. Jika cacar atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah.
b. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas dan sangat kurus, makan hewan tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah.
Dirinya juga menyebutkan hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK. Dikatakannya, berkurban dengan hewan yang terkena PMK dirinci (tafshil) sebafai berikut :
a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
c. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolekah kurban (tanggal 10 s.d 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut dah dijadikan hewan kurbah.
d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 s.d 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
Sambungnya, pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.
Selain itu ia juga menerangkan, bahwq ada 10 panduan kurban dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022, termasuk panduan kurban untuk mencegah peredaran wabah PMK.
1. Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.